XIV - Confused

5.7K 518 24
                                    

Pintu kamarku terbuka. Muncul popi dari sana. Aku yang masih marah gak mengacuhkannya sama sekali. Mataku terus memainkan hpku yang sejak tadi ku mainkan. Jam sudah menunjukkan pukul 9 malam.

Popi duduk di ujung kasurku. Aku masiy sibuk sendiri dengan hp ku. Kalian tau? Ini bukan hal yang kuinginkan. Aku seumur-umur gak pernah mengabaikan popi kayak gini. Tapi karena egoku dan kemarahanku, inilah yang terjadi.

"Kenapa belum tidur?" tanya popi.

"Belum ngantuk," jawabku. Mataku tidak melirik popi sama sekali.

"Popi tau kamu marah sama papa sma popi, tapi, kamu gak boleh kayak tadi sama papa, gak boleh bentak-bentak."

Aku tak menjawab popi. Aku terus memainkan hpku. Walaupun hatiku terus bicara gak jelas. Menjawab pertanyaan popi dengan jawaban yang tak terpikirkan.

"Tidur, besok harus sekolah."

"Hm."

Aku masih mengabaikan popi. Pria itu terus memandangiku. Sementara aku tetap fokus pada hpku.

Popi berdiri lalu keluar dari kamarku. Setelah pintuku tertutup, barulah aku menoleh. Melihat ke arah pintu sambil mengucapkan kata maaf dalam hatiku. Ini bukan hal yang ku inginkan. Tapi, mereka yang membuat aku jadi melakukan ini.

***

Aku duduk di kursi kantin dengan pandangan kosong. Jessie dan Emma yang sejak tadi bersamaku. Aku sudah cerita ke mereka kalau papa bakal ngirim aku ke Indonesia. Mereka juga gak terima. Karena, kami sudah gak bisa terpisahkan.

Tiba-tiba, Fachry datang ke meja kami. Membuat kami bertiga terkejut dan langsung menatap Fachry. Anak itu menatapku dengan tatapan yang aku gak mengerti sama sekali. Tiada hujan tiada badai, Fachry menarik tanganku.

Fachry terus menarikku entah kemana. Karena genggamannya begitu kuat dan pergelangan tanganku mulai sakit, aku meminta Fachry untuk melepasnya. Dan kini sampailah kami di toilet. Fachry langsung melepaskan tanganku kemudian menatapku.

"Kamu gila? Sakit!" bentakku ke Fachry. Aku gak tau dia memperdulikan omelanku atau enggak tapi yang pasti, ini benar-benar sakit.

"Apapun yang kutanya, aku gak mau ada jawaban 'iya'," ucap Fachry.

Aku gak tau maksudnya apa. Tapi, aku cuma memilih diam. Menunggu dia bertanya.

"Kamu beneran bakal pindah ke Indonesia?" tanya Fachry.

Aku pun terdiam. Seolah-olah mulutku kaku. Seperti ada lakban yang menutupnya. Untuk membilang iya pun aku seperti tak sanggup. Kini kami saling tatap-tatapan. Aku gak tau tatapan apa ini, tapi kini aku melihat ketulusan di mata Fachry.

"Jawab, Ka!"

Mulutku masih kaku. Aku gak bisa membuka mulut. Mataku masih tetap menatap Fachry yang mungkin sedang menahan emosi akupun gak tau.

"Jawab, Ka! Tinggal bilang enggak kok susah?"

Aku menarik nafas dalam-dalam sambil menutup mata. Kemudian menghembuskannya lalu kembali menatap pria yang di hadapanku ini.

"Sorry," cuma itu yang bisa aku ucapkan.

Tiba-tiba aku melihat wajah Fachry yang memerah. Matanya terlihat seperti berkaca-kaca. Aku bisa melihat tangannya juga mulai bergetar.

"Sebenci itu ya kamu ke aku? Sampai kamu mau pindah ke Indonesia, biar jauh dariku?"

"Kenapa aku gak bisa nebus kesalahan ku, Ka, kenapa?"

"Aku mau berubah, aku mau memperbaiki semua kesalahan ku selama ini. Sesusah itu, Ka, maafin aku?"

"Bukan gitu Fachry, aku-"

Love Me Like You Do ✔️Where stories live. Discover now