XXVI - Going Crazy

5.2K 437 45
                                    

Pikiranku berantakan. Baru lagi kemarin papa mencoba menenangkan pikiranku, muncul masalah lagi yang membuat aku jadi tak karuan. Semua yang datang kepadaku selalu membawa pikiran yang aku sendiri tak bisa mengatasinya. Kenapa harus terjadi padaku? Apa aku punya utang pada dunia? Aku bahkan tak tahu salahku ke dunia itu apa. Apa aku salah karena udah dilahirkan?

Aku menangkupkan kepalaku di sela-sela kakiku yang sedang ku rangkul. Aku duduk di sisi lain rumah sakit yang orang lain tak bisa menemuiku. Aku bahkan gak tau mengapa aku melakukan ini. Sejauh ini, aku jadi merasa seperti gadis labil yang sedang mempermasalahlan cintanya. Sementara aku? Aku adalah cowok. Aku harus bisa membuat keputusan. Aku harus bisa memberikan yang terbaik untuk diriku sendiri. Juga untuk orang lain.

Aku tersentak saat bunyi nada dering mengisi ruangan yang cukup gelap ini. Aku bahkan gak tau ini ruangan apa. Karena tadi terlalu panik, aku asal masuk saja. Yang ada di sekitarku adalah lemari besi besar yang terlihat berbentuk laci. Saat itu juga aku merasa bulu kuduk ku mulai berdiri.

Dengan cepat aku merogoh saku celanaku. Melihat layar hp ku yang sejak tadi masih berdering. Layar itu menampilkan sebuah nama yang terlintas dipikiranku sejak tadi. Tanpa ragu aku langsung menjawabnya.

"Halo!"

"Kamu di mana?" tanya Fachry. Orang yang baru saja menelponku.

"Di rumah sakit, kenapa?"

"Ngapain?"

"Menjenguk Bima."

"Ya udah, aku ke sana ya."

"Gak usah! Kami udah mau pulang."

"Kami?"

"Iya, aku bareng popi sama papa."

"Gakpapa, lagian aku juga mau menjenguk Bima."

"Oh, yaudah, eh... Tapi kan masih jam sekolah?"

"Aku bolos, males, gak ada kamu, yaudah aku otw, bye!"

Setelah panggilan berakhir, aku langsung bergegas keluar dari ruangan itu. Ternyata, tempat aku menumpahkan kebingunganku tadi adalah kamar mayat. Untung saja mayat-mayat itu sudah mati.

Dengan tergesa-gesa aku langsung masuk ke ruangan Bima. Semua mata langsung tertuju padaku. Setelah Bima meminta aku menjadi pacarnya, aku menjadi diam. Tanpa menjawab satu katapun, aku langsung meninggalkan mereka yang menunggu jawabanku. Tapi aku tak memperdulikan itu.

Aku sama sekali tak bergeming sejak masuk kembali ke dalam ruangan itu. Sementata popi dan tante Agnes masih ngobrol membicarakan masalah pribadi mereka. Papa juga masih asik memainkan hp nya. Sementara aku, aku masih terus menatap remaja yang masih berbaring di atas kasur itu. Yang ditatap pun membalas tatapanku. Pandangan kami saling beradu seakan memberikan isyarat yang aneh.

Hampir setengah jam aku berdiam diri di ruangan ini. Obrolan popi dan tante Agnes juga masih belum selesai. Tiba-tiba, pintu ruangan terbuka. Menampilkan seorang remaja pria yang masih mengenakan seragam sekolah. Mataku langsung tertuju padanya begitu juga semua mata yang ada di ruangan ini.

"Loh? Fachry?" popi terkesiap melihat kedatangan Fachry di ruangan ini.

"Halo popi," Fachry mendekat ke arah popi dan mencium tangan pria yang masih kelihatan seperti anak ABG itu. "Halo tante," dia lanjut menyalam tangan tante Agnes.

Kemudian, Fachry beralih ke papa. Tanpa ragu, dia langsung menjumpai pria itu. "Halo pa, eh om."

"Sejak kapan kamu ke sini?"

"Sejak seminggu yang lalu om, tapi mulai sekolah baru 3 hari yang lalu."

"Sekolah kamu sama, sama Razka?" tanya papa. Mungkin karena dia melihat seragamnya sama dengan seragamku.

Love Me Like You Do ✔️Hikayelerin yaşadığı yer. Şimdi keşfedin