XXXVI - Pembohong Dan Perampas

4.5K 380 76
                                    

Setelah melewati beberapa hari di rumah. Sebenarnya bukan dirumah, karena Fachry selalu mengajakku jalan-jalan. Bahkan pulang sekolah, dia belum ganti pakaian, udah mampir ke rumah. Sampai popi menyuruhnya pulang untuk ganti baju dulu.

Kini aku sudah kembali sekolah. Suasananya masih sama. Tak ada yang berubah. Hanya saja, bedanya, kalau di California, aku akan disambut oleh dua jalang yang sangat aku sayang. Tapi di sini, tidak ada dua jalang yang ku maksud. Mereka masih fokus menabung dan menuntut ilmu.

Yang menyambutku di sini adalah Clara dan Fachry. Actually teman sekelas yang lain juga. Tapi ada saty orang yang menarik perhatian ku. Dia hanya diam. Tanpa menoleh ke arahku sedikitpun. Senyumnya yang selalu muncul saat aku sedang bersamanya pun tak ada. Janganka senyum, melirik sedikit ke arahku pun tidak. Aku pun jadi ingat, setelah aku kabur waktu itu, dia tidak pernah sekali pun mengunjungiku. Kenapa dia? Aku jadi penasaran.

Kakiku melangkah dari ambanh pintu sampai ke kursinku. Mataku terus meliriknya tapi dia sama sekali gak mau melirikku. Sampai akhirnya ku duduk di belakangnya. Kursi yang memang tempat aku belajar selama kelas XII.

"Welcome back, sayang!" sapa Clara.

Aku menjawab Clara dengan senyumanku.

Selama aku di skors, Clara selalu mengirim catatannya. Dia juga memberitahuku tugas-tugas yang akan dikumpul minggu ini. Padahal, aku tidak minta sama sekali. Ternyata masih ada orang baik di dunia ini.

Dari semuanya, aku hanya tertarik pada satu orang. Bahkan, aku tak memperdulikan Fachry. Dia duduk di belakangku. Tapi, aku sama sekali tak ingin berbalik. Aku hanya ingin mengetahui keadaan hati pria yang ada di depanku ini.

Tak lama setelah aku duduk, guru masuk. Semuanya mendadak diam dan langsung mengeluarkan bukunya. Begitupun aku yang melakukan hal yang sama.

Selama pelajaran, aku tak fokus sama sekali. Walaupun memang selama ini aku tidak pernah fokus kalau belajar. Tapi ini berbeda. Aku benar-benar fokus pada satu titik. Bahkan yang lain menyingkir dari pikiranku.

Aku mengambil secarik kertas kemudian menulis sesuatu di sana. Setelah itu, aku memberikan ke Yuta, menunjuk ke orang di sampingnya. Yuta pun memberikannya.

Cukup lama aku menunggu, ternyata tak ada balasan dari dia. Aku mengambil kertas lagi, kemudian melakukan hal yang sama. Yang terjadu pun sama pula. Dia sama sekali tak mau menjawab surat itu.

Aku memberanikan diri. Pulpen yang ada di tanganku aku gunakan untuk memanggilnya.

"Bima!" bisikku pelan.

"Bima!"

"Bim-"

"Ada apa Razka?" tanya bu Rahmi. Ternyata Bu Rahmi sudah memerhatikan ku sejak tadi.

"Ha? ini bu, Bima ngambil pulpen saya," jawabku seadanya.

Bima berbalik dan menatapku tajam. Melihat itu aku mengembangkan senyumku kemudian melambai. "Hai," ucapku tanpa bersuara.

"Bima, balikin pulpennya," ucap bu Rahmi.

"Eh, ini bu ternyata, dia udah balikin barusan," jawabku sambil menunjukkan pulpenku.

Bu Rahmi kembali melanjutkan pelajaran sementara Bima masih terus menatapku. Akupun jadi takut sendiri. Tatapannya ini berbeda.

Tiba-tiba Bima memegang tanganku, kemudian menariknya sampai kami di depan kelas. "Bu permisi, kami ada urusan mendadak," izin Bima dan kembali menarik tanganku sampai keluar kelas. Sebelum keluar, aku melihat ke Fachry dan dia sedikit panik. Aku bisa melihat, Fachry juga beranjak dari kursinya. Sampai akhirnya aku tak bisa melihatnya lagi, karena sudah keluar kelas.

Love Me Like You Do ✔️Where stories live. Discover now