XVI - Pelindung

5.6K 475 17
                                    

Setelah selesai berpakaian, aku langsung pamit ke nenek untuk berangkat. Kemudian ke taman belakang mau pamit ke kakek. Orang tua itu tiap pagi selalu memerhatikan burung-burungnya. Kakek memelihara burung. Tiap pagi dia selalu membawa burung-burungnya keluar rumah. Katanya menikmati matahari pagi.

Aku keluar rumah dan melihat sebuah mobil terparkir di sana dan seseorang berdiri di sisinya. Pria itu tersenyum waktu melihat aku sudah menghampirinya. Bisa aku akui, dia sangat manis kalau tersenyum. Karena aku orangnya ramah, aku ikut tersenyum juga. Dia adalah Bima.

"Selamat pagi," sapanya.

"Pagi."

"Dengan mas Razka ya?".

"Aduh salah mas, saya Raka."

"Aduh, yaudah gakpapa mas, mas aja yang saya antar."

"Oke," kami berdua masuk ke dalam mobil.

Setelah kami berdua masuk mobil, Bima mengambil hpnya lalu melihat layarnya.

"Dengan tujuan hati Bima ya mas?"

"Hahaha... Becanda mulu lo!"

"Hahaha," Bima menyalakan mobilnya kemudian langsung menuju sekolah.

***

Sampai di sekolah, Bima memarkirkan mobilnya. Kami turun dan jalan bersamaan menuju kelas. Aku dan Bima itu satu kelas. Sekadar informasi, Bima itu bintang sekolah. Dia punya banyak penggemar. Ini yang aku bingungkan di sekolah ini. Di sekolah ku dulu, gak ada yang namanya bintang sekolah. Semuanya sama saja.

Aku duduk di kursiku. Aku semeja dengan Clara. Gadis itu udah datang lebih awal. Selama aku sekolah di sini, aku gak pernah lihat Clara telat. Yang sering telat itu aku. Dan yang gak pernah ngerjain tugas, itu aku. Dan juga, aku sering bolos. Kebiasaan lamaku kembali. Aku gak bisa mengubahnya lagi.

Di sekolah ini, aku masih belum mendapatkan penggantinya Mr. Robert. Semua guru ini terlihat sama saja di mataku. Gak ada yang spesial seperti Mr.Robert dan Mr.Jackson. Belum ketemu mungkin. Satu lagi guru BK di sini tak sebaik bu Mia. Aku rindu bu Mia. Sebenarnya aku gak suka bersekolah di sini. Tapi, karena orang-orangnya humble, aku bisa bertahan.

"Ka, nanti temenin gue beli novel yuk!" ajak Clara.

"Yuk! Di mana?"

"Di Gramedia dong, masa di toko bangunan."

"Bener juga."

"Okey! Lo hari ini bareng supir lagi?"

"Enggak, gue tadi bareng Bima. Lihat aja tadi kita barengan masuknya."

"Ah... I see."

Tak berapa lama, Bu Siska masuk. Ibu yang urat wajahnya sudah putus. Soalnya, selama sebulan aku sekolah di sini, aku gak pernah lihat beliau senyum. Gak tau kenapa. Apalagi, materi yang dia pelajari adalah fisika. Mampus gak kalian? Aku sudah bolos sekali. Karena malas. Ini aja aku mau bolos lagi.

Pelajaran udah berlangsung 30 menit dan apapun yang beliau bilang gak ada yang masuk ke otakku. Otakku menolak hal yang seperti ini. Bukan tipeku banget.

Karena gak ngerti apa-apa, aku memilih untuk tidur aja. Persetan dengan itu semua. Ku tundukkan kepalaku. Menyembunyikkan wajahku biar gak kelihatan sedang tidur.

"Razka!" panggil ibu itu.

"Saya?" Aku langsung mengangkat kepalaku.

"Maju, kerjakan soal ini," bu Siska menunjuk papan tulis yang berisi soal.

Love Me Like You Do ✔️Where stories live. Discover now