XXXIII - Jadi Dewasa

4.7K 417 49
                                    

Aku tidak pernah berpikir harus melakukan ini. Aku cuma ingin semua nya berjalan baik-baik saja. Tak pernah terlintas dipikiranku untuk melakukan ini semua. Semuanya berjalan begitu saja. Walaupun sempat memikirkannya sekilas, tapi aku tak pernah serius dengan itu.

Kini aku hanya bisa menikmati hembusan angin yang menyentuh kulitku. Di depanku ada Fachry yang kini serius membawa motornya. Tak ada yang melihat aku yang kini memeluk Fachry dari belakang. Ini keinginanku sendiri. Fachry tak memaksaku untuk melakukannya. Yang ada, aku yang berinisiatif memeluknya. Menikmati hangat tubuhnya. Kalau bisa waktu berhenti sebentar saja agar aku bisa menimati tubuhnya lebih lama.

Aku memukul perutnya pelan. Yang dipukul pun menoleh sedikit. "Apa?" tanyanya.

"Mampir sebentar, aku lapar."

"Yaudah, dikit lagi ada yang jual bubur ayam, mau?"

Aku mengangguk. Tidak menahu Fachry melihatnya atau tidak. Tapi sepertinya dia sudah melihat dari kaca spion.

Beberapa meter, Fachry meminggirkan motornya tepat di depan gerobak penjual bubur ayam. Aku langsung turun dan menghampiri penjualnya.

"Kang, bubur ayamnya satu," ucapku.

Setelah aku memesannya, Fachry datang menghampiriku. "Kamu mau?" tanyaku.

"Gak usah, kamu aja."

"Yaudah."

"Gak pake lama ya kang!" pintaku.

Kami langsung mencari kursi dan duduk. Ini sudah pukul satu siang. Sementara aku tadi sarapan pukul 7 pagi. Wajar aku sudah lapar sekarang.

Kini aku tak memikirkan apa lagi. Entah mengapa setiap ada Fachry di sampingku, aku merasa tenang. Tak ada hal yang membuat aku harus memikirkan semua masalahku. Jika aku disampingnya. Aku merasa semuanya terlihat baik-baik saja.

Tetapi, jika aku di samping Bara, berbeda. Hanya saja, jika aku bersama Bara, aku juga merasa baik-baik saja. Tapi masalahku masih saja terlintas dipikiranku. Bara memang bisa membuatku melupakannya. Setelahnya aku akan ingat lagi. Berbeda dengan Fachry yang tanpa ada tindakan darinya, aku merasa nyaman berada di dekatnya.

Sejak tadi aku merasa Fachry memandangku sejak tadi. Sebagai manusia aku pastinya merasa risih.

"Apa?" tanyaku.

Dia hanya menggeleng. Tapi matanya terus menatapku. Tatapan itu sedikit membuat ku takut.

"Apasih lo!" bentakku.

"Kenapa kabur dari rumah?" tanyanya.

Mulutku langsung terkatup rapat. Pertanyaan itu mendadak membuat mulutku tak bisa berkata apa-apa. Aku langsung mengalihkan pandanganku ke yang lain. Agar bisa lolos dari tatapan Fachry yang tajam. Sangat menakutkan.

"Kok gak dijawab?"

"Bukan urusanmu!"

"Urusanku!"

"Kamu siapa?"

"Teman kamu kan?"

Seperti ada pisau yang menusukku dari belakang. Pengakuan Fachry bahwa aku adalah temannya adalah cukup membuat sesak di dada. Walaupun, pernyataan itu benar. Tapi, entah mengapa rasanya seperti berbeda. Seperti ada rasa tidak terima bahwa Fachry hanya berperan sebagai temanku dalam hidupku.

"Teman doang, yaudah gak usah kepo."

"Oh, yaudah," Fachry kini mengalihkan pandangannya.

"Udah?"

"Apa?"

"Gitu doang?"

"Trua mau apa?"

Tiba-tiba, akang penjual bubur ayam datang membawakan seporsi bubur pesananku. Dia meletakkannya tepat di hadapanku membuat aku sedikit terkesiap. Mataku kembali menatap Fachry. Dia tidak memperdulikanku lagi.

Love Me Like You Do ✔️Where stories live. Discover now