ARSENA: CHAPTER 7✔

3.3K 288 9
                                    

CHAPTER 7


Vien sedang berjalan santai menuju toilet, ia izin ke guru untuk sekadar buang air kecil. Setelah ia selesai melakukan panggilan alamnya, Vien berkaca sebentar untuk merapikan rambutnya. Ia tersentak kaget kala ada yang mendorong bahu nya kasar sehingga ia terhuyung kedepan dan pelipis nya menghantam kaca, namun untung saja tidak pecah.

"Aw!" rintih Vien, sedangkan orang yang tadi mendorong nya malah tertawa terbahak.

"Lo?! Kenapa lo bisa di sini?" tanya Vien kaget melihat orang itu bersekolah di sini, sedangkan orang itu memandangnya sinis.

"Slavienna Annetha, salah satu cucu dari keluarga Andreas." Ajeng mendeskripsikan lengkap nama Vien.

"Gue udah bilang, hidup lo gaakan tenang, bodoh! Selagi nyawa lo belum habis, gue gak akan biarin lo lolos gitu aja!" bentaknya. Namun Vien tak gentar, ia berusaha melawan. Perempuan itu malah mengikat Vien di wastafel sekolah. Vien berusaha berontak, namun upayanya gagal.

"Gue peringatin sekali lagi sama lo. Nyokap lo kecelakaan bukan gue yang tabrak, tapi orang lain. Dan niat gue baik untuk tolongin nyokap lo, polisi juga menyatakan kalo gue gak bersalah. Lo paham ata enggak?!" bentak Vien. Ia sudah cukup sabar, namun Ajeng keterlaluan.

Ajeng segera melayangkan tamparannya di pipi mulus Vien hingga sudut bibirnya mengeluarkan darah, namun Vien berusaha menahan rasa sakitnya.

Plak!

"Lebih baik lo gak usah ngelak. Sekali pembunuh ya tetap pembunuh!" bentak Ajeng. Ia seperti kehilangan akal. Ajeng segera mengeluarkan pisau kecil dari saku roknya dan menodongkannya ke wajah Vien.

"Lo mau ngapain?" tanya Vien gugup. Tersirat nada ketakutan, namun Ajeng seperti orang gila.

"Gue mau tusuk lo, kenapa?" tanya Ajeng menantang.

"Gue tau lo terpukul atas kepergian nyokap lo, gue tau lo orang baik. Cuma lo gak bisa nuduh orang seenaknya. Kalopun lo nuduh orang yang gak bersalah, itu pun gaakan bikin nyokap lo balik. Gue masih nganggep lo sahabat kok, karna apa? Lo orang yang baik dan tulus, tapi lo kayak gini juga karna lo terlalu larut dalam kesedihan lo. Apa lo tega, nuduh sahabat lo sendiri yang gak bersalah? Harus dengan bukti apa lagi kalo gue gak bersalah?" tutur Vien membuat Ajeng tersentuh dengan perkataannya.

Ia memang tak bisa menuduh sembarangan, padahal polisi juga menyatakan bahwa Vien tak bersalah.

"Ajeng, lo gabisa kayak gini terus. Kalo lo mau, gue bakal cari siapa pelaku sebenarnya. Mau gimanapun kita sahabat, Jeng. Persahabatan di atas segalanya, sampai setelah lo bully gue waktu itu gue cuma bisa pasrah karna gue di pindahin kesini bareng kakak sepupu gue."

"Kalo lo mau bilang gue pengecut karna aduan sama keluarga, it's oke, gue terima kenyataannya. Karna gue udah terbiasa terbuka sama mereka," lirih Vien, dengan cekatan Ajeng membuka tali yang mengikat di badan Vien lalu memeluknya erat begitupun dengan Vien. Ia sadar, ia salah.

"Vie, maafin gue. Gue tau gue salah karna udah main tuduh gitu aja, dan gak seharusnya gue bully sahabat gue sendiri di gudang waktu itu. Gue kemakan ego gue sendiri hiks. Maafin gue." Ajeng terus terisak di pelukan Vien.

"Iya, Ajeng. Udah ah, jangan nangis gitu." Vien mengusap air mata Ajeng.

"Yaudah, yuk ke kelas masing-masing nanti di cariin guru," usul Vien namun Ajeng menggeleng.

ARSENA [COMPLETED] ✔जहाँ कहानियाँ रहती हैं। अभी खोजें