[ 4 ]

4.8K 502 109
                                    

"...radang tenggorokkan, mungkin nanti bisa disertai flu dan pilek, karena sudah menunjukkan gejala tersebut. Ini memang sering terjadi tiba-tiba. Mungkin butuh waktu untuk penyembuhan. Perbanyak minum air putih, berikan makanan yang lembut, dan usahakan jangan terlalu panas. Karena pasti akan terasa sakit saat menelan."

"Baiklah, terima kasih."

Beberapa hari ini, Rion tidur dengan posisi setengah duduk. Karena kalau sepenuhnya berbaring, dia malah tidak bisa nafas. Apalagi pilek dan flunya benar-benar makin mengganggu. Dan lagi, ketika dibawa bicara, tenggorokkannya akan terasa sakit, jadinya dia banyak diam. Seperti bukan Rion yang petakilan, juga banyak tingkah.

"Makan sayang, waktunya minum obat."

Rion juga tiap hari makan bubur, sup, atau bahkan nasi tim. Lalu, dia belum terbiasa, ketika menelan obat-obat oral yang menurutnya besar itu. Bukan apa, obatnya suka nyangkut di kerongkongan. Dan pasti membuatnya mual dan otomatis, akan muntah.

Ini yang tidak Misha dan Anvar suka. Rion sakit. Sistem imunnya terbilang baik, malah lebih baik dari Aubee yang mudah sekali kelelahan. Karena kalau Rion, sekali sakit, bisa lama. "Udah, abis ini tidur."

Iya, kalau siang, Rion banyak tidur. Sebab, malamnya dia selalu terganggu dengan batuk yang sering muncul. Bahkan, sempat sesak suatu kali. Juga disebabkan karena hidungnya mampet.

~~~~~

"Sayang,"

"Hm,"

"Dua bulan lagi,"

"Kenapa memangnya?"

"Pertemuan keluarga." Anvar menghentikkan jemarinya, mengudara di atas keyboard laptop. Ya, dia bekerja dari rumah. Takut ada apa-apa dengan Rion. Jadinya, dia selalu siaga.

"Apa kita tidak usah kesana?"

"Tapi, ini wajib." Batin mereka tengah bergelut saat ini. Saling bertukar pandang, mencari solusi bersama.

"Iya, tahu, Rion juga nggak bakal menolak. Tapi, kamu tahu sayang. Disana dia nggak di terima layaknya Aubee. Aku cuma nggak mau, perasaan Rion terluka." Misha mengangguki apa yang Anvar katakan. Keduanya tahu, ini bukan salah Rion. Semua itu adalah murni kecelakaan atau bukan sekedar kecelakaan?

Tak ada yang tahu, Rion mendengar semua itu. Semua percakapan kedua orang tuanya di ruang keluarga. Rion menatap telapak tangannya pias, lalu mengepal kuat. Sorot matanya, nampak begitu sendu. Ingin dia menangis, tapi tak bisa.

"Maaf," Gumamnya.

~~~~~

Butuh waktu setidaknya dua minggu, untuk pemulihan. Bahkan Rion harus kembali ke dokter, untuk pemeriksaan ulang. Hari ini, dia mulai kembali sekolah.

"Smash!"

Sekelompok perempuan disana berteriak girang, ketika tim yang mereka dukung menang, 2-1. Ya, tim Rion, karena dia dipilih jadi kapten. Olahraga kali ini, diadakan pertandingan voli. Dan yang mencetak poin terakhir juga Rion.

Si rambut ikal, Tara mendekat, "Boleh juga, kenapa nggak masuk tim?"

Rion berpikir sebentar. Tapi, setelahnya, dia tersenyum miring. "Gue nggak suka di atur."

"Rion awas!" Berbalik, lalu mendelik karena sebuah bola tengah meluncur ke arahnya. Kurang beberapa senti, kalau saja Rion tak menghindar. Dan...

Buk!

Tepat, mengenai wajah, si Tara. Lalu Rion? Dia tertawa sekeras yang dia bisa. "ORIOOOONNNN!"

~~~~~

ORION ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang