[ 22 ]

3.3K 440 51
                                    

Harmoni kesunyian terasa begitu lekat. Hampir tak terjadi hingar bingar kekecohan. Tapi tidak di sekolah Rion. Ketika semester akhir telah selesai. Sekolah selalu mengadakan acara pekan olahraga untuk seluruh angkatan, walau kelas duabelas sudah hampir lulus, tapi memang itu keseruannya. Mereka yang mahir dalam bidang itu, berasa unjuk gigi dalam momen tersebut. Termasuk Rion, dia hampir mengikuti semua pertandingan tim, semingguan ini.

Dan yang membuat Rion semakin bersemangat, karena keluarga para siswa datang dan menjadi pemandu sorak secara tidak sengaja. Karena mereka berteriak heboh, selama pertandingan berlangsung.

Begitu senangnya, ketika Rion diusak kepalanya brutal oleh kawan-kawannya, saat dirinya mencetak poin terakhir pertandingan voli. Tim kelas menang.

Ekspresi wajah yang jarang ditunjukkan Rion, timbulnya suatu gerakan pada bibir serta kedua ujungnya, kerutan pula terjadi di sekitar matanya. Lebih dari sekedar senyum simpul siput. Nampak sangat bahagia. Melayangkan pandang ke Mama, dan Abangnya di bangku penonton.

Setelah selesai kegiatan hari itu, semua siswa diberi kesempatan berkumpul dengan keluarga mereka

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Setelah selesai kegiatan hari itu, semua siswa diberi kesempatan berkumpul dengan keluarga mereka. Dimanapun terserah mereka. Keluarga Rion memilih duduk di taman, di kursi piknik berbahan kayu, di bawah pohon. Menunggu Rion bebersih diri.

"Itu dia," Tukas Aubee. Melihat Rion berlari ke arah mereka. Berasak mendekati keluarga kecil itu. Salim dan memeluk Misha lama, menenggelamkan wajahnya pada ceruk leher sang Mama. Benar-benar melegakan, aroma seorang Ibu membuat Rion merasa sangat amat damai.

"Gue nggak?" Tanya Aubee, karena Rion mendadak anteng saja.

"Ogah," Seketika, Aubee menjepit leher Rion dengan keteknya dan berputar-putar. Rion berteriak karenanya, seraya memukul lengan Aubee berkali-kali.

"Udah, sih. Ya ampun." Sergah Misha, yang mulai jengah dengan mereka berdua. Berhenti, ketika Misha mengeluarkan kotak makan dari sebuah paper bag besar.

Auto lapar kalau sudah lihat yang nikmat-nikmat. Langsung disambar itu, sebuah hotdog. Dan dilahapnya rakus, tanpa disuruh. Disusul juga Aubee dan Misha.

"Maaf, ya, Papa nggak bisa kesini, ada urusan mendadak." Sesal Misha, padahal tadi sudah siap. Tiba-tiba ada klien menelpon, dan harus meeting pada jam itu juga.

Rion mengangguk disela kegiatan ngunyahnya. "Oiya, ada yang mau Abangmu sampein."

"Apwa?"

"Gue lolos seleksi awal calon penerima beasiswa." Rion berhenti memamah sebentar, lalu melanjutkannya menelan sebelum bicara. "Masih lama, sih, jadwal tesnya."

Mengembang manis bibir Rion, "Selamat." Pemuda itu tak tahu mau bilang apa. Berarti, nanti Rion benar-benar sulit bertatap muka dengan Aubee. Kecuali kalau lagi liburan semester. Tapi, tak menuntut kemungkinan, jadwal off mereka tidak dalam waktu yang bersamaan.

Yah, mau gimana lagi? Aubee juga punya mimpi, kan? Rion juga punya, tapi tidak tahu impian apa yang harus dirinya wujudkan. Serius, Rion masih tidak paham dengan tujuan hidupnya. Ya, itulah Rion. Mereka sudah berbeda jalur. Harus menempuh rutenya masing-masing. Tapi tetap saja, cuma Aubee yang bisa menemaninya di rumah. Dia sudah macam sahabat, di luar statusnya sebagai Abang.

ORION ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang