[ 8 ]

3.6K 424 130
                                    

Tidak ada yang terucap dari bibirnya. Karena memang dia tidak tahu kemana gerangan sang adik berada. Dia hanya bisa membawa tas ransel milik Rion. "Mm, tadi katanya dia mukul Tara."

"Memang apa masalahnya? Sampe harus mukul?" Anvar begitu geram mendengar penuturan Aubee. Bukannya Aubee mengadu, lagipula memang itu yang terjadi. Lalu Aubee harus apa? Mengarang? Percuma saja, Anvar tidak akan terima. Dia akan memaksa Aubee untuk berkata sejujurnya.

Mereka memilih opsi pulang tanpa Rion. Daripada harus menunggu di sekolah. Sialnya pula ponsel Rion juga ada di ransel, menghubunginya pasti juga perbuatan yang sia-sia.

Misha dibuat ketar-ketir ketika keduanya sudah di rumah. Ini pasti ada sesuatunya, tak mungkin tidak. Tara sudah Aubee hubungi lewat ponsel Rion di dalam grup kelas. Yang bahkan nomor temannya tidak ada yang Rion save, semua hanyalah nomor saja. Jadinya, Aubee harus memeriksa satu persatu profil mereka untuk menemukan Tara.

Privasi, Tara bilang masalahnya sedikit rumit karena urusan yang diungkit berhubungan dengan saudaranya. Namun, dia juga menjelaskan bagian dia menyebut Rion. Mungkin itu jadi sebuah alasan Rion memukulnya. Hanya itu yang Tara jelaskan. Semua sudah terjawab dari sudut pandang Tara. Tinggal menunggu Rion pulang dan menjelaskan dari sudut pandang dirinya. Agar tak terjadi salah paham dan membuat semua jadi rumit. Hal-hal demikian perlu komunikasi yang intens.

~~~~~

"Maaf." Akhirnya, Rion bisa menahan hawa nafsunya. Dia masih waras. Dan beruntungnya mereka semua mengerti dan tak memaksa. Rion cuma ngemil kacang, yang mereka sediakan sebagai teman. Juga mendengarkan ocehan gila mereka setelah mengkonsumsi pil. Mereka menyebutnya pil koplo, bukan dangdut, ya? Atau dalam bahasa ilmiahnya trihexyphenidyl atau pil warna putih dengan logo dobel L. Obat ini bisa menyebabkan ketergantungan. Pengguna juga akan kecanduan obat ini karena efek samping relaxasi. Ternyata lucu juga, bicara ngelantur, pokoknya mereka sungguh gendheng. Mereka membeli satu paketnya dengan harga dua puluh lima ribu dengan cara patungan, begitu yang Rion dengar dari anak-anak di depannya ini.

Belum cukup sampai disitu, mereka semua yang bahkan sudah teler, salah dua orang mengajak dua perempuan yang juga mabuk ke sebuah ruangan. Masing-masing satu. Rion menebak itu sebuah kamar, kelihatan dari sebuah kasur di lantai.

Apa mereka akan … tolong Rion! Jangan bayangkan! Tapi, Hey! Rion cowok, dia tengah menjajaki masa-masa pubertas. Yang mana masa tidak tahu macam begituan? Terus dia juga sudah tak suci otaknya. Ayolah! Di umur dia yang sekarang, dia sudah terbiasa nonton bokep. Anggap saja, sex edukasi. Rion tak akan asal menaruh benih. Dia sudah punya prinsip akan menjadi satu-satu harta miliknya hanya untuk istrinya kelak. Kurang laki gimana, coba? Iya, kalau jodoh datang dulu sebelum maut.

Kata Keriting ketika masih sadar, rata-rata cowok STM pasti pernah melakukan hal-hal yang menurut mereka asik itu, ngepil, minum, lalu sewa lonte atau PSK kalangan siswi. Yah, buat apalagi? Kalau bukan buat gaya hidup. Mereka melakukannya tidak di satu tempat. Di kos-kosan si cewek juga sering. Kadang malah mereka menyetir kencang pas dalam keadaan tinggi. Adrenalinnya makin jadi saat itu, katanya. Walaupun tak semua. Mungkin hanya sekelompok dan segelintir manusia yang pikirannya edhan.

Sesaat setelah itu. Terdengarlah, suara-suara menggelitik ditelinga. Sebab ruangannya begitu dekat dengan tempat mereka duduk. Rion seketika panas, dong. Padahal dia tidak melakukan apa-apa. Daripada membuatnya lebih gila, Rion memilih keluar. Pergi ke teras. Meminimalisir sesuatu yang sedang tegang.

Menilik jam yang melingkar, Rion menyadari pasti Anvar sudah membawa Aubee pulang. Otomatis dirinya akan kena omel. Biarlah, itu sudah biasa. Sebuah normalitas untuk Rion. Kalau tak kena semprot bukan Rion namanya.

ORION ✔Where stories live. Discover now