7 BELAS (Bijak)

84 38 103
                                    

Biarkan kisah cerita cintamu mengalir sesuai skenario alam semesta.



Lintang kembali berjalan dengan gontai, kali ini lebih pelan dari yang sebelumnya, ia menghirup nafasnya berat kemudian melepaskannya disusul dengan bahunya yang merosot, kegiatan itu sudah berulang-ulang entah sudah berapa kali.

Kakinya ia sentak-sentakan pelan seperti sedang menendang batu-batu kecil di jalan, padahal sama sekali tidak ada batu-batu di sana.

Dirinya berpikir, apakah tindakannya selama ini sudah salah, apakah ia sudah terlalu ikut campur denga privasi keluarga Karin. Ah pusing sekali memikirkannya.

Pria bersurai legam itu mengangkat wajahnya yang sedari tadi menunduk, ia mencoba menetral emosionalnya sebelum dirinya sampai di rumah.

Tapi ada sesuatu yang membuat matanya memicing, memperhatikan pria dan perempuan yang berdiri sekitar lima meter dari depannya, lebih tepatnya mereka berdiri di depan pagar rumahnya.

Hei bukankah itu Wulan dan em... Langit, ah jadi pria yang menjemput adik perempuannya itu adalah Langit, hubungan mereka ternyata benar-benar serius.

Pria jangkung itu tersenyum-senyum sendiri melihat dua sejoli di depannya yang sedang berbincang dan tertawa, entah apa yang mereka bahas, tapi... kenapa mereka mendekatkan wajahnya. Ah tidak... ia harus mengacaukan itu, dasar tidak tahu tempat.

"Pepet terus gan." ujar lintang, membuat dua sejoli di depannya tersentak dan kikuk.

"Ganggu aja lu bujang." batin Langit.

"K_Kak Lintang."

"Kalian tadi ngapain?"

Mengerutkan keningnya, "Ngapain?" ujar Langit.

"Lah, malah nanya balik si jarwo."

"Ngapain gimana kak?, Wulan nggak ngerti." memiringkan kepalanya ke kanan.

"Kalian tadi mau ciuman kan, ngaku aja deh." ujarnya enteng.

"Hah!" ujar dua sejoli itu serentak.

"Hilih sok kaget lagi."

"T_Tadi tuh mata Wulan kelilipan kak."

"Iya, dan gue tiup-tiup matanya Wulan biar kelilipannya hilang." menggaruk tengkuk lehernya. "Jangan salah paham Lin."

"Alasan kalian tuh mainstream tau." terkekeh.

"Serius kak, Wulan nggak bohong."

"Terserah kalian deh bucin." melangkah meninggalkan dua sejoli itu kemudian berbalik, "Adegan yang tadi jangan di terusin, tau tempat dong." lanjutnya.

"Kalau bukan abang kamu, sudah ku tampol tuh dari tadi Lan." ujarnya menahan emosi.

Terkekeh, "Sabar ya, dia tuh memang suka jahil."

Pria jangkung yang sudah mengacaukan kemesraam adiknya itu membuka pintu rumahnya pelan, ia tahu kalau dirinya akan kena omelam oleh kumpulan orang-orang cogan di ruang tamu itu.

"Assalamualaikum, yang tidak jawab setan."

"Waalaikumsalam warahmatullahi wabarakatuh." ujar semua pria cogan serentak.

Menggeleng, "Lama banget Lin, bertapa ya kamu di indomaret." titah Bagas.

"Iya bang sekalian ngadem."

"Demi?"

"Ya nggak lah bang, tadi tuh ada urusan sama teman." ujarnya dembari meletakkan belanjaannya di meja.

CANDALA [Lebih Dari Sekadar Minder]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang