Chapter 64

40.3K 4K 230
                                    

Vote and comment please.
***

          "Hm, aku mengerti. Jaga kesehatanmu Hera, jangat terlalu banyak pikiran. Sampai jumpa." Yuna mematikan sambungan telponnya setelah mengatakan itu.

Dia kemudian menghela dengan napas yang cukup berat.

Sudah sebulan sejak kepergian Hera dari negara ini, tapi sampai sekarang Yuna masih saja mengkahwatirkan kondisi temannya itu.

Hera pergi sebelum menyelesaikan satupun masalah pernikahannya, dan meski Hera terus berbohong tentang kondisinya yang baik-baik saja, tapi Yuna sangat tahu bahwa tidak mungkin jika Hera tidak memikirkan masalah itu.... terutama Sean.

Hera tidak pernah membahasnya, tapi setiap kali mendengar Yuna menyebutkan nama pria itu, dia selalu terdengar sedih dan mengalihkan pembicaraan mereka, seakan dia ingin menyembunyikan kondisinya rapat-rapat, agar tidak ada yang tahu seberapa parah kehancuran yang diberikan pria itu padanya.

"Dokter Yuna Mahardika." Suara seseorang tahu-tahu mengejutkan Yuna.

Membuat dokter wanita itu terotomatis berbalik, dan mendadak kaku melihat bahwa Sean Aldarict-lah yang memanggilnya dan sedang berjalan mendekatinya.

"D-dokter Sean? Anda disini?" tanya Yuna gugup.

Berharap bahwa Sean baru datang dan tidak mendengar percakapannya dengan Hera barusan.

"Apa saya bisa berbicara dengan anda?"

Yuna memaksakan diri agar tersenyum sopan, bersiap untuk menolak, "S-saya akan melakukan case report sebentar lagi. Apa kita bisa berbicara lain kali? Saya akan mengabari anda jika case report saya sudah selesai."

"Dan membiarkan anda menghindari saya lagi?" tanya Sean dengan wajah datar.

Yuna mengerutkan dahi, "Saya tidak menghindari anda, dokter."

"Lalu apa yang anda lakukan selama satu bulan ini?"

Yuna menghela napas, mencoba untuk menenangkan keterkejutannya.

Dia memang sudah mati-matian menghindari Sean satu bulan belakangan karena pria itu selalu meminta Yuna meluangkan waktu untuk berbicara dengannya, meski begitu Yuna selalu saja berkelit, berkata bahwa dia memiliki jadwal operasi, jadwal diskusi, jadwal kontrol pasien dan beberapa alasan lain hingga dia bisa menghindar.

Yuna tahu apa yang akan dibicarakan Sean dengannya dan dia sama sekali tidak siap.

Yuna sering berkeinginan untuk mengatakan semuanya pada Sean karena Hera terdengar sedih setiap kali membicarakan pernikahannya, tapi Hera sedang ingin menghindari Sean hingga Yuna harus menahan diri, namun Yuna juga selalu merasa mereka berdua hanya melakukan hal bodoh dengan saling menghindar seperti ini karena tidak menyelesaikan masalah apapun, tapi Yuna tidak bisa mengatakan apa-apa setelah berjanji... dan semua itu membuat Yuna menjadi kesal pada dirinya sendiri.

Dia tidak bisa melakukan apapun untuk membantu meringankan masalah temannya.

"Baiklah, apa yang anda mau membicarakan?" putus Yuna akhirnya.

Dia melipat tangannya di depan dada saat menatap Sean dihadapannya yang semakin terlihat kacau setiap harinya.

Semua orang sedang ramai membicarakan ini, Sean Aldarict yang selalu terlihat dingin dan tampak tidak peduli pada apapun itu, tiba-tiba terlihat tidak baik-baik saja sejak beberapa bulan yang lalu, ketika pernikahannya dengan Hera yang berantakan karena kekasihnya datang.

Wajahnya pucat, tubuhnya mengurus, dan dia tampak selalu kelelahan seolah-olah dia terus saja kehilangan keinginan untuk hidup.

Pria itu juga nyaris tidak pernah pulang ke rumahnya untuk istirahat, selalu bekerja, selalu mengambil jadwal untuk operasi besar, selalu mengambil jadwal konsul untuk banyak pasien, selalu melakukan pertemuan dan rapat dengan beberbagai pihak, selalu berada di perpustakaan rumah sakit untuk mereview jurnal, serta tidak pernah kelihatan datang ke cafetaria lagi untuk makan siang.

Keadaannya sangat mengerikan.

Dan Yuna yakin, keadaan Hera pun sama mengerikannya.

"Dimana Hera?" Kata Sean, seperti dugaan Yuna.

Yuna menarik napas, "Saya tidak tahu."

"Jika anda tidak tahu, kekuarganya tidak tahu, lalu siapa yang akan tahu?"

"Bukankah anda suaminya? Seharusnya anda lah yang paling tahu dimana istri anda berada. Kenapa anda menanyakan hal itu pada saya?" Tanya Yuna.

Sean menunduk, menggertakan rahangnya kemudian mengusap rambutnya ke belakang dengan helaan napas yang terdengar sangat lelah.

"Karena selain Galaksi Kaenar, anda adalah teman dekat Hera. Anda tidak mungkin tidak tahu dimana dia pergi." Ujar Sean.

Dia mengangkat wajahnya dan melihat Yuna lagi.

"Saya tidak tahu." Kata Yuna, berusaha meredam keinginannya untuk menolong Sean yang sekarang tampak sangat putus asa.

"Dokter Yuna... saya mohon." kata Sean.

"Berikan saya petunjuk, saya tidak bisa terus disini tanpa melakukan apa-apa, sedangkan istri saya pergi dan masih terluka karena perbuatan saya."

Yuna meremas genggaman tangannya disisi tubuh untuk menahan diri.

Raut wajah Sean sangat menderita dan Yuna seperti mendapat gambaran bagaimana kacaunya Hera saat ini.

Tapi dia sama sekali tidak bisa membantu, karena bagaimanapun Hera sudah membuat permohonan padanya agar tidak mengatakan apapun pada Sean.

"Maafkan saya dokter, tapi saya sudah berjanji untuk tidak mengatakan keberadaan Hera pada anda."

***

          "Orang tuaku sudah pulang?"

Sean memasuki kediaman orang tuanya dengan tergesa-gesa. Beberapa saat lalu Lucas mengatakan bahwa orang tuanya yang sejak sebulan lalu menghabiskan waktu di Tokyo, untuk melakukan transaksi kerja sama dengan beberapa pabrik pembuat vaksin dan antivirus akhirnya kembali.

Setelah menyelesaikan dua konsultasi terakhir dengan pasien, dan tanpa mengganti baju OK* (baju operasi)-nya atau makan malam terlebih dahulu, Sean langsung menuju ke sini.

Dia berharap orang tuanya tahu dimana Hera, atau setidaknya mau memberinya bantuan karena pencarian yang dilakukan Sean selama ini sama sekali tidak membuahkan hasil.

Orang tua Hera, teman-teman Hera, bahkan orang yang pernah dekat dengan Hera benar-benar tidak memberikannya petunjuk. Seolah bekerja sama untuk menyembunyikan Hera, mereka semua membiarkan Sean berjalan ditempat tanpa mau sedikit pun membantu.

Harun, asisten ibunya yang terkejut dengan kedatangan Sean yang tiba-tiba segera mengikuti tuan mudanya itu. Wajah pria senja itu tampak sedikit gugup.

"S-sudah tuan Sean tapi ada orang yang sedang—"

Perkataan Harun dengan cepat terpotong dan Sean terperanjat setelah membuka pintu ruangan kerja ayahnya, lalu mendapati kedua orang yang bekerja dengannya tengah duduk di sofa di hadapan kedua orang tuanya.

"Apa yang kalian lakukan disini?" tanya Sean dengan wajah menyelidik pada pekerjanya.

Dia melirik amplop coklat yang tengah mereka pegang dengan curiga.

"Kenapa kalian mendapat itu dari orang tuaku? Bukankah aku sudah memberi kalian gaji bulanan Helen, Mina?"

Sean kembali melanjutkan langkahnya, mendekati kedua asisten yang dipekerjakannya untuk mendampingi Aileen dengan wajah mendingin.

Helen ragu-ragu menjawab, "D-dokter... itu,"

"Apa-apaan ini Ma, Pa?"

Namun Sean lebih dulu menyela, dia melirik kedua orang tuanya yang sedang menatapnya dengan tenang dan diam saja seolah sama sekali tidak merasa bersalah di sofa.

"Jawab aku Ma, Pa." Kata Sean, sedikit mendesak.

Dan ayah serta ibunya, Roan dan Irene Aldarict menarik napas dengan berat atas kedatangan putra mereka yang mengejutkan ini.

***

With love.
Nambyull

at: 12amWhere stories live. Discover now