3 | PERTEMUAN KEDUA

51.6K 6.8K 249
                                    

Wajah Fabian nampak lesu. Padahal harusnya Gie yang lebih lesu. Cowok itu makan steak tanpa selera. Sesekali ia menghela napas berat tanpa sadar.

"Ada apa, Koh?" Gie menggoyangkan gelas anggurnya untuk mengurangi alkohol sebelum ia menghirup aroma minumannya. Semua ia lakukan dengan gerakan anggun.

Fabian menggeleng lemah. "Bukan masalah besar, kok."

"Bukan masalah besar tapi keliatan tersiksa gitu." Gie meletakkan gelas anggurnya lagi. "Cerita sama Gie. Siapa tau bisa bantu."

Fabian terkekeh kecil. "Kamu nggak ada pengalaman."

"Try me. (Coba aja.)"

Akhirnya Fabian meletakkan garpu dan pisaunya. Ia juga menyingkirkan piringnya ke samping agar bisa meletakkan kedua tangan di atas meja. "I am in love and despair all at once. (Aku lagi jatuh cinta sekaligus putus asa secara bersamaan.)"

"Asisten Koh Bian yang blasteran itu, ya?" Tebak Gie asal.

Di luar dugaannya, Fabian terkejut. "Kok tau?"

Gie mengedikkan sebelah bahu. Padahal dia ngasal aja tadi. Ternyata tebakannya benar.

Kemudian Fabian menceritakan segala hal padanya. Mengalir saja seperti air. Gie memperhatikan setiap gurat ekspresi dari cowok yang disayanginya itu saat bercerita tentang sosok Ullie, asisten pengganti Andrea di kantornya. Bagaimana tingkah lucu Ullie, kecerobohannya, betapa enak masakannya, sampai akhirnya Fabian patah hati karena melihat video ciuman cewek itu dengan Aldo. Gie reflek melempar lap ke meja.

"Masa, sih?!"

Fabian mengangguk lesu.

"Cewek itu udah jelasin ke Koh Bian?"

Fabian menggeleng.

"Kok belum?"

"Belum sempat kayaknya."

"Padahal Gie kira dia suka sama Koh Bian juga."

"Tau darimana?"

Gie menunjuk wajahnya. "Ekspresi. Waktu di Paris dia nyamperin Koh Bian di kamar hotel. Gie bilang Koh Bian lagi mandi. Terus wajahnya kayak langsung berubah sedih gitu. Kecewa."

Fabian ingat benar kejadian malam itu. Dia dan Ullie sampai ribut di lobi hotel, jadi tontonan gratis semua orang. "Ullie salah paham sama kamu."

Gie tersenyum tipis. "Biarin." Ia menyandarkan tubuhnya ke kursi sambil menyilangkan kaki di bawah meja. "Try to listen to her. Kick her out of your life if she tries to bullshit you. (Coba dengerin dulu penjelasannya. Kalo dia cuma omong kosong, tendang aja dari hidupmu.)"

"Aku takut dengerin penjelasannya. Khawatir kalo semua yang kucurigai itu benar."

"Koh Bian nggak akan pernah tau jawabannya kalo nggak nanya. Betah amat tersiksa!"

Fabian menghela napas. Wajah lesunya sangat tidak disukai Gie. "Kalo beneran cinta, kejar aja, Koh! Kenapa buang-buang waktu jadi munafik? Hidup cuma sekali. Kalo terlalu berhati-hati nanti nyesal, lho! Kesenengan Aldo malahan."

"Tumben kamu bijak ngasih sarannya." Fabian menaikkan sebelah alis.

"Tempaan hidup." Sahut Gie lagi-lagi ngasal.

Fabian akhirnya tertawa. "Terus kamu sendiri gimana? Tadi bilangnya lagi bad mood. Kenapa?"

Gie terdiam sebentar sambil menghela napas. Satu tangannya mengelus kepala Dollar yang duduk tenang di kursi sebelahnya karena sedang tidur pulas. Kondisi Fabian saat ini membuat Gie tidak tega untuk curhat tentang keluarganya. Bisa-bisa malah membuat Fabian kepikiran.

mechanic&lover [selesai]Where stories live. Discover now