26 | WEDDING RING

47.3K 6.4K 295
                                    

Pukul setengah enam pagi tepat, Gie turun ke dapur. Dilihatnya sang ibu mertua sedang sibuk memasak. Ketika mendapati Gie sedang berdiri di ujung countertop, Mira tersenyum. Ia kagum melihat menantunya sudah cantik sepagi ini. Gie memang sengaja mengenakan gaun midi berbahan sutra dari Simone Rocha, yang menurutnya sederhana. Ia tidak mengenakan riasan apapun dan rambut pendeknya diikat tinggi.

"Pagi, sayang." Sapa Mira sambil mengiris wortel.

"Pagi, bunda." Balas Gie dengan suara lirih. Ia bingung apa boleh memanggil orangtua Galang dengan sebutan yang sama.

"Mau bantuin bunda?"

Gie menggigit bibir. "Gie belum bisa masak." Dia teringat akan insiden kebakaran di rumah Galang. Bagaimana kalau tanpa sengaja dia membakar rumah keluarga ini juga? Apa Galang akan menceraikannya?

"Nggak apa-apa. Belajar. Sini!" Mira menyuruh menantunya mendekat. Ia menyerahkan sebuah pisau pada Gie. Menantunya memegang gagang pisau dengan canggung. Ini kali pertama Gie menyentuh benda berbahaya itu. Tangannya agak gemetar. "Nggak apa-apa." Mira menyentuh tangan Gie yang sedang menggenggam gagang pisau, membuat Gie lebih berani.

"Potong seperti yang bunda contohkan, ya?"

Gie memperhatikan dengan seksama saat tangannya dituntun untuk memotong wortel sesuai ukuran yang diinginkan. "Ini mau dimasak apa?"

"Capcay. Galang suka makan capcay. Sayurnya yang banyak. Makannya bisa habis dua piring kalau sudah dimasakkin itu."

Gie manggut-manggut. Seingatnya Galang memang penyuka sayur-sayuran.

Mira melepaskan tangan menantunya, membiarkan Gie memotong sendiri. "Kamu sukanya makan apa?"

"Steak." Begitu ingat tentang mimpi buruknya dulu tentang Dollar yang jadi daging panggang, Gie buru-buru menggeleng. "Sekarang Gie suka makan apapun yang Galang masak."

"Oh, ya? Galang suka masakin apa?" Mira mencuci kol dan sawi di sink.

"Umm... banyak. Setiap masakan pasti ada sayurnya. Biar seimbang katanya." Gie tersenyum saat ia merasa mulai mahir memotong wortel dengan simetris.

"Dia pernah cerita kalo keahlian masaknya didapet dari bunda?"

Gie mengangkat kepala lalu tiba-tiba mengaduh dan melepaskan pisau. Jarinya berdarah.

"Aduuhh!" Mira meraih jari Gie yang terluka lalu membawanya ke mulut. Gie hanya terpaku di tempat. Ia tahu kalau air ludah memang mujarab untuk menyembuhkan luka kecil. Namun belum pernah ada yang melakukan ini untuknya. Bahkan Mami sekalipun. "Pasti sakit, ya?" Wajah Mira kelihatan bersalah. "Tunggu di sini, bunda carikan plester dulu."

Gie masih terpaku sambil memegangi jarinya saat Bunda menghilang. Ia memperhatikan luka memanjang yang terus mengeluarkan darah. Ini pertama kali ada orang yang peduli padanya selain Galang.

Tak berapa lama, ibu mertuanya sudah kembali dan langsung membalut jari Gie yang terluka dengan plester. "Nah, selesai. Gimana? Kapok masak?"

Gie menggeleng. "Gie mau bantuin bunda masak."

Mira memandangi Gie, kemudian ia tersenyum. "Oke, lanjut potong wortel kalo gitu."

***

Galang sedang mencoba membongkar gearbox dari bagian belakang mobil Lamborghini antik sang Papa. Karena letaknya agak tersembunyi, Galang harus membongkar bagian yang lain.

"Papa sih yakin ini karena konektor listriknya konslet, Lang." Derry mengipasi wajahnya dengan kipas sate yang ia pinjam dari tukang kebun. Cuaca hari ini memang cukup terik, padahal masih pagi.

mechanic&lover [selesai]Where stories live. Discover now