19 | ULTIMATUM

41.3K 6.1K 289
                                    

Gie membuka perlahan matanya yang terasa amat berat. Lampu gantung kristal yang ada di atas langit-langit menjadi satu hal yang pertama ia lihat. Gie merasakan kepalanya yang terasa amat pusing. Satu tangan terangkat untuk memegangi kepala. Begitu mengangkat lengan, dia terkejut melihat jarum infus terpasang di sana. Kini kedua matanya terbuka lebar. Ia sedang berada di atas tempat tidur putih. Bukan kamarnya. Bukan juga rumah keluarganya. Ia buru-buru bangkit duduk, mengabaikan kepalanya yang terus berdenyut.

Mendadak pintu kamar dibuka dari luar. Helena Tan masuk diikuti asistennya.

"Gie?" Buru-buru Maminya menghampiri Gie. "Pelan-pelan!" Ia membantu Gie duduk.

"Kita dimana?" Suara Gie sengau. Diliriknya tiang yang menyangga kantong cairan infus di sebelah tempat tidur.

"Kita lagi di rumah liburan keluarga." Jawaban Maminya membuat Gie mengernyit. Rumah liburan yang mana?

Kemudian Gie sadar kalau saat ini dia pasti sedang diasingkan. Mana mungkin Maminya mau memberitahu lokasi rumah liburan ini ada dimana! Mami kan selalu berada di pihak Opa.

Gie memegangi kepalanya lagi.

"Kamu sakit. Tadi dokter Evan sudah kesini untuk meriksa kamu. Kamu kena flu ringan. Banyak-banyak istirahat. Makan dulu ya, sayang?"

Gie menggeleng. Ia malas bertemu muka dengan siapapun dari pihak keluarganya.

Gie marah karena tiba-tiba dia diculik ke sini. Tanpa Dollar. Tanpa sempat berpamitan pada Galang. Ingin sekali rasanya dia membakar rumah ini.

Helena memberi isyarat pada asistennya untuk menaruh baki di atas nakas. Asisten itu segera keluar setelah melakukan apa yang disuruh.

"Selama ini kamu tinggal dengan laki-laki?" Tanya Mami.

Gie tidak menjawab. Untuk apa juga dia menjawab pertanyaan yang sudah jelas jawabannya. Dia kan diculik dari rumah Galang!

"Gie..." Mami menyentuh lengan Gie, namun cewek itu menghindar.

"Gie pengen sendiri dulu." Sahut Gie datar.

Mami menghela napas panjang. "Dimakan, Gie." Ia menunjuk makanan di atas baki. "Habis itu minum obat." Obat yang dimaksud juga sudah disiapkan di atas baki. Gie hanya mengangguk singkat. Tanpa berkata apa-apa lagi, Helena keluar dari kamar.

Sendirian di kamar membuat Gie merasa lebih kesepian. Ia memeluk kedua kakinya dan meletakkan dagu di atas lutut. Belum sehari berpisah dia sudah kangen Galang.

***

Kamar megah ini hanya berisi Gie seorang. Rasanya sunyi. Sesekali Gie mengintip jendela besar yang tertutup tirai putih. Banyak bodyguard yang berjaga 24 jam di sekeliling rumah. Di depan kamar Gie saja ada dua orang.

Pemandangan dari kamar Gie isinya pepohonan. Nampak sebuah gunung dari kejauhan. Jika Mami ada di sini, maka tempat ini pasti masih ada di Indonesia. Padahal awalnya Gie sudah berpikir kalau tubuhnya kemarin diangkut sampai Norwegia. Kadang-kadang keluarganya suka berlebihan.

Gie kangen Galang. Kangen Dollar juga. Dia kangen suasana di rumah Galang yang terasa seperti rumah yang sesungguhnya meski hanya ada mereka bertiga di sana.

Pintu kamar Gie dikunci dari luar. Dia tidak bisa kemana-mana. Makanan diantar tiga kali sehari bersama obat flu. Dokter Evan juga sesekali datang mengunjungi untuk memeriksa keadaannya. Selebihnya, Gie sendirian.

Mendapat ide baru, Gie melepas paksa jarum infus di lengannya. Ia mencari-cari sesuatu yang dapat dijadikan sebagai pengganti tali. Tidak mendapatkan satupun, akhirnya Gie menarik selimut tipis dari balik bed covernya. Selimut itu cukup tipis dan amat lebar hingga bisa dipilin menjadi bentuk memanjang. Gie melempar selimut itu ke atas lampu gantung dengan naik ke ujung tempat tidur. Setelah percobaan ketiga, akhirnya selimut itu nyangkut di sana. Ia menarik ujungnya dan menalikan dengan ujung yang lain. Sesekali Gie mencoba kekuatan tali buatan itu. Cukup kuat meski membuat lampu gantung bergoyang sedikit.

mechanic&lover [selesai]Where stories live. Discover now