24 | PULANG

51.3K 6.4K 289
                                    

Saat membuka mata, Gie tidur terlentang di tengah-tengah kasur. Bagian dadanya tak terlindung oleh selimut. Ia mengerjapkan mata sambil meregangkan tubuh. Matahari sudah bersinar. Entah jam berapa. Dia belum ingin beranjak dari tempat tidur. Sekujur tubuhnya sakit, apalagi bagian yang bawah. Tapi Gie suka jenis sakit yang ini. Gie tersenyum sendiri saat ingat kalau mereka baru bisa tidur jam empat pagi dalam kondisi kelelahan.

Ia mendapati Galang sedang tengkurap di pinggir kasur. Satu tangannya menggantung ke bawah tempat tidur. Tato angka romawi tercetak lumayan tebal di atas punggung Galang, membuat perhatian Gie teralihkan. Cewek itu tersenyum seraya mendekati Galang. Ia menciumi punggung lebar dan berotot milik suaminya, terutama di bagian yang tertutup tato, membuat cowok itu mengerang dan berbalik untuk memeluk Gie.

"Stop. Aku masih ngantuk, Gie."

Gie terkekeh. Tubuhnya tenggelam dalam dekapan Galang. Ia balik memeluk cowok itu dan menikmati kehangatan dipeluk oleh seseorang. Tak berapa lama, dia tertidur lagi.

***

Beberapa jam kemudian, Gie terbangun. Otaknya tiba-tiba dapat berpikir jernih. Tingkat kewaspadaannya kembali. Kemarin memang indah, tapi hari ini mereka harus siap menghadapi kenyataan. Gie buru-buru bangkit dari tempat tidur, dan segera mandi setelah memesan sebuah gunting pada layanan kamar.

Setelah mandi, sambil berbalut bathrobe, dia menggunting bagian bawah gaun bridesmaid/pengantinnya kemarin. Kini gaun itu hanya sepanjang lutut, membuat langkah kaki Gie lebih fleksibel.

"Sayaaanggg, banguuunnn!" Gie mengguncang tubuh Galang.

Galang menutupi wajahnya dengan bantal karena suara Gie yang berisik.

"Waktu kita nggak banyak, honey. Please get up!"

Gie tahu Galang mendengarnya, jadi dia kembali bersiap-siap. Mendengar nada mendesak dari suara Gie, Galang memaksa tubuhnya bangun. Ia bangkit duduk di atas tempat tidur. Dilihatnya Gie sudah berjalan mondar-mandir di sekeliling kamar, kelihatan sibuk. Gaun yang kemarin sudah berubah jadi lebih pendek, memamerkan kedua kaki Gie yang putih dan jenjang. Galang memperhatikan istrinya dari tempat tidur.

Usai berganti baju, Gie mengikat rambutnya jadi gaya pucca. Rambut birunya dibagi dua hingga menjadi tanduk bundar kembar di atas kepala. Sambil merapikan poni, ia mengeluarkan hp dari dalam tas. Hp itu ia nyalakan untuk pertama kali sejak Galang mengembalikannya. Jam di layar sudah menunjukkan pukul dua siang. Waktu mereka tidak banyak.

Gie mengetikkan sesuatu di hp. Lalu menghubungi seseorang.

"Selamat siang, pak Menteri!" Sapa Gie ceria begitu teleponnya diangkat oleh lawan bicara.

"Kok selamat siang, Regie?" Erick, Menteri Dalam Negeri setengah tertawa mendengar sapaan Gie.

"Eh, di Jakarta udah malem, ya? Jam... setengah delapan malam? Aduh, maaf ya pak. Gie lagi di Swiss soalnya."

Erick tertawa lagi. "Wah, lagi pamer, nih? Ada acara apa di Swiss?"

Galang menaikkan satu alisnya karena samar-samar mendengar suara laki-laki di telepon. Apalagi Gie berbicara dengan gaya kelewat ramah begitu. Melihat wajah mendung Galang, Gie menutup mic hpnya.

"Menteri Dalam Negeri." Beritahu Gie tanpa suara.

Jawaban Gie membuat Galang tambah heran. Kenapa Gie bisa punya nomor telepon seorang Menteri?

Tiba-tiba ia ingat. Oh, lingkungan sosial konglomerat.

"Jangan gitu dong, pak! Cuma ada acara kondangan aja, kok. Itu lho, cucunya Opa Hartono nikah."

mechanic&lover [selesai]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang