30 | TAN

41.4K 6.1K 264
                                    

Usai mendapat telepon dari Elsa, Galang langsung pergi ke rumah sakit tempat Opa Atmodjo dirawat. Cukup mudah menebak rumah sakit mana tempat keluarga Tan berobat karena klan ini punya rumah sakit mereka sendiri di tengah kota. Ia sengaja tidak memberitahu Gie karena khawatir istrinya itu akan bertindak ekstrim. Bisa-bisa hubungan antar dua keluarga ini langsung hancur sebelum sempat dimulai.

Galang langsung naik ke bangsal VIP di lantai paling atas. Begitu keluar dari lift, ia agak kaget melihat di koridor sudah banyak bodyguard yang sedang berjaga. Semuanya berpakaian hitam. Beberapa dari mereka merupakan wajah familiar karena Galang pernah melihat mereka di Swiss. Tanpa ragu ia berjalan melewati mereka, menuju meja resepsionis bangsal VIP.

"Ini betul bangsalnya pak Atmodjo Tan?" Tanya Galang.

Resepsionis berwajah datar di depannya mengangguk. "Ada perlu apa?"

"Jenguk. Saya suami cucunya."

Ekspresi resepsionis itu langsung berubah ramah. "Oh iya silahkan saya antar."

Galang mengekor di belakang perawat itu. Sepanjang perjalanan, ia ditatap oleh para bodyguard. Dari ekspresinya, mereka kelihatan sudah mengenali Galang. Perawat itu hanya mengantar sampai ke depan kamar.

Di depan pintu kamar rawat, Galang bertemu dengan Helena Tan yang baru keluar. Ibu mertuanya itu mengenakan gaun hitam. Ekspresinya agak terkejut ketika melihat Galang datang.

"Sendirian?" Tanya Helena Tan.

Galang mengangguk. Meski mereka belum pernah berkenalan secara langsung, nada suara Helena seakan menganggap mereka sudah akrab.

"Boleh ngobrol sebentar?" Giliran Galang yang bertanya.

Helena memandangnya dari atas kepala sampai ujung kaki dengan tatapan menilai. Meski Galang risih dipandangi begitu, ia tak mengatakan apa-apa. Cowok itu menunggu dengan sabar. Setelah beberapa detik, akhirnya Helena mengangguk. Seorang penjaga membukakan pintu untuk mereka.

Bangsal VIP ini mirip seperti kamar hotel bintang lima. Semua perabotan mulai dari sofa besar, ruang rapat, lemari es dua pintu, serta counter top dan bar stool juga ada di sana. Yang membedakan adalah adanya sebuah ranjang besar yang dilengkapi dengan peralatan medis yang berada di tengah-tengah ruangan ini.

"Papa, kita ada tamu." Kata Helena memberi pengumuman.

Helena memberi isyarat pada Galang agar mengikutinya menuju ranjang Opa Atmodjo.

Kali ini, Galang benar-benar dapat melihat dengan jelas keluarga Gie. Tubuh ringkih Opa Atmodjo dibalut baju rumah sakit. Rambut di kepalanya sudah tipis dan beruban. Wajahnya lesu juga pucat, namun tatapan matanya masih tajam. Aura di sekeliling pria ringkih itu sangat mengintimidasi. Tanpa diberitahupun, Galang tahu kalau sosok rapuh di depannya ini adalah orang paling berkuasa di sini. Tatapan Opa Atmodjo terus mengikuti gerak gerik Galang sejak Helena mengumumkan kedatangannya.

Opa Atmodjo menyuruh asisten yang berdiri di samping tempat tidur untuk keluar dengan isyarat tangan. Mereka memang kelihatan sedang membahas sesuatu saat Helena dan Galang masuk ke dalam kamar rawat.

"Selamat siang, pak." Sapa Galang sambil mengangguk singkat.

Opa Atmodjo tak menjawab. Ia terus menatap Galang dengan ekspresi dingin dan datar.

"Loh, kamu sendirian? Gie mana?" Seorang wanita berumur keluar dari toilet. Penampilannya anggun. Rambut berubannya digelung ke atas. Satu-satunya aksesoris yang dikenakan oleh wanita lanjut usia itu adalah sebuah kalung bermata hijau berukuran besar mirip giok. Galang menduga kalau dia adalah Omanya Gie.

mechanic&lover [selesai]Where stories live. Discover now