32 | BIRTHDAY DINNER

44.7K 5.8K 301
                                    

"Ada kiriman tadi pagi buat mbak Elsa. Udah saya taruh di meja. Oh, iya. Selamat ulang tahun ya, bu dokter!"

Elsa mengangguk sambil menggumamkan terima kasih. Ia langsung masuk ke dalam ruangannya. Hari ini tidak banyak janji dengan pasien. Jadi dia bisa belajar sambil meneruskan untuk menulis jurnal kesehatan sampai siang.

Masuk ke dalam ruang praktek, ia mendadak penasaran dengan kiriman sebuah kotak beludru hitam di atas meja. Di atasnya tertulis logo Tiffany & Co. Sebuah brand perhiasan terkenal.

Siapa yang repot-repot mengirim kado perhiasan untuk Elsa?

Dia langsung mengeluarkan hp dari dalam tas untuk menghubungi Galang.

"Halo, Lang. Lo ngirimin gue kado?" Tanya Elsa begitu panggilannya diangkat. Ia meletakkan tas jinjing di atas meja seraya memandangi kotak beludru itu.

"Ngapain gue kasih elo kado? Kan gue juga ulang tahun."

"Terus siapa, dong?" Elsa mendapati sebuah kartu ucapan dengan inisial 'G'. "Inisialnya G, masa bukan elo?"

"Mungkin Gie. Lo dapet apa emang?"

Elsa membuka kotak beludru itu. Sebuah pekikan tercekat di tenggorokan. Lidahnya mendadak kelu saat melihat satu set perhiasan custom dengan berlian-berlian kecil sebagai hiasannya. "Ini sih jelas Gie yang ngirim." Ujar Elsa begitu suaranya kembali. "Gue dikirimin satu set perhiasan berlian, Lang. Habis berapa milyar, nih?" Elsa geleng-geleng kepala. Tak habis pikir dengan kejutan ulang tahun ini. Ia mengeluarkan sertifikat perhiasan yang ditulis atas namanya sendiri.

Galang terkekeh di seberang telepon. "Semoga lo suka, deh."

"Terus elo sendiri dapet apa??" Elsa benar-benar penasaran. Kalau adik ipar saja diberi perhiasan mahal, apalagi suaminya?

"Nggak tau. Dia kayaknya lupa kalo gue juga ulang tahun hari ini." Tak ada nada kecewa dari suara Galang. Cowok itu memang tidak pernah hobi merayakan ulang tahun. Mengingatkan umur jadi makin pendek, katanya.

"Wah, kayaknya lo mau disurprise-in."

Galang terkekeh. "Pesawat papa sama bunda jam berapa nyampe sini?"

"Jam empat. Lo ato gue yang jemput?"

"Gue aja."

"Jadi lo inepin di hotel?"

"Iya. Papa sama bunda nggak mau tinggal sama kita. Biar adil, nginep di hotel aja katanya. Gie udah reservasi di Sheraton. Kan deket sama mall. Biar bunda bisa jalan-jalan. Reservasi restorannya gimana?"

"Gue udah pesan tempat, kok. Yang seruangan gede buat keluarga. Privat. Menunya juga udah dipilihin sama bini lo."

"Lo jadi pesan tempat yang kemarin? Lo kan nggak suka masakan Cina."

"Beberapa menu masih doyan kok gue."

"Yaudah, ketemu di sana jam berapa?"

"Jam tujuh. Biar gue aja yang jemput papa sama bunda dari hotel ke restorannya."

"Oke, deh. Ketemu di sana."

"Yuhuu. Bye."

"Bye."

***

Gie duduk gelisah di kursi. Galang yang sedang duduk di sebelahnya masih asik mengobrol dengan papa. Menyadari ketidaknyamanan Gie, tangan Galang terulur untuk menggenggam tangan sang istri. Tangan Gie balik menggenggam tangan Galang, mengharapkan support atas jantungnya yang berdegup tak beraturan.

mechanic&lover [selesai]Donde viven las historias. Descúbrelo ahora