28 | MOOD SWING

45.4K 5.8K 399
                                    

Galang dan Gie berhenti di sebuah tempat makan yang menjual menu legendaris kota Semarang. Soto Bangkong namanya. Tempat itu adalah tempat favorit Galang untuk makan setiap kali dia pergi ke Semarang. Kalau Galang menyebut menu itu sebagai soto, maka Gie akan menyebutnya sebagai sup ayam. Di antara semua masakan khas Indonesia yang pernah Galang kenalkan padanya, soto ini menjadi salah satu makanan favorit Gie. Sekali coba dia langsung suka. Apalagi kalau ditambah berbagai topping sate-satean.

"Tolong bayarin, aku mau ke toilet dulu." Karena sudah hampir jam sepuluh malam, mereka jadi satu-satunya pelanggan terakhir di warung makan itu. Gie yang sedang menghabiskan sate telur puyuh terakhir langsung mengangguk. Ia pergi ke kasir sambil membawa dompet Galang.

"Berapa?"

"Totalnya delapan puluh ribu, mbak." Jawab si kasir.

"Nggak salah itung? Kok murah amat?" Tanya Gie lagi untuk memastikan.

Si kasir menggeleng sambil tersenyum.

Gie membuka dompet Galang yang rupanya sudah penuh berisi uang cash pecahan seratus dan lima puluh ribuan. Cowok itu sengaja bawa uang tunai kemana-mana untuk jaga-jaga kalau dibutuhkan selama perjalanan. Gie terdiam sambil memandangi uang-uang itu. Ini pertama kali ia melihat dan menyentuh langsung mata uang Rupiah.

"Mbak?" Panggil si kasir lagi, ia juga ingin lekas pulang.

"Ah, iya." Gie mengeluarkan selembar uang seratus ribu dan memberikannya pada si kasir.

"Mbak, kembaliannya!" Kasir itu mencegah Gie yang hendak pergi seraya memberikan pecahan sepuluh ribu, lima ribu, dua ribu, dan koin sebagai kembalian.

Gie menerima uang-uang itu dengan wajah kagum.

Sepanjang perjalanan menuju mobil, ia memandangi lekat-lekat setiap pecahan uang yang baru ia terima dari warung makan. Galang sudah menunggu di mobil.

"Kenapa? Kurang?" Tanya Galang saat Gie masih menunduk waktu duduk di kursi sebelahnya.

"Jadi ini ya rupiah? Lucu banget gambarnya!" Kepala Gie mendongak untuk memandang Galang. Kedua matanya berbinar senang. Ia menunjuk gambar timbul di permukaan koin.

Alis Galang terangkat karena heran. "Nggak pernah liat uang tunai?"

Gie menggeleng. "Ini pertama kali. Cute banget!" Cewek itu tak henti mengagumi koin seribu di tangannya. Galang hanya bisa geleng-geleng kepala, lalu menyalakan mobil untuk melanjutkan perjalanan ke Solo.

Hampir tengah malam ketika mereka baru sampai di hotel berbintang yang sudah direservasi Gie selama perjalanan tadi siang. Kamar mereka tidak seluas kamar di Semarang, namun dilengkapi dengan sebuah kolam renang pribadi berpemandangan langit dan kota Solo.

Melihat kolam renang, Galang langsung pergi menceburkan diri sebagai bentuk relaksasi setelah seharian menyetir. Gie hanya duduk-duduk di pinggir kolam bersama Dollar sambil menikmati pemandangan. Langit malam ini cerah. Walaupun tidak bisa melihat bintang, Gie cukup puas.

"Indonesia makin banyak polusi cahaya, ya? Bintangnya nggak keliatan."

Galang tiba-tiba muncul di depannya lalu mengusap kedua betis Gie di dalam air. "Turun, yuk?"

Gie menggeleng. "Nggak bawa bikini." Gie memang hanya mengenakan gaun berbahan katun panjang tanpa lengan dari Ganni karena hawa cukup panas dan gerah. Ia menarik bagian bawah gaunnya sampai lutut agar tidak basah kena air.

"Telanjang kan bisa. Nggak ada orang juga." Galang tersenyum jahil.

Gie masih menggeleng. "Nggak mood berenang. Kamu aja. Asal nggak masuk angin nanti. Gie nggak bisa ngerawat orang sakit."

mechanic&lover [selesai]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang