EPILOG

90.6K 6.7K 596
                                    

Lima tahun kemudian.

Gie sedang duduk di kursi belakang golf cart yang membawa mereka ke kolam teratai tempat keluarganya sedang berkumpul. Gracia, bocah perempuan yang tahun ini genap berusia lima tahun duduk di sebelahnya. Ia mengenakan gaun yang senada dengan gaun yang dikenakan Gie. Keduanya sama-sama mengenakan kacamata hitam dengan bingkai edgy.

Di sebelah golf cart mereka, sebuah mobil roll-royce mini berpenumpang si kembar Luca dan Marien berjalan beriringan di bawah kontrol Mareta. Asisten Gie itu lihai menjalankan mobil si kembar lewat remot kontrol di tangannya.

Luca, si kakak menoleh untuk memandang Gie. Kacamata hitamnya melorot sampai hidung, dia jadi kesilauan. Marien buru-buru membetulkannya.

"Makasih, meimei." Luca mengusap kepala Marien, agak merusak cepol rambutnya.

"Sama-sama, gege." Marien mengangguk.

Gie tersenyum kecil saat melihat interaksi kedua anaknya. Tumben akur.

Rombongan itu berhenti di depan gazebo. Opa Atmodjo memaksakan diri untuk bangkit dari kursi demi menyambut cicit-cicitnya. Helena dan Yvonne sigap membantu di kanan kiri Opa Atmodjo.

"Tai lao yeee!!" Luca dan Marien berebut turun dari mobil mini mereka. Rok tutu Marien bergoyang kesana kemari saat ia berlari. Opa Atmodjo membuka kedua lengannya lebar-lebar untuk memeluk bocah-bocah itu.

Gie sedang mengajari anak-anaknya berbahasa mandarin. Pelajarannya dimulai dengan memanggil masing-masing anggota keluarga dengan sebutan yang benar, agar mereka terbiasa.

Gracia berdiri di sebelah Gie, setengah memeluk lengannya. Tangan Gracia terus menggandeng tangan Gie, sampai Oma memberi isyarat pada Gracia agar mendekat. Gie melepaskan genggaman Gracia agar bocah perempuan itu menghampiri Oma.

"Kok lama banget?" Yvonne menyenggol lengan keponakannya.

"Mereka nggak mau pulang dari rumahnya koh Bian." Adam -anak Fabian dan Ullie- menangis sampai kejang saat ditinggal pulang oleh si kembar.

"Terus Galang mana? Nggak ikut kesini?"

Gie menggeleng. "Dia lagi di rumah. Nungguin Euro lahiran. Sama sekalian ngebongkar mesin mobil yang baru dia beli." Ia memperhatikan Gracia yang tersenyum untuk pertama kalinya sejak mereka tiba di rumah ini. Senyumnya mirip Lea. Wajahnya juga amat manis.

Gracia memang lebih pendiam daripada si kembar. Namun kepekaannya tinggi. Ia selalu menghibur si kembar kalau mereka sedang menangis. Tipikal kakak yang baik.

"Pernah dengar kabar dari Lea?"

Lagi-lagi Gie menggeleng. Sejak Gie bertemu dengannya di rumah sakit dulu, dia tak pernah lagi mendengar kabar dari Lea. Cewek itu menghilang tanpa pesan apa-apa, meninggalkan Gracia bahkan sebelum sempat bertemu dengannya. Gie-pun tidak mencarinya. Ia merasa kalau Lea tidak ingin ditemukan.

"Tahun ini Gracia mau sekolah. Dia setuju home schooling. Gie nggak bisa ngebiarin dia ikut pergaulan anak-anak jaman sekarang. Bikin was-was."

Yvonne mengangguk. "Asal dia nggak terpaksa aja."

"Gracia penurut. Beda sama Luca Marien."

Gie tiba-tiba tersenyum. Galang yang memberi nama Luca sebagai bentuk penghormatan pada pastor Luca, orang yang menikahkan mereka di Swiss dulu. Sedangkan nama Marien diambil dari nama gereja Marienkapelle.

Mareta mendekat ke arah Gie, ia menyerahkan hp ke tangan cewek itu.

"Pak Galang telpon, bu."

Gie menempelkan hp itu ke telinganya, menyingkir dari gazebo agar suara Galang tidak kalah dari suara pekikan nyaring Luca dan Marien.

mechanic&lover [selesai]Where stories live. Discover now