7 | OBROLAN

43.7K 6.8K 269
                                    

Biasanya Galang bangun karena bunyi alarm. Pagi ini tidak. Dia terbangun karena sebuah tamparan di wajahnya, diikuti dengan sebuah tekanan berat di dada. Membuat dia kesulitan bernapas. Ketika Galang membuka mata, telapak tangan Gie menempel di pipinya. Dollar duduk dengan santai di atas dada, lengkap dengan lidah menjulur sambil terengah-engah.

"Turun!" Galang mendelik ke arah Dollar. Anjing pom itu menurut. Ia melompat turun dari kasur lalu mencakar-cakar pintu minta dikeluarkan. Cowok itu bangun dan duduk. Ia memandangi Gie yang meringkuk di sebelahnya.

Padahal semalam Galang sengaja tidur jauh-jauh agar mereka ada jarak. Ternyata Gie malah cari kesempatan untuk menempel di tubuhnya.

Cowok itu turun dari kasur untuk membuka pintu. Dollar langsung berlarian keluar. Mungkin ingin pup di litter box.

Galang langsung berbelok ke kamar mandi. Ia terbiasa bangun pagi agar bisa beli sarapan di depan komplek. Pagi ini dia ingin makan pecel lontong. Sebelum beli sarapan, biasanya Galang sempat jogging sebentar sambil menikmati udara pagi. Kalau sedang tidak kecapekan, beberapa hari sekali Galang pergi ke gym bersama Anton untuk olahraga. Dia selalu memastikan tubuhnya dalam kondisi prima. Hasilnya, ia merasa jarang sakit dan moodnya selalu baik.

Dua jam kemudian, dia kembali ke rumah. Lengkap dengan dua bungkus pecel lontong di tangan. Di ruang tamu, dia terpaku sebentar karena melihat Gie sedang berpose yoga sambil memejamkan mata. Cewek itu hanya mengenakan sports bra putih dan celana legging ketat abu-abu. Kelihatannya Gie sudah merasa seperti di rumahnya sendiri. Sampai-sampai ia cuek saja mengenakan baju minim bahan di rumah cowok.

Galang pulih dengan cepat. Ia buru-buru menutup pintu depan sebelum ada tetangga lewat dan melihat Gie. Bisa-bisa jadi bahan gunjingan se-RT.

"Sarapan." Galang bermaksud memberi pengumuman. Ia berjalan menyeberangi ruangan menuju meja makan.

"Gie sarapan pake granola sama susu almond." Gie membuka mata lalu bangkit untuk menyusul Galang di meja makan. Awalnya Galang mengira kalau tinggi Gie tidak jauh berbeda darinya. Nyatanya tinggi asli Gie sebenarnya cuma sebatas pundak Galang jika sedang tidak pakai hak tinggi. Cewek itu memang suka pakai hak tinggi kemanapun dan kapanpun. Hanya saat di rumah saja dia baru mengganti alas kakinya dengan sandal bulu seharga belasan juta rupiah. Setara dengan gaji dua orang karyawan Galang dalam satu bulan.

Gie duduk di kursi kosong, bersiap sarapan. Dahinya berkerut saat Galang mengeluarkan dua makanan berbungkus kertas minyak. Ia semakin mengernyit saat melihat apa yang ada di dalamnya. "Salad?" Kepala Gie mendongak untuk memandang Galang.

"Iya." Galang malas menjelaskan. "Lo nggak pengen pake baju dulu?"

"Nanti aja sekalian mandi. Mana sendoknya?"

Galang menyerahkan sendok dan garpu untuk tuan puteri Gie. "Yang ini nggak pedes. Buat lo." Ia mendorong sebungkus lontong pecel yang sudah diberi alas piring. Gie langsung mencobanya. Ia manggut-manggut, seperti seorang kritikus makanan yang sedang mencicipi menu baru.

"Enak." Ujar Gie singkat. Ia meletakkan sendok dan garpu. "Tapi Gie nggak suka." Ia bangkit dari kursi setelah mendorong piring pecel pada Galang. Cewek itu kembali melanjutkan yoga, mengabaikan Galang yang sebal karena kebaikannya disia-siakan.

"Nggak tau diri." Gerutu Galang.

"Gie dengar, lho!" Ujar Gie dengan mata terpejam. Respon itu dibalas Galang dengan sebuah dengusan sebal. Ia menarik kursi dengan kasar lalu makan selagi Gie melakukan yoga bersama Dollar di dekatnya.

Galang makan sambil membaca pesan masuk di hpnya.

"Gie."

"Hmm~~"

mechanic&lover [selesai]Donde viven las historias. Descúbrelo ahora