11. Si Penyair Gila

42 10 6
                                    

Lucu rasanya. Dia yang tak banyak bicara, mendadak jadi penyair gila setelah mengenal cinta.

* * *

"Eh, Lion, kamu dengerin aku gak, sih?"

Tepukan yang tidak terlalu keras pada pipi sebelah kiri lantas membuatnya mengerjapkan mata. Dia menatap Flower yang sedang memandangnya dengan bingung.

"Kamu kenapa diem aja dari tadi? Lagi mikirin apa, sih?"

Pertanyaan itu menyadarkan Lion bahwa tak terjadi apa-apa di antara mereka. Hanya suhu wajahnya yang memanas serta tangannya berubah dingin.

"Lagi mikirin apaan? Ditanya bukannya jawab malah bengong," gerutu Flower karena tak kunjung mendapat jawaban.

"Em, bukan masalah penting." Jangankan menjelaskan apa yang ia pikirkan, menatap Flower saja Lion tak bisa.

Flower menyipitkan mata, memandang Lion penuh selidik. Pada detik berikutnya, dia hanya berdecak seraya berkata, "Ah, ya, udahlah. Terserah kamu. Aku mau masuk aja kalau gitu."

Sepeninggal Flower, Lion lantas menghela napas lega. Dirinya merebahkan punggung pada sandaran kursi, mengusap wajah dengan kasar lalu menyugar rambut ke belakang.

"Astaga .... Bisa-bisanya gue mikirin hal begituan di saat Flower aja masih ada di sini?" Lion memegang dada, merasakan detak jantung yang menggila. "Udah gak waras, sih, gue ini. Sumpah deg-degan banget. Kalau Flower tau pikiran gue sekotor itu, kira-kira gue bakalan diapain, ya?"

Baru saja hendak menyalakan mobil untuk digunakan kembali, ponsel yang berada dalam sakunya malah berbunyi.

"Iya, Sam?"

"Lo lagi di mana, Singa?"

"Di rumah Flower. Baru anterin dia pulang. Kenapa?" jawab Lion sambil melirik pintu rumah Flower yang tertutup rapat.

"Gue, Fathan, sama Bian, lagi di tempat biasa nih. Lo nyusul juga, dong. Gak asik nih kalau gak ada lo."

"Iya-iya, gue ke sana sekarang. Pesenin gue kopi, ya. Pas gue sampai minumannya harus udah ada."

"Elah, Si Singa malah banyak maunya."

* * *

Menjelang sore, Flower mendatangi toko bunga AyuAnna Florist. Langkahnya baru akan melewati pintu berbahan kaca ketika seseorang membukanya dari dalam. Seorang laki-laki yang mengenakan kaus putih dan kemeja hitam sebagai luarannya terdiam beberapa saat ketika tatapannya bertemu dengan Flower.

"Hai, Flow," dia tersenyum ramah dan menyapa seperti biasa, "Baru dateng?"

"Hai, Mas Barli. Iya, nih, baru aja sampai. Kamu udah mau pulang, ya?"

Barli kembali menjawab usai menarik lengan Flower agar tidak menghalangi pintu saat dua orang wanita hendak masuk ke toko. Kini keduanya telah berdiri pada bagian lain di luar toko. Tepat di bawah rangkaian bunga-bunga yang dipasang indah dengan sedemikian rupa pada jendela.

"Iya, ini gue mau langsung pulang. Kayaknya kita udah lama banget, ya, gak ketemu?"

Flower mengerucutkan bibir seraya mengangguk dua kali. "Kamu, sih, sibuk terus."

"Aduh, gimana, ya? Lo, kan, tau sendiri mahasiswa semester akhir itu gimana? Gue lagi banyak tugas, Flow. Belum lagi udah disuruh ngurusin usaha orang tua gue. Makin sibuk, kan, jadinya."

Gadis ini tidak menjawab, hanya terus memandangi Barli dengan raut sedikit kesal. Namun, perasaan buruk itu berangsur sembuh karena sentuhan Barli pada puncak kepalanya.

20.12 Where stories live. Discover now