14. Gagal Melupakan

37 12 0
                                    

Kiss me one more time, Edel.

* * *

"Aku mampir dulu, ya? Capek."

"Bukannya abis ini kamu ada sparing basket, ya, di kampus? Nanti telat kalau mampir dulu."

Genta tidak mendengarkan. Dia tetap saja turun dari motor yang saat itu telah sepenuhnya terparkir di depan pagar rumah Flower. Bersamaan dengan tangannya yang membuka pengait helm, dia berkata, "Bentar doang, kok, Edel. Gak sampe sejam juga. Sekalian ini juga mau numpang minum."

Saat itu, Flower hanya bisa menghela napas pasrah seraya menatap Genta yang tengah mengaitkan benda pelindung kepala itu pada setang motor. Tanpa menunggu laki-laki itu selesai dengan urusannya, Flower lantas melangkah lebih dulu. Ia membuka pagar lalu berjalan di depan untuk kemudian disusul oleh Genta.

Keduanya masuk ke dalam rumah. Jika Flower menuju ke kamar, Genta memutuskan untuk langsung ke dapur dan membuka kulkas. Ia mengambil air putih yang memang selalu diisi penuh oleh Flower ke dalam botol besar. Bersamaan dengan itu pula, terlihat Flower keluar dari kamar dengan penampilan rumahannya.

"Edel, euphorbia yang di depan rumah itu gak pernah kamu siram atau gimana? Kering banget."

"Lupa, Mas. Sorry," jawab Flower seadanya.

"Penjual bunga masak lupa nyiram bunga? Bohong banget itu," ketus Genta dengan rasa kesal yang tergambar jelas pada wajahnya.

"Iya-iya. Nanti aku siram sampe airnya luber sekalian." Flower menyerah.

"Jangan sampe luber, Edel. Perhatikan juga media tanamnya. Awas, lo, ya, kalo sampe bunganya mati."

Flower berdecak, tak lagi membalas ucapan Genta tentang bunga euphorbia. Kini, ia beralih menduduki sofa dan berkata, "Sore nanti aku mau ke rumah Bima. Ada kerja kelompok."


Genta yang juga telah selesai menenggak air minumnya pun menyahut, "Berarti gak bisa liat aku sparing, dong?"

"Em, kayaknya, sih, gitu." Flower menatap Genta yang baru saja duduk di sebelahnya. Dilihatnya laki-laki itu berdecak kesal, seolah tak terima dengan perkataannya.

"Nanti kalau dia apa-apain kamu lagi, jangan diam aja, ya? Timpuk aja kepalanya. Biar gak kesenengan, tuh, anak."

Flower tersenyum lalu merapikan beberapa helai rambut Genta yang dinilai olehnya sedikit berantakan. "Iya, bahkan aku gak yakin kalau sore nanti Bima bakalan berani natap aku lagi."

"Jangan diberantakinlah, Edel. Ah." Genta berdecak seraya memindahkan jemari tangan Flower dari rambutnya.

"Siapa yang ngeberantakin, sih, Mas? Yang ada aku tuh lagi rapiin rambut kamu yang keliatan berantakan," jelas Flower tak terima.

"Rambut aku udah rapi, ya." Genta berdecak lalu kembali menata rambutnya bercerminkan layar ponsel Flower yang sengaja diambil olehnya. Akan tetapi, gadis yang satu ini tidak merespons lebih selain dari membiarkan napasnya yang berderu panjang.

Hari ini terasa begitu melelahkan. Mungkin karena dua jam terakhir pelajaran, ia habiskan di UKS untuk meredakan sakit di kepala. Wajar saja, cuaca sedang tidak baik-baiknya. Malam tadi terdengar gemuruh yang begitu besar di langit. Saat pagi tiba, langit malah terlihat cerah tanpa satu pun awan menutupinya. Kali ini, ketika Flower melongok ke arah jendela untuk menatap keluar rumah, dia akhirnya mendapati langit kembali terlihat gelap. Mungkin sebentar lagi akan hujan deras, begitu batinnya.

20.12 Where stories live. Discover now