13 | PERKELAHIAN

51K 6.4K 410
                                    

Setengah jam kemudian, listrik di rumah Mia sudah kembali menyala berkat Aiden. Selama setengah jam itu pula Mia dan Anton tak henti-hentinya beradu mulut, tidak memedulikan Aiden yang membetulkan listrik sendirian. Begitu tugas listrik selesai, Aiden duduk-duduk di ruang tamu Mia sambil makan nanas dan menonton perdebatan di depannya.

"Belum sebulan, gue udah hampir koit dua kali. Apes banget gue hidup di Surabaya."

"Lupa tah dek aku juga hampir koit?"

"Lah gara-gara siapa, mas?? Kalo situ nggak sok tau kayak tadi, kita nggak bakal kejang kena setrum!" Mia nyolot.

"Masih mending aku mau berusaha, dek! Daripada kamu yang cuma diem-diem aja ngeliatin!" Anton ikutan nyolot.

"Malah nyalahin gue! Tuh, liat TV gue jadi fix rusak gegara mas Anton!"

"Kan udah tak bilangin bakal tak ganti, dek! Minta berapa? Dua? Tiga? Sepuluh?"

"Begaya banget mo beliin gue TV sepuluh. Seratus sekalian!! Biar gue buka toko elektronik. Retribusi mas Anton hampir bunuh gue!"

"Astaga, dek! Aku tadi juga hampir modyar (mati), lho!"

"Makanya jangan sok tau!! Pake bilang mo ngerapihin komponen biar cakep, padahal masalahnya ada di antena!"

"Tak takoni saiki (Sekarang aku tanya), kamu ngerti ora (nggak) kalo masalahnya ada di antena??"

"Ya nggak ngerti!"

"Nah, yawes toh (yaudah, kan)? Podo nggak ngerti ne (Sama-sama nggak taunya)."

Mia mendengus, benar-benar tidak habis pikir bagaimana dua bersaudara Anton dan Ullie sama-sama konsletnya. Dia baru tahu kalau otak konslet itu turunan dan natural, alias bawaan alam.

"Udah malem. Mamaku sendirian ndek rumah. Tak pulang, ya?" Lanjut Anton lagi.

"Ya pulang sana! Bawa tuh nanas sekarung di belakang." Nada suara Mia masih kesal.

"Beneran? Kamu udah nggak doyan?"

"Sisain dua biji."

Anton berjalan ke dapur untuk mengangkat karung berisi nanas setelah menyisakan dua buah di atas meja makan.

"Mas Aid- mister, saya makasih loh dibelain malam-malam dateng ke sini. Ngomong-ngomong mister kenal Mia dimana?" Anton berhenti di depan Aiden, menanyakan hal yang sejak tadi ingin ia tanyakan tapi keburu diajak debat oleh si Mia. Karung nanas ia letakkan di atas pundak.

"Kenal di Swiss." Jawab Aiden seadanya. Ia masih menyantap nanas dengan tenang.

"Jangan banyak-banyak, om. Ntar perutnya panas." Tegur Mia saat menyadari mangkok nanas hampir kosong dalam pelukan Aiden. Kemudian ia memandang Anton yang masih berdiri dengan karung nanas. "Buruan pulang sana!"

"Iya, iya. Duh, pendendam ternyata kamu, dek." Gerutu Anton. Ia mengangguk singkat pada Aiden, "Pulang duluan, mister. Jangan lama-lama di sini, penunggunya barbar." Ia melirik Mia terang-terangan.

"Masih mau ngajak ribut?!" Mia otomatis ngegas sambil mendelik.

Anton ngibrit secepat kilat.

Ketika mobil Anton sudah keluar dari halaman, Mia duduk di sebelah Aiden sambil menghembuskan napas dalam-dalam, menenangkan dirinya.

"You okay (Kamu nggak apa-apa)?" Ini sudah yang kedua kali Aiden menanyakan itu sejak ia datang.

Mia mengangguk, "Makasih om udah mau ngebenerin rumah saya." Ia mengambil garpu dari tangan Aiden lalu menusuk sepotong nanas untuk dibawa ke mulut. Rasa manisnya meredakan emosi Mia. Ia mengambil sepotong lagi.

trouble [selesai]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang