14 | DEAL

45.8K 6.9K 359
                                    

Ruang rapat dipenuhi aura dingin mencekam. Semua manager proyek yang hadir di sana menunduk dalam-dalam di bawah tatapan tajam Aiden. Bahkan direksi yang ikut hadir tak dapat berkutik.

"Help me to understand why the protesters had the gut to shut down our site entirely (Ada yang bisa jelaskan bagaimana demonstran sampai bisa menutup lokasi proyek kita)?"

Mereka sedang membahas masalah demo warga di lokasi proyek di Sulawesi karena lokasi pabrik tempat mereka sedang melakukan pekerjaan sedang tersandung kasus pengolahan limbah dengan warga sekitar. Yang membuatnya kecewa, masalah ini dibiarkan berlarut-larut oleh mereka. Sebenarnya mereka ini becus kerja atau tidak? Kalau sampai proyek mereka terhenti, maka kerugian ratusan milyar sudah menanti di depan mata.

Pintu ruang rapat dibuka oleh Alan, butler yang bekerja pada keluarganya selama dua generasi. Sosok renta itu masih bisa berjalan tegap dan terlihat ingin bekerja sampai sepuluh dekade berikutnya. Di tempat ini, hanya Alan yang boleh menginterupsi rapat dimana Aiden sedang memimpin. Anggota rapat hari itu diam-diam saling pandang, cemas akan berita yang dibawa Alan, sang butler.

Alan berbisik di sebelah telinga Aiden, "C'est à propos d'elle (Ini tentang dia)."

"Amelia?" Aiden langsung menangkap maksud Alan.

"Elle a été arrêtée et conduite au poste de police (Miss Amelia ditahan di kantor polisi). Cela peut-être au niveau du commissariat de police, cela dépend de la gravité du délit (Masalah ini bisa langsung diselesaikan di kantor polisi, tergantung dari seberapa besar kerugian yang ditimbulkan)."

Aiden langsung bangkit berdiri, rahangnya mengeras. "Où (Dimana)?"

Alan mempersilahkan Aiden berjalan lebih dulu. Tanpa pikir panjang cowok itu langsung keluar dari ruangan dengan agak tergesa.

Rapat otomatis dibubarkan. Semua orang yang tersisa di ruangan itu menghela napas lega selepas Aiden dan Alan pergi.

***

Mia membersihkan bekas darah yang tersisa di atas bibirnya dengan ujung kemeja. Hidungnya ia kembang kempiskan, agar kerak darah bisa dibersihkan. Alisa menangis sesenggukkan di sebelahnya. Clara dan Renata duduk agak jauh.

Mereka dikurung dalam satu sel yang sama. Ini hanya sel sementara.

"Loh, kok diem? Ayo lanjut lagi berantemnya! Kalo di sini nggak ganggu orang jalan." Celetukan salah seorang petugas polisi disambut tawa teman-temannya. Petugas wanita juga hanya geleng-geleng kepala melihat mereka. Keempat orang penghuni sel itu bergeming. Clara dan Renata berpelukan untuk saling menyemangati satu sama lain.

Penampilan keempat cewek itu sudah mirip manusia gua. Baju robek sana-sini, rambut awut-awutan, luka dan bekas cakaran dimana-dimana. Bahkan kemeja Mia sudah dipenuhi darah kering.

Lima belas menit kemudian, orangtua Clara dan Renata datang bersama pengacara. Setelah pembinaan sebentar dan menandatangani dokumen, mereka berdua pulang duluan. Kini hanya tinggal Mia dan Alisa yang menghuni sel.

"Siapa yang dateng jemput lo?" Mia bertanya pada Alisa yang hampir ketiduran karena lelah menangis.

"Aku belum telepon siapa-siapa."

"Lo mau nginep di sini?"

"Nggak tau. Aduh, aku nggak bisa tidur nih kalo nggak keramas!"

"Lo dalem penjara, oneng! Malah mikirin rambut. Lagian lo emang bisa tidur di lantai adem begini?"

Mereka sedang duduk selonjoran di lantai dingin tanpa alas apa-apa.

"Aku lebih takut didatengin jenazah tanpa kepala yang kita otopsi tadi!"

trouble [selesai]Where stories live. Discover now