Chapter 7

709 75 4
                                    

Dulu, ketika saling bercerita. Tapi sekarang, kita hanya sebuah cerita. Percayalah, jika aku bisa, kembali pada masa itu, adalah hal yang kudamba.
🍂

Sumilir angin yang berhembus tenang, menerpa rambut Afkar setelah helmnya ia lepas. Seperti biasanya, lelaki itu langsung tersenyum hingga menampilkan gigi gingsulnya. Tidak tahu kenapa, melihat itu napas Anin seketika terasa tercekat.

"Maaf, gue gak bisa kalem tadi." Afkar menyodorkan buket kecil bunga yang ia bawa kepada Anin. "Selamat malam, Pacar," kata Afkar kemudian.

Anin menyengir, meringis, lalu segera mungkin mengubah ekspresi mukanya agar terlihat biasa saja. "Pacar lo bilang?"

Mendengar itu, Afkar menatapnya sangsi. "Eh, enggak-enggak. Maksud gue bukan gitu. Iya deh, gue ralat. Selamat malam, Mantan," kilahnya. Dalam hati, ada sedikit gelenyar aneh yang menjalar pada reaksi perasaan Anin. Semacam, menolak tapi menginginkan.

"Loh, kok malah diem?" Afkar bertanya setelah ia menyadari ada yang aneh dalam diri gadis itu. "Tangan gue capek tau, pegangin bunganya."

Tak mau membuang waktu, Anin langsung menerima bunga itu. "Dalam rangka apa?"

Afkar hanya tersenyum tanpa menjawab sedikitpun. Ia malah mengalihkan pembicaraan, dan menyuruh Anin segera naik ke motornya. "Lo udah siap, kan? Jaket biar ntar gak kedinginan, minyak kayu putih jaga-jaga kalo masuk angin, sama...,"

"Lo kira gue bayi gitu?" tukas Anin tajam.

"Ya ... maksud gue, biar ntar lo gak kenapa-napa gitu." Anin menyadari satu hal lagi. Dari dulu, Afkar selalu memberi perhatian dengan cara yang berbeda. "Ya udah. Gak usah marah-marah. Kasian cantik-cantik kaya setan."

Anin melotot tak suka. "AFKAR!"

"Iya sayang, iya. Ada apa? Kangen? Mau peluk? Boleh, sini-sini." Afkar tidak tahu, kalau tindakannya itu membuat tubuh Anin lagi-lagi mengeluarkan reaksi berbeda. Semacam kegugupan yang sempat ia lupa bagaimana rasanya. Anin langsung menaiki jok belakang yang tinggi itu. Sebelumnya, ia menerima helm yang Afkar berikan.

"Nin," panggil Afkar tanpa menoleh ke arah gadis di belakangnya. Anin pun hanya menggumam sebagai jawaban.

"Katanya, Dewi Aphrodite itu cantik. Tapi bagi gue, lo yang paling cantik," ucap Afkar membuat telinga Anin setia mendengarnya, bahkan otaknya telah bekerja untuk merekam suara Afkar saat mengatakannya.

"Lo lagi dapet ide baru buat gombal?" Pertanyaan Anin membuat Afkar mendengus.

"Lo bisa gak, sih? Setiap gue ngomong itu gak dianggep bercanda mulu?! Gue serius. Pake hati ini ngomongnya, pake hati!" Afkar menyangkal tidak terima.

Gadis itu menghela napas. Kemudian ia membalas, "Lo ngomong pake mulut kali. Lagian, mana bisa gue anggep omongan lo serius? Orang hubungan kita aja, dulu lo bercandain."

"Itu kan, dulu, Anin. Sekarang gue udah tobat. Udah ah! Ngerusak suasana aja lo. Padahal gue tadi mau romantis-romantisan. Eh malah dianggep cuma bohongan." Afkar mendengus bersamaan memakai helmnya dengan asal.

"Yang kali ini gue jujur. Terserah lo percaya apa enggak. Gue mau bilang, lo hari ini cantik, pake banget. Lo juga agak kalem, gue suka. Dan yang paling penting, lo udah perlakukan gue sebagai manusia. Gak seperti hari sebelumnya, yang berasa jadi makhluk gaib di dunia nyata. Gue seneng lo mau nerima ajakan gue. Gue pikir, ini kencan pertama sebagai mantan."

Anin mengerjapkan matanya berulang kali, mendengar perkataan itu terus terlontar dengan lancar tanpa jeda. Ia tidak tahu, harus membalas apa. Tapi, sedetik kemudian ia malah melontarkan kalimat yang membuat Afkar menggeram. "Lo tadi ngomong apa gimana?"

PASSADO (END) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang