Chapter 11

493 52 28
                                    

Tersenyumlah, tertawalah. Karena ketika kamu bahagia, aku pun juga merasakannya.
🍂

Anin berjalan lunglai menuju pintu utama rumahnya. Setelah kencan bersama Afkar sepulang sekolah tadi, rasanya, sekarang badannya sangat letih. Kepalanya juga terasa pening karena perkataan dan perlakuan manis Afkar tadi terus memutar di kepalanya.

Ia mendorong pintu dengan pelan. Dan ternyata, dari dalam Sonya juga hendak membuka pintu. "Eh, Mama," ujar Anin dengan cengiran kuda.

Sonya menaikkan sebelah alis. "Tumben pulangnya telat?"

Anin meringis. Ia memegangi tengkuknya. Merasa bingung harus mengatakan apa, karena ia sendiri juga tidak tahu kalau Afkar tiba-tiba mengajaknya ke bioskop. Setelahnya, ia merasa heran karena Sonya tiba-tiba tertawa geli. "Kenapa, Ma?"

"Yang baru kencan sama mantan, mah, pura-pura lupa, ya?"

Anin menganga lebar. "Maksudnya?"

Sonya pun mengangguk. "Jadi, tadi itu Afkar udah izin ke Mama. Mau ngajak kamu jalan dulu katanya." Dalam hati, Anin merasa dongkol mendengar itu. Namun, ketika perkataan Afkar selama di dalam bioskop tadi terngiang, tiba-tiba perutnya merasa tertekan.

Ia jadi teringat apa yang Afkar lakukan padanya tadi. Ketika ia mencari kursi barisan tengah, Afkar sengaja berjalan di depannya.

"Say--eh, maksud gue Anin. Lo jalannya di belakang aja," ujar Afkar tanpa melepas pegangan tangannya pada Anin. Seolah gadis itu adalah anak kecil yang takut hilang di tengah keramaian.

"Lah, kenapa?" Anin sedikit bingung.

"Karena gue calon imam, sedangkan lo makmum gue. Ya kali, lo di depan," jawab Afkar kemudian tertawa. "Enggak-enggak. Bercanda gue. Maksudnya, biar gue bisa cari jalan buat lo. Biar lo gak ketabrak-tabrak sama banyak orang."

Anin menuruti saja. Lantas, setelah mereka sampai di kursi penonton yang letaknya amat strategis, Anin lebih dulu dipersilahkan Afkar untuk duduk. "Nah, kalo yang kali ini, lo duluan aja. Biar kaya pangeran sama tuan puteri."

Lagi-lagi, Anin hanya diam. Otaknya sangat beku hanya sekedar untuk membalas perkataan Afkar. Ditambah lagi dengan napasnya yang memburu karena kegugupan.

Kemudian, berlanjut pada sesi nonton film sesuai tiket yang ia beli. Sebuah film terbaru yang diangkat dari novel. Mariposa. Di mana di dalamnya meledak adegan-adegan romansa anak SMA. Sesekali, Anin tertawa melihat aksi Acha--pemeran utama perempuan--mengejar-ngejar cowok super dingin bernama Iqbal. Di sampingnya, Afkar malah tidak tertarik dengan filmnya. Matanya terlalu erat untuk bisa dialihkan ke hal lain, selain memandang Anin yang tertawa-tawa.

"Hahaha, ya ampun. Gue ogah, dah. Suka sama cowok sebatu itu," ucapnya.

Setelah menarik napas. Afkar mendekatkan tubuhnya pada Anin. Membuat jarak antara bibirnya dan telinga Anin semakin menipis. Merasa terpaan napas di lehernya, bulu kuduk Anin meremang. Ia pun memberanikan diri menoleh ke samping. Tepat di mana mata elang yang meneduhkan itu menatapnya.

"Lo jangan suka sama cowok yang ada di film itu," bisik Afkar pelan.

Anin mengerjap. "Ke-kenapa?"

Tersenyum miring, Afkar menjawab, "Cukup sama gue aja lo sukanya. Jangan sama cowok lain. Gue gak rela. Afkar sayang Anindia."

"Gue mantan lo. Inget!" ketus Anin. Suasana hatinya tiba-tiba meredup.

"Tapi gue lebih sayang sama mantan gue, daripada gebetan baru gue," balas Afkar sembari menjauhkan tubuhnya.

Anin langsung melotot. "Jadi lo punya gebetan?" Terdengar nada tidak terima dalam bicaranya.

Bukannya menjawab, Afkar tertawa tanpa suara. Takut mengganggu orang di sekitarnya. Ia kembali mendekatkan diri pada Anin. Meletakkan kepalanya di bahu Anin walau sempat mendapat penolakan, sampai Afkar mendusur di kursi.

PASSADO (END) Where stories live. Discover now