Chapter 21

403 41 11
                                    

Besok, adalah hari di mana tidak ada lagi aku yang menunggumu.
Tidak ada lagi aku yang menemuimu.
Tidak ada lagi aku yang menemani di setiap sedihmu.
Karena besok, aku sudah benar-benar menjadi bagian dari masalalu.
Yang jelas tidak pernah berguna lagi dalam hal untuk bahagiamu.

🍂

Anin menatap kedua manik sendu milik seseorang yang kini berada di hadapannya. Sebenarnya, Anin merasa dirinya sangat jahat. Tapi, Anin tidak bisa memaksakan hatinya.

"Kenapa, El?" tanya Anin perlahan.

Anin menunggu jawaban Elvan dengan tenang. Tadi, Elvan mengirimkan pesan dan meminta Anin untuk bertemu di taman dekat kompleks rumah Anin.

Elvan menarik napas sejenak. "Apa kamu sudah bahagia sekarang?" tanyanya. Mata Elvan tidak pernah berpaling sedetik pun menatap Anin.

"Seperti yang kamu lihat, El. Aku bahagia dengan pilihanku," jawab Anin sembari tersenyum tipis.

Mata sendu Elvan kini semakin redup mendengar jawaban Anin. Tapi itu hanya sebentar. setelahnya, Elvan segera mengubah ekspresi menjadi tersenyum manis menatap Anin. "Kamu yakin, kalo nanti pilihan kamu bakal mencintai kamu dan gak bakal nyakitin kamu lagi?"

Anin mengernyitkan dahinya. "Untuk apa Elvan bertanya seperti itu?" batinnya. "Kalo itu aku tidak tau, kalo kamu mau tau mending tanya sama Afkar."

Elvan mengangguk. "Apa kamu yakin dengan pilihan kamu sekarang? Jika iya, maka tugas aku telah usai."

Anin mengerut dalam. "Tugas? Tugas apa?" tanya Anin bingung.

"Tugas untuk menjaga dan mencintai kamu. Waktu kita putus, aku pernah berjanji agar aku tetap berada di sisi kamu sampai kamu menemukan pengganti aku, sampai kamu yakin dengan pilihan kamu." Elvan memberi jeda sejenak.

"Sekarang tugas aku udah selesai, kan? Jadi mulai sekarang, apapun yang kamu lakukan aku gak bakal ikut campur. Aku gak bakal chat kamu lagi, jemput kamu, anter kamu pulang kalo gak ada yang nganter, dan sebagainya," ungkapnya dengan senyum tertahan.

"Kenapa tiba-tiba?" Anin menggigit bibir bawahnya.

Elvan menggeleng pelan. "Apanya yang tiba-tiba? Bukannya ini yang kamu mau? Kamu tidak suka aku ikut campur urusan kamu sama Afkar, kan? Jadi, mulai sekarang aku bakalan benar-benar mundur dan ngelepas kamu bersama Afkar," katanya. Elvan menggenggam kedua tangan Anin yang sedikit bergetar.

Angin berhembus tenang. Menerpa sebagian rambut Anin sampai menutupi wajah gadis itu. Elvan mengambil sejumput surai yang menutupi mata Anin, lalu ia selipkan di belakang telinga gadis itu. Tangannya yang dingin mengelus pelan pipi Anin.

"Hebat ya kamu. Udah bikin aku jatuh sejatuh-jatuhnya dalam asmara. Tapi, sekarang aku sadar. Kalo bahagiamu, akan berganti seiring waktu. Dan sekarang, waktu giliranku sudah berakhir. Bahagia selalu, Anin. Aku sayang kamu. Tapi maaf, seperti permintaan kamu, aku pergi."

Elvan tersentak menatap manik mata lawannya yang mulai berkaca-kaca. "Kamu jaga diri baik-baik. Jangan biarin air mata kamu netes lagi untuk hal-hal yang membuatmu merugi. Sudah cukup selama ini kamu menangis, sekarang kamu harus bahagia!"

Elvan meneguk ludahnya. Tenggorokannya terasa kering mendadak. Napasnya kian sesak. "Oh iya. Kamu jaga kesehatan. Jangan lewat jadwal tranfus. Makan yang banyak, istirahat kalo capek. Jangan pernah memaksakan diri, Nin. Karena aku juga lemah. Tidak sekuat yang kamu kira. Aku juga sakit, sama kaya kamu."

Elvan menghela napas pelan. Lalu, dia melepas genggaman tangannya dan berjalan menjauh dari Anin. Dia tidak sanggup jika harus menatap Anin dalam keadaan seperti ini. Rasanya ... dia ingin sekali memeluk Anin, tapi dia sadar jika Anin bukanlah miliknya lagi.

PASSADO (END) Where stories live. Discover now