Chapter 8

583 59 0
                                    

Aku dan dia sama. Hanya seseorang di masalalu bagimu. Tapi, aku tidak bisa terima, kalau kedekatanmu dengannya, melebihi denganku.
🍂

Pagi telah hadir kembali. Memberi kesempatan pada sang surya yang hendak menampilkan diri. Bel masuk baru saja berbunyi 10 menit yang lalu. Membuat seluruh murid di sekolahan itu, berhambur duduk di bangku, dan siap menunggu pengajar memasuki kelas masing-masing.

Elvan tidak terlambat datang sekolah. Hanya saja, ia memasuki kelasnya belakangan. Tidak seheboh teman-temannya yang takut kepergok guru BK berkeliling. Cowok itu masuk dengan tatapan sayu. Seperti tidak tidur semalaman.

Setiap pergerakannya, Elvan merasa ditatap tanpa jeda oleh seseorang. Penasaran, ia pun menoleh ke belakang. Ia melihat Shannie yang sedang memandangnya aneh. Cowok itu menyatukan alisnya. Tidak ada perkataan apapun, ia memilih mengabaikan tatapan aneh Shannie padanya.

Berbeda dengan XII IPS 3, kelas XII IPS 1--kelas Afkar itu mengeluarkan suara kegaduhan yang luar biasa kerasnya. Hingga membuat kelas sebelahnya merasa terganggu.

Di dalam kelas itu, nampak seorang Afkar duduk di kursi yang diletakkan di atas meja. Membawa sebuah sapu, cowok itu berpose seperti sedang memainkan gitar.

"Gaes, gaesss! Katanya, kalo murid telat masuk kelas dihukum, terus kalo guru yang telat masuk kelas diapain?" Pertanyaan random itu terlontar begitu saja dari mulut Afkar. Teman sekelasnya langsung terbahak-bahak.

"NTAR DIHUKUM JUGA, AF!" seru seorang cowok berbandana merah di lengannya.

"Jawaban lo kurang berbobot, Sel. Menurut gue, lebih baik buat tulisan aja yang gede." Afkar mengalihkan pandangannya pada seorang cewek berambut pendek yang sedang rajin menulis sesuatu di buku. "Maya sayanggg. Lo, kan biasanya cerdas tuh, kalo buat tulisan-tulisan gitu."

Cewek yang dipanggil 'Maya' oleh Afkar tadi merotasikan bola mata. "Langsung aja, lo mau nyuruh gue ngapain?" tukas Maya kesal. Sebagai sekretaris kelas ini, ia kadang harus membuat hal-hal yang baginya tidak penting karena suruhan teman sekelasnya.

"Yah, peka banget lo. Jadi pengin sayangin," ujar Afkar sembari tersenyum. Melihat pipi Maya yang agak bersemu, ia kemudian berkata, "Tapi bohonggg! Soalnya gue udah ada pawangnya. Cantik dan baik lagi," katanya kemudian tertawa.

Itulah kebiasaan seorang Afkar Gutama Mahendra. Untung saja, cewek bernama Maya tadi hanya terbawa perasaan sejenak. Kalau tidak, mungkin dia akan sakit hati.

"Maya, tolong buatin tulisan yang gede," ujar Afkar lagi.

"Yang jelas Af, ngomongnya." Seorang cowok yang sedari tadi duduk di samping Afkar berbicara.

"Tulisannya apa, anjer!" Maya sudah geregetan melihat logat menyebalkan dari cowok itu.

Afkar langsung berlagak pura-pura berpikir. "Apa ya? Gimana kalo, 'guru yang telat datang, dilarang masuk kelas'?"

Seisi ruangan itu langsung meledak tawanya. "Yang bener aja lo, Af. Yang ada keenakan lo, gak jadi pelajaran," ujar Aksel--cowok di samping Afkar tadi.

"Maaf. Gue gak mau buat tulisan kaya gitu. Ntar kalo gurunya nanya, gue yakin lo bakal pojokin gue karena itu tulisan tangan gue," tolak Maya cepat.

Afkar melirik jam tangan hitam di tangan kirinya. Sudah hampir pukul 07.15. Tapi gurunya tidak datang juga.

"Gue mau panggil gurunya dulu ya?" Tiba-tiba seorang cowok berkacamata itu beranjak dan berkata demikian. Membuat seisi kelas langsung memekik tertahan.

"Mau gue tonjok, lo?!" Afkar mendesis tajam. Sedangkan cowok itu hanya menghela napas.

"Sekolahan ini udah ada peraturan. Kalo sepuluh menit gurunya gak dateng ke kelas, gue sebagai ketua udah tanggungjawab buat manggil. Kalo enggak, entar sekelas bakal dapet hukuman," ungkap cowok itu.

PASSADO (END) Where stories live. Discover now