Chapter 24

660 54 3
                                    

Baru saja dia percaya, akan cinta yang berbeda.
Sayangnya, semesta memang suka bercanda.
Lagi-lagi, dia terluka di kali kedua dengan orang sama.

Jika memang kini harus berakhir, lantas kepada siapa hati ini kembali berlabuh?

🍂

Anin menatap hampa ke arah depan. Elvan masih duduk pada kursi kosong di sampingnya. Untung saja, saat ini jam kosong karena guru ada rapat dadakan di kantor. Elvan dengan telaten mengoleskan salep yang tadinya ia ambil dari UKS. Setelah dirasa Anin tenang, ia pun bertanya, "Tadi kenapa bisa kaya gini?"

Anin perlahan menoleh. Matanya terlihat sayu ketika bertubrukan dengan manik gelap Elvan. Ia menggeleng lemah sebagai jawaban. Menghembuskan napas berat, Elvan pun memberi waktu agar Anin lebih tenang lagi.

"El," panggil Anin ketika Elvan sudah bungkam di sampingnya.

"Iya?"

"Aku mau nyusul Afkar," kata Anin lirih. Hal itu sontak membuat Elvan gusar.

Elvan memegang bahu Anin. "Nin, jangan nyusul Afkar. Gue yakin dia gak bakal macem-macem ke Shannie," ujarnya meyakinkan.

Mata Anin memandang Elvan dengan artian merajuk. "Kenapa, El? Kenapa aku gak boleh nyusul ke sana? Aku ke sana juga bukan buat ketemu Shannie. Tapi aku emang mau lihat Afkar ngapain aja." Anin menghela napas,  lalu kembali menyandarkan punggungnya pada kursi. "Aku lebih tenang kalo udah sama Afkar, El. Dia pacar aku."

Dan dengan luncuran kalimat itu, Elvan tersenyum miris. Ia memejamkan mata ketika belati tak kasat mata menusuk hatinya. Kata-kata Anin, terlalu kasar menamparnya untuk kembali pada pijakan, bahwa ia dan Anin hanya sebatas mantan. Elvan lupa, dirinya hanya sebatas masa lalu, yang mungkin tak seberarti waktu dulu untuk bahagianya Anin.

"Oh iya. Aku lupa cuma Afkar yang selalu berhasil bikin kamu tenang. Tapi, Nin, aku rasa lebih baik sekarang kamu di sini aja." Elvan memutar otaknya, mencari segala untuk mencegah Anin yang kukuh menemui Afkar.

Mendengar itu, Anin menghela napas gusar. "Salah, El, kalo aku jujur emang cuma Afkar yang bisa nenangin aku? Dia pacar aku, El." Anin pun beranjak dari duduknya. Gadis itu benar-benar lupa apa yang telah Elvan lakukan padanya. Inilah seorang Anindia. Akan egois pada waktunya.

Mata Elvan mengikuti setiap pergerakan Anin. Saat gadis itu mulai melangkah, ia dengan cepat menahan pergelangan tangannya. "Tolong, jangan pergi. Jangan temui Afkar buat saat ini," pinta Elvan.

Anin mengernyitkan kening. "Bisa beri aku alasan, kenapa kamu sangat melarangku buat ketemu Afkar?"

Elvan pun bungkam. Kalau dia jujur sekarang, mana mungkin Anin akan mempercayainya?

"Anin, jangan ya?"

"Kamu kenapa sih, El? Lepasin tangan aku. Aku mau ketemu Afkar!" Anin menghempaskan cekalan tangan Elvan. Setelahnya, ia berlari untuk mencari Afkar.

Mendapat perlakuan seperti itu, Elvan menatap gamang tangannya. Dalam hati ia bertanya-tanya, kenapa Anin sangat berbeda? Melupakan sakit hati pada diri sendiri, Elvan segera mengikuti langkah Anin. Setidaknya, kalau semua terbuka kebenarannya, ia siap menjadi sandaran pertama.

***

Afkar baru saja keluar dari kelas 12 IPS 3. Dia berkali-kali membuang napas kasar, ketika Shannie juga belum ia temukan di mana keberadaannya. Sekarang, cowok itu berlari menuju toilet. Ia berharap Shannie ada di sana karena gadis itu terbiasa mencuci muka saat amarah telah menguasainya. Dari mana Afkar tahu semua tentang Shannie? Semua akan terjawab nanti.

PASSADO (END) Where stories live. Discover now