Chapter 13

421 49 2
                                    

Kisah kita akan selalu menjadi yang terkenang.

🍂

Jam istirahat kali ini, Anin memilih makan di kelasnya tanpa harus ke kantin. Ia mengamati bekal di kotak merah itu dengan tatapan gemas. Melihat note yang masih menempel di kotak bekal, ia segera mengambilnya. Menggenggamnya erat, seolah itu adalah benda yang berharga.

"Baik banget sih, kamu," gumam Anin. Tak membutuhkan waktu lama, Anin segera membuka kotak itu dan melahapnya. "Enak," katanya di sela ia mengunyah.

Di saat matanya fokus mengarah pada makanan di depannya, tiba-tiba semuanya menjadi gelap. Anin terpelonjak karena tangan besar seseorang menutupi matanya.

"Kyaaa, kaget gak? Kaget dong," seru pemilik tangan itu. Anin tahu siapa dia. Dengan sigap, tangannya meletakkan sendok, dan beralih menarik kuat tangan orang itu agar tidak menutupi matanya.

"Afkar!" Dada Anin naik turun menahan geraman. "Bisa gak, sih? Sehari aja gak ganggu--" Anin mengerjapkan matanya ketika menyadari satu hal. "Loh, kok lo ada di sini? Bukannya kata lo tadi, mau bolos?"

Afkar mengedikkan kepala. Tangannya bersedekap di depan dada. Kemudian, ia berjalan pelan untuk mengambil duduk di sisi Anin. "Gue tadi lompat pagar belakang. Berhubung gak ada Papi Dudung, gue lolos deh, temuin cewek gue," katanya senang.

"Sinting!" ujar Anin kesal. Ia lalu melanjutkan kegiatannya yang sempat terhenti.

"Eh, eh. Itu makanan dari mana?" tanya Afkar. Ia menyadari bahwa selama ini Anin jarang sekali membawa bekal.

"Mau tau banget jadi orang," ketus Anin lalu memasukkan sesuap nasi goreng.

Afkar mendelik. "Lah, kalo tentang lo, gue Raja keponya."

Anin merotasikan matanya. "Lo bisa diem dulu gak? Gue mau makan dengan tenang aja gak bisa."

"Ya maaf, Sayang. Lo lanjutin aja dulu makanya," ujar Afkar memgalah. Ia diam mengamati Anin dari tempatnya, lalu matanya tidak sengaja menatap note yang tertempel di penutup kotak bekal. Ia menggeram kesal, tapi sepertinya lebih baik ia diam daripada nanti Anin marah kepadanya.

"Kok lo diem aja?"

Afkar mengerjapkan matanya beberapa kali, lalu menoleh. "Hah? Tadi lo ngomong apa?" tanyanya.

"Gak jadi," balas Anin malas.

"Emm, Nin...," panggil Afkar ragu.

"Apa?"

"Eh, anu, gak jadi. Lanjut makan gih biar cepet gede, trus cepet nikah deh kita," ujar Afkar.

"Gue gak mau ya nikah sama lo," tolak Anin cepat.

"Katanya, lain di mulut lain di hati."

Anin mendengus kesal. Ia sudah selesai makan dan segera merapikan kotak bekalnya kembali. Ia menyimpannya lagi ke dalam laci.

"Nin, ikut gue yuk?!" Afkar menarik tangan Anin yang sudah selesai merapikan alat makannya.

Anin mengernyit sejenak. Bukannya beberapa menit lagi akan bel masuk? "Lo gila? Bentar lagi bel." Anin menyergah cepat.

Afkar langsung merengek. "Ayolah, Sayang. Kapan lagi bisa bolos bareng kek di film-film gitu."

"Jadi lo mau ngajakin gue bolos? Gila beneran ya, lo?!" Anin menyentak tangan Afkar yang menarik-narik lengannya.

Afkar memanyunkan bibirnya. Ia seperti anak kecil yang tidak diberi uang buat beli mainan. "Anindia Maheswari yang cantiknya tiada tanding, baik hati pula, dan mantan tersayang Afkar. Mau, ya? Harus mau dong! Ntar Afkar kasi gulali yang manis, tapi tetep manisan Anin, gimana?"

PASSADO (END) Место, где живут истории. Откройте их для себя