Chapter 20

419 47 1
                                    

Cinta. Hanya satu kata tapi memiliki arti yang sangat luas. Dan di sela rasa itu, pasti akan ada kalimat ini, "ada yang datang, namun hadirnya tidak diharapkan."

🍂

Anin berjalan cepat tanpa memperdulikan Afkar yang tengah mengejarnya menggunakan motor. Beberapa meter lagi, mereka akan memasuki gerbang utama SMA Taruna Bangsa. Anin yang marah, meminta diturunkan jauh dari area sekolah.

"Sayang jangan marah dong. Afkar minta maaf, deh," rajuk Afkar di atas motornya. Ia melajukan kendaraan itu dengan kecepatan yang sangat rendah

Mendengarnya, Anin tidak menggubris sama sekali. Ia justru mempercepat langkahnya agar segera jauh dari Afkar. Tapi tetap saja percuma. Toh Afkar juga bisa lebih cepat mengejarnya menggunakan motor. Kakinya menapaki jalan aspal dengan taburan kerikil itu dengan tegas sampai terdengar hentakan kakinya.

Mengamati cara Anin marah, Afkar menggelengkan kepalanya. "Sayang ... kalo kamu berhenti nanti Afkar cium, deh," rajuknya lagi dan ajaibnya Anin langsung berhenti.

"Giliran mau dicium langsung berhenti. Duh, heran gue," ujar Afkar sembari menggeleng-gelengkan kepalanya dan tersenyum puas.

Afkar ternyata salah. Bukan, Anin memang menghentikan langkahnya. Tapi bukan karena ia ingin dicium oleh Afkar. "Orang tali sepatu gue copot," tukas Anin membuat Afkar seketika diam.

Anin jongkok untuk memperbaiki ikat tali sepatunya. "Makanya jadi orang jangan terlalu percaya diri."

Afkar memanyunkan bibirnya seperti anak kecil. "Duh, sama pacar sendiri kok tega bener," ujarnya. Anin langsung menatap tajam cowok itu.

"Lo lebih," balas Anin sembari memperlihatkan isi galeri ponselnya yang berisi foto Afkar dan Shannie. Melihat hal itu, Afkar tertawa membuat Anin mengernyitkan dahinya bingung. "Kok lo malah ketawa, sih?"

"Lagian, kan lo tau sendiri si Shannie orangnya kek gimana. Bukan cuman gue dong yang dia deketin, temen satu kelompok yang cowok semua dia pepet," ujar Afkar dengan sisa tawa tadi.

Anin memicingkan mata curiga. "Terus kenapa lo ninggalin gue? Gak ngasih kabar lagi. Gue tau, kok kalo ada tugas kelompok. Tapi seenggaknya, kasi gue kabar dikit, kan bisa."

"Um ... kemarin hape gue mati, jadi gak sempet buat hubungin lo. Lagian juga, kalo boleh jujur nih, ya. Sebenarnya ... gue kemarin lupa ada janji buat nganter lo pulang, jadi ya gitu ...," jelas Afkar sembari tersenyum kikuk.

"Dih, masa pacar sendiri dilupain," ujar Anin ketus. Setelah menghela napas dan meminimalisir otaknya untuk terlalu tegang, Anin pun berkata, "Gak apa-apa. Sorry yang tadi. Gue gak mau dicap jadi pacar egois." Ia pun berdeham.

"Gue kan cuma manusia biasa, Nin. Lagian lebih baik gue jujur, kan?" Anin mengangguk pelan menanggapi.

"Afkar minta maaf, ya. Afkar gak bisa janji buat gak ngulangin kejadian kemarin. Jadi, apakah pacar kesayangan Afkar ini mau memaafkan?" tanya Afkar dengan ekspresi yang ... sangat menggemaskan di mata Anin. Setelahnya, Afkar turun dari motor. Ia belum sampai di gerbang utama. Afkar maju beberapa langkah, lalu memegang kedua bahu Anin. "Ini sebenarnya salah gue. Meskipun lo udah tau kalo ada tugas kelompok, tapi, kan gue juga udah janji mau nganter lo pulang dulu."

Afkar mengernyit melihat mata Anin berkaca-kaca. "Lah, kok nangis?"

Anin menyeka ujung matanya. Ia lantas menghamburkan tubuhnya memeluk Afkar. Ia memukuli punggung tegap Afkar pelan. Anin sedikit terisak membuat Afkar membelalakan matanya.

"Jangan nangis, dong. Kalo mau marah, marah aja," kata Afkar mencoba menenangkan Anin. Ia juga mengusap pelan surai lembutnya.

Anin kembali menyeka ujung matanya. Kali ini ia menatap Afkar dengan penuh kasih sayang. "Gak tau kenapa, gue ... gue, ish! Intinya sayang banget sama lo."

PASSADO (END) Waar verhalen tot leven komen. Ontdek het nu