1.

277K 9.7K 807
                                    

Anna dan Adrian umur 14 tahun.

Sehelai roti tanpa selai ia gigit begitu saja, sedangkan tangannya menalikan sepatu putihnya dengan cepat. Anna merutuk dalam hati karena bangun kesiangan. Kedua orang tuanya sedang menginap di rumah neneknya untuk tiga hari kedepan.

Begitu selesai dengan sepatunya, Anna menyambar tasnya yang tadi ia letakkan di sebelahnya. Gadis itu mulai memakan dengan benar.

Tangannya meraih pagar yang menjulang tinggi itu lalu membukanya. Matanya melotot dan hampir saja terjatuh ke belakang jika tidak ada tangan yang menahan pinggangnya.

"Setengah jam aku nunggu." gerutu laki-laki di depannya ini.

Anna mengerjap polos kemudian ia mundur selangkah, membuat tangan laki-laki di hadapannya ini terlepas dari pinggangnya. Gadis itu mengunyah roti di mulutnya dengan cepat.

"Kenapa ga bangunin Anna sih?! Biasanya juga main nyelonong aja!" seru gadis itu kesal.

"Aku—"

"Sshht! Ayoo cepet berangkat! Bentar lagi bell!" katanya histeris.

Satu-satunya sahabat Anna itu mendengus pelan. Ia segera menaiki motornya lalu memakai helm. Anna pun segera naik dan menepuk dua kali bahu laki-laki itu.

"Jalan!"

"Bener-bener nih bocil!"

Langsung saja Adrian mengendarai motornya dengan kecepatan penuh. Di belakangnya, Anna berteriak-teriak menyuruhnya berhenti. Namun, laki-laki itu mengabaikannya.

Sepuluh menit kemudian keduanya berhenti di depan warung yang tidak jauh dari sekolah. Adrian menitipkan motornya di sana. Anna dan Adrian langsung berlari ke gerbang yang sudah tertutup rapat. Pak Toyib, guru BK sekolah mereka terlihat menatap keduanya dengan tajam.

"Adriaan! Roti Anna tadi jatohh! Dibilang brenti dulu!" rengeknya.

Adrian menatap Anna aneh. "Terus kalo brenti, mau di ambil gitu rotinya?" tanyanya lalu kembali menatap Pak Toyib yang sedang membuka gerbang.

Lagi-lagi Anna mengerjap polos. "Iya juga, masa mau Anna ambil lagi?" gumamnya pelan.

"Bagooss, telat sepoloh menit!" Pak Toyib menyilangkan kedua tangannya di depan perut buncitnya.

Adrian menyisir rambutnya ke belakang dengan santai, berbeda dengan Anna yang tubuhnya sudah kaku.

"Ini lho, Pak, Princess lama banget dandannya."

"Ini lhi, Pik, Princiss limi bingit dindinnyi. Pret! Bilang aja kesiangan." kumis Pak Toyib yang lebat itu terlihat bergerak-gerak lucu ketika pria itu mengucapkan kalimat barusan.

"Aa—"

"Diam!" Anna kembali merapatkan bibirnya. "Lari lima belas putaran di lapangan u-ta-ma!"

Langsung saja Anna dan Adrian melotot tidak terima. Lapangan utama sekolah mereka itu luasnya tidak main-main. Lari lima putaran saja rasanya sudah ingin pingsan, gimana lari lima belas?!

"Pak, tapi—"

"Cepat!"

Anna melangkahkan kakinya dengan cepat ke arah lapangan utama, sedangkan Adrian menghela napas dengan kasar terlebih dahulu.

Anna and AdrianWhere stories live. Discover now