12.

138K 7.7K 1.4K
                                    

Adrian mengusap bahu Anna yang masih menangis di depan makam Kelvin. Hanya tinggal mereka berdua bersama keluarga Kelvin. Teman-teman sekolah, guru-guru sudah pergi meninggalkan area pemakaman.

"Kelvin, kenapa tinggalin Anna?" tanya Anna bergetar.

Gadis itu terlihat begitu sedih, karena hanya Kelvin-lah temannya di sekolah. Meskipun menyebalkan dan suka menjahilinya, tapi Kelvin juga sering membantunya.

"Udah, Nak, nanti Kelvin sedih kalo kamu kayak gini." ucap ibu Kelvin yang memang sudah tidak menangis lagi dan mengikhlaskan putranya.

Beberapa menit kemudian mereka meninggalkan area pemakaman. Adrian dan Anna tidak langsung pulang, melainkan ke rumah Kelvin.

"Tante, sebenernya, gimana ceritanya Kelvin bisa kecelakaan?" tanya Adrian.

Ibunda Kelvin itu menggeleng. "Tante ngga tau, Dri. Tante ngga ngerasain firasat apapun dan tiba-tiba ada yang nelpon tante dan ngasih tau kalau Kelvin kecelakaan tunggal."

"Maafin Adrian, Tan, kalo aja Adrian nemenin Kelvin pulang—"

"Shh, ini udah takdir Tuhan. Mungkin ini yang terbaik untuk Kelvin, kita ga tau nanti ke depannya kayak gimana. Tante dan keluarga juga udah ikhlas."

Adrian mengangguk kecil dan merangkul bahu kecil Anna. "Udah, Anna, nanti Kelvin jadi sedih kalo kamu begini." Akhirnya gadis itu berhenti menangis dan mengusap air matanya dibantu Adrian.

"Anna, maafin Kelvin ya kalo banyak salah. Kelvin suka cerita kalo dia suka banget gangguin kamu." ibunda Kelvin kemudian tersenyum sendu. "Kelvin pernah cerita, kalo ada cewek lucu yang dia sukain. Cewek itu, kamu, Anna."

Deg!

Anna kembali menangis dipelukkan Adrian, sedangkan Adrian hanya bisa terdiam. Terkejut atas fakta yang baru saja ia ketahui.

Ibu Kelvin tersenyum menatap sepasang kekasih di hadapannya. "Tapi Kelvin juga tau, kalo dia ga akan bisa milikin Anna. Dia juga ga keberatan pas tau Adrian mau nembak Anna, Kelvin malah seneng, katanya."

"Tante ga bermaksud apapun. Tante cuma pengen ngasih tau aja ke kalian. Maafin Kelvin ya, Anna, Adrian." Adrian hanya mengangguk.

"Iya, Tante." jawab Anna singkat dengan suara seraknya.

"Kalian pulang gih, udah sore, besok sekolah kan."

Mereka berdua mengangguk lalu pamit dari rumah Kelvin. Adrian mengendarai motornya dengan kecepatan sedang. Ia kembali mengingat memori-memori bersama Kelvin. Padahal, sebentar lagi mereka lulus dan mereka sudah berencana memasuki sekolah yang sama.

Tidak ada lagi Kelvin yang ceria, tidak ada lagi Kelvin yang suka menjahili gadis di belakangnya, dan tidak ada lagi Kelvin, teman sebangkunya.

Rasa sedih masih melingkupi kelas Anna dan Adrian atas meninggalnya Kelvin seminggu yang lalu. Namun, mereka juga tidak ingin larut dalam kesedihan.

Suasana kelas begitu hening, karena para muridnya sedang mengerjakan soal-soal latihan. Begitulah keseharian mereka, belajar, mengerjakan soal, belajar, dan mengerjakan soal kembali.

Anna duduk di sebelah Adrian yang begitu fokus memecahkan soal matematika. Anna sendiri hanya bisa menggaruk kepalanya yang tidak gatal.

Gadis itu memang tidak bodoh, tapi tidak begitu pintar juga. Ia termasuk dalam tipe murid yang biasa saja, tapi kalau sedang rajin menjadi luar biasa.

Anna mencolek lengan Adrian menggunakan pensilnya. Ia berbisik memanggil nama laki-laki itu.

"Hm?" Adrian menoleh dan menatap Anna yang nyengir polos.

Anna and AdrianWhere stories live. Discover now