43 - Rindu

3.5K 376 174
                                    

Acha mengemasi buku-bukunya yang masih berserakan di atas meja. Selama pelajaran berlangsung, Dara yang biasanya tidak berhenti berbicara kini malah menjadi Dara yang pendiam. Entahlah, Acha pun tidak tahu sebab Dara seperti itu.

Saat Dara hendak berdiri, Acha mencekal pergelangan tangannya membuat Dara menoleh. Menatap Acha dengan tatapan tidak biasa. "Apa?" tanyanya sambil berusaha melepaskan cekalan tangan Acha.

"Duduk." Titah Acha.

Dara menggeleng. "Gue nggak mau. Kalo mau ngomong, ngomong langsung aja. Nggak usah basa-basi, gue sibuk. Mau jalan juga sama Zean," Dara melipat tangannya di depan dada.

Acha mengangguk. Ia berdiri dan berhadapan dengan Dara. Membiarkan resleting tasnya masih terbuka setengah. "Sejak kapan lo deket sama Zean?" tanya Acha to the point.

Dara tertawa pelan. "Sejak ... dulu?"

Alis Acha terangkat sebelah. Apa maksudnya sejal dulu? Apakah Zean dan Dara sebenarnya sudah dekat sebelum dirinya? Tetapi jika benar begitu, mengapa Zean mendekatinya?

"Acha, Acha ... lo tuh jadi cewek jangan bego-bego banget kenapa sih, hem? Sebenarnya, Zean itu nggak suka sama lo. Dia cuman kasihan aja, dan alasan kenapa Zean ngedeketin lo itu karena dia mau tahu info tentang gue. Jadi cewek nggak usah kepedean makanya!" tandas Dara. Nada bicaranya pun sedikit ketus.

Acha tersentak. Sejak kapan Dara bersikap seperti itu padanya? Selama bertahun-tahun bersahabat, baru kali ini Acha mendengar nada tidak biasa dari gadis di depannya. "Jadi, lo sama Zean itu udah deket lama? Bahkan sebelum Zean deket sama gue?"

Dara mengangguk, lalu sedetik kemudian menggeleng. "Ralat, dia nggak pernah deket sama lo. Dia itu cuman manfaatin lo doang biar dia bisa deket sama gue. Lagian, lo banyak-banyakin sadar diri dong, Cha. Secantik apa sih lo sampe-sampe nolak semua cowok yang suka sama lo? Nggak usah sok jadi orang yang paling cantik. Segitunya." Sindir Dara pedas.

Acha menggeleng tidak habis pikir. "Lo kenapa sih, Dar? Bisa nggak lo kalo ngomong di saring dulu? Ini gue loh, Acha. Sahabat lo sendiri,"

"Emangnya kenapa kalo lo Acha?!" Dara berteriak. "Gue musti takut gitu sama lo? Gue musti bersikap seperti sahabat yang baik banget gitu? Oh, atau gue harus bersikap seolah-olah gue itu babu lo?"

"Kenapa sih, lo lakuin ini semua sama gue? Gue salah apa, Dar, sama lo? Kita temen, kan? Bahkan kita udah temenan dari lama. Gue nggak mau tali persahabatan kita putus cuman gara-gara masalah sepele kayak gini." Ujar Acha melirih. Tatapannya sendu menatap ke arah Dara.

Dara menoleh lalu menatap Acha sinis. "Lo mau tau apa alasan gue ngelakuin semua ini? Lo mau tau, huh?!" bentak Dara. Dengan cepat Acha mengangguk. "Gue ngelakuin ini semua karena gue iri sama lo! Lo selalu punya apapun yang lo mau! Lo selalu bisa dapetin apapun yang lo mau bahkan tanpa berjuang sedikitpun! Gue iri karena lo di kelilingi orang-orang yang sayang dan peduli sama lo! Disaat lo susah, semua orang siap pasang badan buat bantu lo!" teriak Dara.

"Sedangkan gue?" nada bicara Dara memelan. "Disaat gue susah pun nggak ada orang yang peduli sama gue. Gue sendirian. Selama ini lo cuman tahu luarnya gue doang, kan, Cha? Lo nggak tahu gimana gue sebenernya. Lo terlalu fokus sama urusan lo sendiri sampai-sampai lo ngelupain gue gitu aja."

Acha terkejut mendengar penuturan Dara. Jadi, selama ini sahabatnya iri dengan dirinya? Tapi mengapa? Bukankah selama ini Dara bersikap baik-baik saja?

Dara menatap Acha lekat. Sorot matanya tidak dapat di tebak. "Lo cantik. Lo pinter. Lo banyak di kelilingi sama orang-orang yang peduli sama lo. Lo punya Nathan, kakak sekaligus kembaran yang sayang sama lo! Lo punya keluarga yang lengkap dan harmonis. Lo punya semuanya, Cha!"

Story Of The Twins (SUDAH TERBIT)Where stories live. Discover now