Obrolan Manis

2.2K 170 21
                                    

Hari yang cukup melelahkan. Sepanjang hari ini Rain's Bakery kebanjiran pelanggan. Pesanan yang masuk juga cukup banyak, menjadikan Raina bekerja keras bersama beberapa orang pegawai di area dapur. Melihat pegawainya sedikit kewalahan, mau tidak mau, Raina turun tangan membantu. Berkat kekompakan tim, pekerjaan mereka selesai lebih cepat dari waktu yang telah diperkirakan.

Niken selaku kitchen prep baru saja selesai membereskan semua peralatan, meletakkan peralatan itu ke dalam sink dan bersiap untuk mencuci. Meja yang tadinya dipenuhi bahan untuk membuat adonan juga sudah bersih dan rapi.

Lucy masih melakukan proses packaging beberapa kue pesanan yang akan diantarkan pukul 16.30 nanti. Di sampingnya, Agus menunggu dengan peralatan tempurnya. Lelaki berambut cepak itu sudah mempersiapkan peralatan pel untuk membersihkan lantai dapur, menunggu semua pekerja di sana selesai dengan tugas masing-masing.

Raina melepas celemek lalu mencuci tangan di wastafel. Cermin besar yang tergantung di dinding merefleksikan kepenatan yang tergambar di wajahnya. Hijab yang dia kenakan terdapat noda ungu bekas cipratan selai blueberry saat membuat brownies. "Saya tinggal salat dulu, ya," katanya sambil mengeringkan tangan pada lap gantung berbahan handuk.

"Iya, Rain. Udah hampir selesai ini. Makasih udah bantuin." Arnold menyahut.

"Ar, jangan lupa list bahan yang aku minta tadi. Jadi gampang pas order ke supplier. Sekaligus semua gak pake susul-susulan lagi kayak orderan bulan lewat."

Arnold mengacungkan dua ibu jarinya. Lelaki berkulit putih keturunan Tionghoa itu adalah specialty chef yang sudah bekerja dengan Raina semenjak Rain's Bakery didirikan, sekitar lima tahun lalu. Namun, di balik itu, tidak banyak yang mengetahui kedekatan mereka sudah lama terjalin. Raina, Tivana dan Arnold adalah kawan karib semasa SMA.

Selain Tivana, Arnold adalah orang yang selalu ada di sisi Raina, menyemangati saat Raina jatuh dan terpuruk akibat hubungan dengan Dimas yang kandas di tengah jalan. Arnold juga yang memberikan dorongan moril paling besar dalam proses kesembuhan Raina pasca operasi pengangkatan ovarium akibat terserang kanker kala itu.

Sebenarnya, sama seperti Tivana, Arnold sendiri tidak menyetujui keputusan Raina menikah dengan Dimas, terlebih untuk memenuhi permintaan terakhir mendiang Hana. Dia tahu benar bagaimana jerihnya Raina menghadapi hari-hari suram empat tahun lalu. Sakit fisik dan hati, menyebabkan mentalnya sempat drop. Andai Raina perempuan yang lemah, mungkin saja Raina tidak lagi bersamanya saat ini. Hanya ada batu nisan bertuliskan nama Nevertari Raina yang akan menjadi pengingat keberadaannya di dunia. Namun, Arnold bersyukur bahwa Raina ternyata lebih tangguh daripada yang dia duga. Tuhan memang selalu mengasihi orang-orang baik.

Jam di dinding sudah menunjukkan pukul 16.20 ketika Raina menyelesaikan salat Asar di musala lantai dua. Peralatan salat kembali disimpan dalam lemari satu pintu dengan rak gantung di ujung ruangan.

Dari laci bagian bawah lemari, Raina mengeluarkan sebuah pouch berisi peralatan make up miliknya yang memang ditinggal di sana. Isinya tidak banyak seperti milik kebanyakan perempuan. Hanya ada pelembab, compact powder, lip balm serta 2 buah lipstik berwarna peach dan magenta.

Tidak memerlukan waktu lama, Raina telah siap. Masih ada cukup waktu untuk bercengkrama dengan pegawai bagian front counter sebelum Dimas menjemput.

"Maaf, tiramisu-nya habis, Mas. Hari ini tiramisu laris manis."

Raina dapat mendengar dengan jelas suara Seruni yang sedang berbicara dengan salah satu pelanggan.

"Mungkin mau dicoba yang lain, Mas. Kalo suka yang lembut manis, kita punya klappertaart. Brownies juga ada, variannya juga macam-macam. Selain itu kita juga punya lapis Surabaya, aneka muffin dan croissant."

(Tak) Sempurna ✅Donde viven las historias. Descúbrelo ahora