21. Hidung Belang

740 77 4
                                    

"Kau akan pergi?" Suara parau itu menelusup ke rongga telinganya. Membuat kakinya mendadak berat untuk dilangkahkan. Membuatnya kembali terseret ke sebuah persimpangan di mana dia harus memutuskan. Pertanyaan sederhana itu berhasil menggoyahkan keyakinannya yang besar.

Jaehyun meletakan kopernya. Mendesah berat dan menatap pria yang lebih tinggi darinya dengan tatapan menghujam.

"Tentu saja aku akan pergi." Mungkin.

Pria bermata madu itu menundukan kepalanya sebentar, "Kau hanya sedang melakukan lelucon, kan?" tanyanya setelah dia memutuskan untuk memasang ekspresi memohon pada pria yang lebih pendek darinya itu.

"Ini terlalu luar biasa untuk sebuah lelucon. Oke, aku akan pergi. Selamat tinggal, Johnny. Rawatlah flat ini dengan baik, jangan jorok. Belajarlah memasak, aku sudah menempel beberapa resep gampang di pintu kulkas, jangan makan makanan instant. Kau tidak sadar kalau tubuhmu sudah nyaris seperti beruang?"

"Kau masih sempat mengomel padahal kau akan pergi, huh?" Johnny melangkahkan kakinya perlahan mendekati Jaehyun. Dia bisa menangkap semu merah di pipinya. "Kau masih sangat peduli padaku dan untuk apa kau pergi? Jangan sok mengambil keputusan besar padahal kau sendiri tidak tahu kalau kep-"

"Hei! Jangan mendekat!" Jaehyun menginterupsi Johnny. Satu hal, kalau sudah begini dia jadi payah mengontrol dirinya sendiri. Dia tidak bisa menutupi sikap kikuknya, perlahan kakinya mundur dan berusaha menjauh dari Johnny. Tapi naas, tubuhnya terhalang tembok. Brengsek.

"Ayolah, kau menyuruhku berhenti makan makanan instant sementara kau sendiri mogok masak selama 2 hari. Aku tidak mengerti apa maksudmu. Kau pria, kan? Kau tidak menstruasi, kan? Kenapa kau sensitif seperti ini? Aku tidak mengerti."

Jaehyun menggigit bibirnya dan mengerlingkan matanya. Yang dia ingin saat ini adalah melarikan diri dari Johnny. Entahlah, kenapa pria di hadapannya itu pandai sekali mengintimidasi dan memutarbalikan keadaan?

Jaehyun tidak pergi ke dapur selama dua hari─ya─dia ingin memberi pelajaran padanya. Dia senang sekaligus tidak tega melihat Johnny kelaparan seperti itu, tapi apa boleh buat. Pria berambut hitam legam itu menyebalkan sekali.

Jaehyun berencana pergi. Tapi tidak untuk selamanya. Itu namanya bunuh diri dan dia tahu pasti.

"Apa tidak ada yang harus kau jelaskan padaku?" Jaehyun mulai berbicara dengan nada penuh antisipasi.

Johnny memicingkan matanya, menenggelamkan kedua tangannya ke dalam saku boxernya, dia melangkah lagi. Dia butuh jarak yang lebih dekat dengan si pria sensitif itu, karena dia tahu, eksistensi dirinya berpengaruh terhadap psikologis Jaehyun dalam mengambil keputusan.

"Jangan mendekat, kau belum mandi."

"Dulu, kau bilang kalau kau menyukai bauku yang belum mandi."

Jaehyun seperti ditampar. Oke, tapi itu tidak berlaku untuk sekarang!

"Ini masih pagi, Jaehyun, dan kau sudah heboh akan angkat kaki dari rumah ini tanpa sebab, apa maksudnya? Jelaskan."

Jaehyun mendesah berat sementara pria bertubuh nyaris seperti beruang itu sudah ada di jarak yang terdekat, "Jelaskan."

Sial! Lagi-lagi Jaehyun mengutuk dalam hati.

"Bukankah kau yang harus menjelaskan lebih dulu?"

"Tentang?"

Tangan kuat nan hangat Johnny sudah melingkar dengan erat di pinggang Jaehyun, bahkan dia bisa merasakan kalau pria itu sedang asyik menciumi pundaknya. Dan entah bagaimana kronologisnya, kini wajah cantik Jaehyun sudah tenggelam di dada bidang pria itu.

Apa yang harus Jaehyun jelaskan? Sedang keadaannya sekarang sudah mendekati hangover?

"Pria muda itu..." Jaehyun mulai berbicara, dan lagi-lagi dia tidak mengerti, sejak kapan dia menikmati pelukan pria menyebalkan yang sudah 5 tahun menjadi kekasihnya itu?

"Pria muda yang mana?" tanya Johnny yang sekarang kini beralih menciumi puncak kepala Jaehyun.

Jaehyun mendengus. Dia mendorong tubuh Johnny dengan kasar tapi tidak cukup membuat pria itu menyingkir memeluknya. Johnny seolah tidak memerdulikan dan tetap dengan aktifitasnya. Jaehyun mendorong Johnny dengan lebih kuat, tapi tetap saja tidak berhasil dan malah membuat Johnny mengencangkan pelukannya. Jaehyun mengerang, Johnny tidak peduli. Entah setan mana yang merasukinya, tiba-tiba saja ada satu ide yang muncul di kepala Jaehyun.

"Jung Jaehyun!" Johnny berteriak, merasa dadanya sakit. Dengan terpaksa dia melepaskan pelukannya dan fokus mencari tahu apa yang terjadi di sekitar dadanya. Johnny sudah menatap Jaehyun galak-galak. Tapi pria itu hanya terdiam sambil memasang tampang sok polos.

"Itu akibat karena kau terlalu banyak acting."

"Acting apa maksudmu? Dan kenapa kau menggigit dadaku?!" Johnny mendengus sambil mengelus-elus dadanya yang memerah dan nyaris berdarah.

"Kau itu sialan, Johnny! Aku tahu kita sama-sama pria. Dan aku tahu kadar kepekaan pria itu rendah. Tapi kita sudah lama hidup bersama-sama, tapi kau masih tidak mengerti dan tidak tahu apa yang aku benci. Apa yang aku tidak suka. Apa yang aku hindari. Kau pria bodoh!"

"Kau juga bodoh! Kalau kau merasa sudah hidup denganku diwaktu yang cukup lama, seharusnya kau tahu aku seperti apa. Jangan bertindak seolah kau baru mengenalku kemarin sore. Melakukan hal seenaknya tanpa pertimbangan. Aku tidak suka hal itu dan aku sudah mengatakannya ribuan kali, Jaehyun! Ribuan!"

Jaehyun tertawa sinis, matanya menatap tajam. Kalau sudah begini rasanya dia ingin menampar wajah si kekasih menggunakan heels kakak perempuannya yang sudah dilumuri kotoran anjing.

"Kau bicara seolah apa yang kau katakan benar!"

"Aku memang benar!"

"Aku lebih benar!"

"Keras kepala!"

"Pria hidung belang!"

Tiba-tiba saja Johnny memicingkan matanya, dia tidak membalas teriakan Jaehyun. Pria Hidung belang? Apa maksudnya?

"Pria hidung belang?"

...

...

...

Johnny tertawa hambar, dan menyeret kursi kayu yang ada di sebelahnya, meletakkannya di depan Jaehyun yang sedang berdiri dengan amarah, namun entah kenapa Johnny masih melihat keanggunan dalam kemarahannya itu.

"Ten? Baiklah, kurasa aku tidak perlu menjelaskan tentang Ten, karena penjelasannya akan tetap sama dan tidak akan berubah dia hanya temanku," jelas Johnny santai. Dia mengangkat wajahnya dan menatap Jaehyun lembut.

Jaehyun tidak menjawab, dan berusaha menghindari tatapan Johnny yang cenderung seperti merayu.

"Yang kau butuhkan sekarang adalah penjelasan cintaku padamu, kan?" Dalam satu hentakan cepat, tubuh Jaehyun sudah berada di pangkuannya. Johnny tahu pria manis itu sedang berusaha melapaskan diri, tapi Johnny tidak peduli karena sesungguhnya dia tahu Jaehyun suka diperlakukan seperti ini.

"Penjelasannya masih sama dengan yang kemarin ... aku mencintaimu karena aku mencintaimu, Jaehyun, dan aku selalu melalukannya setiap hari."

Wajah Jaehyun memerah, sementara Johnny tersenyum sambil bersiap membuktikan sesuatu yang membuat Jaehyun perlahan menunjukkan senyumannya. Angin merasuk lembut melalui jendela, menyaksikan cinta mereka di pagi itu.

ϟ

JOHNJAENOLOGIOnde histórias criam vida. Descubra agora