02. Koridor

407K 38.8K 3.2K
                                    

"Gue nggak nyangka, masih sempat-sempatnya Tuhan ciptain bidadari di tengah kemacetan ibu kota."

Raga Aditama

°
°
°

[BAGIAN DUA]


Akhirnya bel yang ditunggu-tunggu berbunyi juga, saat ini kelas Aira kedatangan guru baru sebagai wali kelas mereka. Tentu anak 12 IPA 2 senang, karena guru mereka kali ini sangat muda dan masih lajang, cantik pula. Membuat para kaum adam betah berlama-lama diam di dalam kelas.

"Baiklah, karena bel istirahat sudah berbunyi, saya akhiri perkenalan saya sampai di sini, mulai besok dan seterusnya saya yang akan menjadi wali kelas kalian. Untuk ketua kelas silakan ke ruangan saya sebentar, selamat beristirahat anak-anak," ujar bu Anggun.

"Baik, Bu," ucap anak sekelas.

"Kantin sabi nggak nih?" tanya Vio pada ketiga sahabatnya.

"Sabi lah, ya kali enggak."

※※※

"Wah kok kantinnya masih sepi, ya. Padahal gue pengen liat muka-muka adik kelas yang baru," ujar Bebby celingukan, kepo dengan wajah-wajah adik kelasnya.

"Semoga nggak ada yang bisa nandingin kecantikan gue," lanjut Bebby, lalu berkaca di cermin kecil yang biasa ia bawa kemana-mana.

Aira tak habis pikir dengan Bebby, saat sedang di kantin masih saja sibuk membicarakan orang lain. "Ke sini mau ghibah atau makan?" tanya Aira membuat ketiga sahabatnya salah tingkah.

"Eh iya lupa kalo di sini ada Aira. Kalian mau makan apa? Sini biar gue yang pesenin," ujar Kia.

"Aku mie ayam, sama es jeruk aja."

"Gue nasi goreng sama es teh."

"Gue bakso sama air mineral aja deh."

"Yaudah tunggu bentar, ya," ujar Kia meninggalkan ketiga sahabatnya untuk memesan makanan.

Tiba-tiba Aira kebelet buang air besar. Astaga kenapa mendadak sekali? Padahal perutnya sudah meronta-ronta ingin cepat diisi.

"Eh, aku mau ke toilet dulu, ya."

"Mau gue anter nggak?"

"Nggak usah, aku bisa sendiri kok."

Sementara itu, di meja paling ujung kantin, tempat dimana Raga dan para sahabatnya berkumpul.

"Gimana tadi, Ga? lancar?"

"Ya gitu, gue nggak terlalu pusing mikirin acara mos, lagian bukan gue yang pengen jadi ketua osis, gue serahin semuanya ke Abim."

"Wah parah lo, ini tu namanya kesempatan, Ga. Tadi aja gue sempat liat dari rooftop, adik kelas kita yang baru bening semua, anjir! Duh iman gue lagi diuji nih sekarang. Nggak mau lo pepet, Ga?"

"Bukan tipe gue," ujar Raga sambil memasukkan sesendok nasi goreng ke dalam mulutnya.

Raga Aditama, cowok terpopuler di SMA Angkasa juga menjabat sebagai ketua genk yang paling ditakuti di Jakarta, RICK DEVIL. Oh tak lupa juga ia seorang ketua osis yang sangat diidam-idamkan oleh kaum hawa. Pria dingin, namun sialnya ia sangat tampan! Hidung mancung, rahang tegas, tubuh atletis, serta tatapan yang mengintimidasi akan membuat gadis manapun terjatuh dalam pesona Raga.

Jangan lupakan bibir merah mudanya, padahal pria itu adalah perokok aktif. Satu kata yang bisa menggambarkan sosok Raga Aditama. Sempurna.

"Kalo lo nggak mau, buat gue aja, Ga. Lagian Bianca kayaknya nggak mau sama gue, gue kurang apa coba? Ganteng iya, baik iya, penyayang juga iya, tuh kurang apa coba?"

"KURANG OTAK! Mana mau Bianca sama cowok yang otaknya cuma setengah hahaha," ujar Bastian disusul gelak tawa Keenan.

Raga hanya geleng-geleng kepala melihat kelakuan para sahabatnya. Meskipun kelakuan minus, setidaknya hanya bersama mereka lah Raga merasa nyaman.

Tiba-tiba suara perempuan yang sedang berbisik mengalihkan perhatian Raga. "Kamu aja deh yang ngomong," ucap salah satu murid kelas 11 yang memakai kacamata.

"Aku takut, kamu aja deh," ujar teman sebelahnya.

"Aku gugup, kamu aja."

"Kamu."

"Engga ah, kamu."

Tampaknya dari awal Raga memperhatikan interaksi keduanya.

"Apa?" tanya Raga to the point.

"Emm jadi gini, Kak. Kak Raga dipanggil sama pak Adi buat ke ruang osis sekarang. Katanya ada urusan penting yang harus dibahas. Harus segera ke sana."

"Yaelah ngomong gitu doang lama bener," ujar Satria.

"Diem deh, Sat. Ikut-ikutan mulu lo." Bastian melempar kulit kuaci ke wajah Satria.

Raga menghabiskan es kopi yang berada d atas meja, kemudian beranjak dari sana. "Gue ke sana sekarang."

※※※

Akhirnya Aira selesai dengan semedinya. Saat sedang berjalan di koridor menuju kantin, ia tak sengaja menabrak seorang pria bertubuh tegap.

"Aduh..." pekik Aira yang saat ini sudah terduduk di atas lantai yang dingin.

Aira mendongakkan kepalanya secara perlahan. Ia terkejut begitu melihat seorang pria tampan yang kini sedang menatapnya dengan tatapan yang sulit diartikan.

Wajah pria itu tampak tak bersahabat. Di detik berikutnya, tangan Raga bergerak untuk merapikan bagian depan seragamnya yang sempat Aira tabrak.

"Ini beneran manusia? Kenapa gantengnya nggak ngotak ya Allah."

"Makanya kalo jalan liat-liat, pake acara nunduk segala, lo pikir ini sekolah punya bokap lo?!" bentak Raga membuyarkan imajinasi Aira.

"Maaf banget. Tadi aku nggak fokus waktu jalan, sekali lagi maaf, ya."

Raga tak mempedulikan ucapan Aira. Ia berlalu pergi untuk menemui pak Adi di ruang osis, dan meninggalkan Aira yang masih terduduk di lantai koridor begitu saja.

"Perasaan tadi dia yang nabrak aku. Kalo di sini aku yang minta maaf, seenggaknya dia nolongin aku kek. Padahal tadi jatuhnya biasa aja, tapi kenapa kaki Aira sakit banget ya Allah."

Aira berjalan menuju kantin dengan tertatih-tatih. Wajahnya sesekali meringis menahan sakit.

"Aira, lo kenapa?" tanya Keenan saat tak sengaja berpapasan dengan Aira.

"Eh, gapapa kok, Keen. Tadi aku sempat kepleset waktu abis dari kamar mandi, kayaknya kekilir sedikit deh."

"Astaga, kenapa malah dibiarin, sih? Yaudah gue anter ke UKS, ya."

"Eh nggak usah, Keen. Aku mau nyusul temen-temenku aja di kantin, nanti aku minta tolong sama mereka."

"Lo serius bisa jalan? Apa mau gue gend..." Astaga Keenan lupa. Jangankan digendong, disentuh sedikit saja pasti perempuan sealim Aira akan berteriak, bisa-bisa dirinya dituduh yang tidak-tidak.

"Kenapa, Keen?"

"Eh, gapapa kok. Lo yakin bisa jalan sendiri?" tanya Keenan sekali lagi.

"Yakin, yaudah kalo gitu aku duluan. Daaa."

"Daaa."

Setelah Aira pergi, Keenan beralih memegang dadanya yang berdegup kencang. "Yaampun nih jantung kalo lagi deket Aira kenapa nggak bisa dikontrol sih, jedag jedug mulu. Kan, gue jadi salting."

"Sial. Cuma ngobrol bentar sama Aira, jantung gue udah gempa bumi. Liat dia senyum, gue langsung salting. Lama-lama gue nikahin juga tu bidadari."

RAGA: BADBOY IS A GOOD HUSBANDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang