ABOUT THE KISS

1.2K 135 1
                                    



Keesokan harinya, Rara enggan masuk sekolah. Serius Rara enggan masuk sekolah jika bukan hari terakhir masuk sekolah sebelum libur semester. Setidaknya hari ini siswa siswi hanya masuk pagi, pembagian rapor, absen, lalu pulang. Tapi bisakah ia bersembunyi saja di suatu tempat? Menunggu kakaknya mengambil rapornya lalu ikut pulang?

"Kenapa sih, Dek, sembunyi-sembunyi gitu?" Anggara memperhatikan Rara yang menempel di belakangnya sambil mengintip.

"Nggak apa-apa." Rara celingukan, mencari jalan sepi dan aman.

"Jelas ada apa-apa kalau sembunyi-sembunyi gitu, siapa yang kamu hindari? Wisnu? Bukannya semalam baik-baik aja dia ngantar kamu pulang?"

Rara menepuk punggung Anggara cukup keras hingga kakaknya mengaduh. Ya, semalam Wisnu mengantarnya pulang dengan selamat, dan bahkan laki-laki itu ikut turun untuk berpamitan pada Anggara. Tidak ada percakapan khusus diantara mereka. Sepanjang perjalanan, mereka hanya mendengarkan radio di dalam mobil Sarah untuk menghilangkan kecanggungan.

Jika diingat lagi, rasanya ia ingin pingsan saat itu juga, ingin menghilang dari muka bumi, ingin kembali ke Malang, dan ingin membeli mesin waktu. Rara takut bagaimana reaksi Wisnu kepadanya setelah ini. Pasti cara pandang terhadapnya akan berubah. Bagaimana dengan teman-temannya? Apakah dirinya akan menjadi topik pembahasan lagi? Oh tentu saja, apa sih yang tembok dan angin tidak bisa dengar? Apalagi tentangnya.

"Hai, Mas Anggara." Tiba-tiba kelima temannya sudah berada di belakang mereka. Bukannya menyapa Rara, Beben malah menyapa Anggara terlebih dahulu.

Rara terperanjat salah tingkah.

"Oh, hai, kalian apa kabar?"

"Baik, Mas, mau ambil rapor ya?" Masih Beben yang berbicara, nada centilnya membuat semua yang mendengar ingin muntah.

"Iya, Mas ambil rapor kamu dulu ya." Anggara menepuk kepala Rara sejenak, "nitip dia ya, daritadi kayak pengen main petak umpet." Rara cemberut, menggerutu tak jelas pada kakaknya.

"Hehe, siap Mas, Rara aman sama kita," ketika Anggara sudah berjalan menjauh. "Aman dari kita, belum tentu aman dari Wisnu, sih." Puput terkekeh.

"Ciyeee..., mukanya merah kayak udang rebus." Kelimanya menyenggol dan mencolek lengan Rara.

"Apaan sih. Aduh plis ya, nggak usah ngungkit masa lalu." Rara pura-pura tegar sambil mengibas rambutnya.

"Gimana rasanya ciuman sama cowok paling ganteng seantero sekolah?" Dilla menggandeng lengan kanan Rara.

"Kalian ngobrolin apa waktu doi nganterin lo pulang?" Beben menggandeng lengan kiri Rara. Mereka menyeretnya ke kantin.

"Jadi gimana ceritanya lo bisa nekat nyium Wisnu?" Puput berjalan mudur di depannya.

"Kalian temen gue bukan, sih?" Rara akhirnya merengek. Runtuhlah pertahanannya. Pertanyaan-pertanyaan ini yang membuatnya takut masuk sekolah, selain bertemu Wisnu tentunya.

"Justru karena kita temen lo, Ra. Kita butuh informasi akurat."

"Aduh, plis dong gue nggak mau inget-inget lagi," rengek Rara putus asa ketika mereka duduk di kantin.

"Nggak bisa. Ingat! Tidak ada rahasia diantara kita." Beben menunjuk Rara.

Rara mencoba menetralisir perasaannya terlebih dulu, sebelum kembali mengingat bibir itu. Rasa manisnya, lembutnya, tatapannya... astaga, jantungnya bahkan masih berdetak kencang saat ini. Mereka tidak tahu sudah sepanas apa pipinya sekarang.

Teman-teman yang melihatnya iba sekaligus tertawa puas. "Jangan bilang... itu first kiss lo?"

Rara seketika membelalak, sambil menutup mulutnya.

INDIGO'S LOVE [End]Where stories live. Discover now