BONDING TIME

1.3K 137 1
                                    


Benar ini alamatnya? Jika dilihat dari ramainya kondisi rumah, sepertinya benar. Rara turun dari taksi lalu melangkah memasuki gerbang yang disambut beberapa staf event organizer. Dari pintu, ia bisa melihat banyak sekali anak-anak yang duduk di kursi kecil di ruang tamu sembari memainkan balon mereka dengan suka cita. Topi kerucut bergambar Jack Frost dan Frozen berjatuhan kala mereka mendongak menggapai balon yang mereka lempar ke udara. Dan tawa kekaguman polos khas anak-anak begitu riuh terdengar saat menyambut cosplayer tokoh animasi saat memasuki ruangan.

Ruangan besar di ruang tamu dipenuhi berbagai macam hiasan dari balon warna warni. Beberapa pohon cemara dan boneka salju mengubah suasana seperti sedang berada di negeri dongeng. Ya, Rara tidak salah alamat, karena kini matanya bertemu dengan tatapan menyelidik Wisnu.

"Ngapain lo disini?" Wisnu menghampiri Rara yang berdiri kaku di pintu masuk sambil membawa kado di tangannya.

"Gue... mau ketemu Dinda." Rara tersenyum canggung. Bagaimana tidak canggung, semenjak kejadian memalukannya tempo hari, ia belum berbicara sepatah katapun pada Wisnu meskipun mereka bertemu di sekolah.

"Hai, udah sampai lo? Nggak nyasar kan?" Sarah dengan anggun menghampirinya dan membawa masuk Rara untuk dipertemukan dengan sang Bunda. Sedangkan Wisnu mengekor dibelakang mereka.

"Bun, ini lho yang namanya Rara." Sarah mengenalkannya pada kedua orang tuanya.

Seorang wanita cantik yang sedang menggendong bocah balita menoleh padanya dengan mata berbinar. Sedangkan pria paruh baya disampingnya tersenyum menyambut uluran tangan Rara.

"Halo Om, Tante, saya Rara."

"Halo, wah ternyata yang namanya Rara ini cantik banget ya, Kak." Bunda tersenyum pada Sarah yang ikut mengangguk.

"Ini pasti Dinda, ya, selamat ulang tahun sayang..." Rara memberikan kadonya yang diterima oleh sang Papa karena Bunda sedang menggendong Dinda.

"Kenapa mesti repot-repot sih. Om ngelarang mereka semua bawa kado lho," kata Papa Wisnu sambil memperlihatkan anak-anak yang heboh serta antusias. Seolah momen ini merupakan hal langka bagi mereka.

"Nggak apa-apa Om, Rara seneng kok bisa ngasih kenang-kenangan buat Dinda, ya sayang ya..." Rara tampak gemas mencubit pipi Dinda. Bocah mungil itu mencoba menggapainya.

"Dinda mau ikut Kak Rara?" Bunda mengarahkan sang putri kecil padanya, yang membuat Rara tersenyum lebar saat Dinda mau digendong olehnya.

Wisnu memperhatikan dari jauh tawa Rara yang renyah saat Dinda memegang jepit rambut mutiara di sisi rambutnya. "Dinda mau pakai jepit rambut Kak Rara?" Ia menurunkan Dinda sebentar, sambil berjongkok menyetarakan tingginya dengan Dinda, ia menyelipkan jepit rambutnya di rambut Dinda yang pendek. Dan gadis mungil itu tersenyum senang, membuat Bunda dan Papanya tertawa.

"Eh, itu punya Kak Rara lho, Dek." Bunda memperingatkan, ia ikut berjongkok di depan mereka.

"Nggak apa-apa, Tante. Buat Dinda aja, kayaknya seneng banget kamu, ya, seneng banget kamu, hm?" Rara mencubit lagi pipi Dinda. Ia benar-benar gemas melihat pipi Dinda yang tembem seperti bakpao, begitu lembut dan menyenangkan, rasanya Rara ingin menggigit pipi gadis kecil ini.

"Bunda aja."

"Ya?" Rara mengedipkan matanya, mencerna perkataan mama Sarah.

"Rara panggilnya Bunda aja. Bunda Rani, teman-temannya Nunu juga manggilnya Bunda, kok," titahnya.

"Oh, iya Bunda," praktek Rara dengan senang hati.

"Rara duduk dulu aja sayang, acara mau di mulai sebentar lagi nunggu pembawa acaranya datang," pinta Bunda. "Abang, ajak Rara masuk, Nak." Bunda memanggil Wisnu dan berpaling lagi ke Rara, "anggap rumah sendiri ya, Ra. Itu camilan banyak di dalam."

INDIGO'S LOVE [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang