ANAK AGUNG AYU CEMPAKA SARI

1.2K 130 4
                                    


Rara menyisir rambutnya perlahan. Melalui cermin, ia melihat lingkaran hitam yang sepertinya semakin gelap di bawah matanya. Ia tidak bisa tidur. Terlalu banyak hal yang membuatnya kesulitan memejam. Gangguan-gangguan di kamar ini begitu mengusiknya. Sarah sampai memeluknya ketika ia merintih ketakutan oleh jeritan dan tangisan di kamar itu. Tapi ketika ia berada di pelukan Sarah, ia menangis. Tatapan Wisnu menghantuinya melebihi suara-suara 'mereka'. Ia kembali memutar percakapannya dengan Sarah.

Sarah mendekatkan diri sambil menyelimutinya. Ia menarik pundak Rara mencoba menenangkannya, tepukan di pundaknya terasa seperti tepukan Mama yang menenangkan.

"Kita nggak bisa menyalahkan takdir, Ra. Kadang, keadaan memang sekejam itu. Nggak semua hal dalam hidup ini bisa kita kendalikan. Lo harus terima. Nggak perlu lagi mencari alasan kenapa lo terlahir seperti ini, kenapa kalian harus berpisah, dan kenapa semuanya nggak adil buat kalian," gumam Sarah diatas kepala Rara yang menunduk.

"Aku cuma butuh kejelasan, Kak."

"Mau berapa kali lo minta kejelasan, jawabannya nggak akan berubah, sakitnya akan tetap sama. Lo membuka luka yang dia coba sembunyikan, Ra. Disini bukan gue ngebela adik gue. Gue pengen kalian sama-sama bahagia. Tapi..." Sarah menghirup aroma kamar hotel. "Ini juga berat buat Wisnu."

"Dia bahkan semudah itu ngelupain apa yang pernah terjadi," sungut Rara. Ia teringat tatapan Wisnu padanya yang dipenuhi kebencian ketika ia mempertanyakan alasannya kenapa laki-laki itu selalu ada untuk Rara jika memang ia membencinya.

Sarah menjauh untuk melihat Rara. Ia menggeleng. "Gue sebenarnya nggak pengen cerita ini, bahkan ke Fadil sekalipun." Sarah menarik napas panjang. "Ketika Papa menceritakan apa yang sebenarnya terjadi dengan lo. Gue melihat raut yang berbeda yang nggak pernah gue temuin di wajah Wisnu. Itu adalah ekspresi tersedih yang pernah gue lihat di wajah adik gue." Sarah mengingat kembali percakapan Papa dan Adiknya. "Selama gue kenal dia, dia selalu menunjukkan ekspresi datar apapun yang terjadi. Tapi begitu mendengar lo akan celaka jika terus berhubungan dengan dia." Sarah menggeleng. "Sorot matanya nggak bisa bohong. Dia terluka. Dia merasa bersalah. Dia marah, semua kekecewaan itu kelihatan dan itu bener-bener menyedihkan di mata gue."

Rara menahan napasnya, ia tidak ingin mempercayai satupun kalimat yang terucap dari mulut Sarah, tapi melihat Sarah tiba-tiba menghapus setetes air matanya yang mengalir, napasnya tertahan.

Wisnu tidak mungkin seperti itu.

"Dia cinta sama lo, Ra."

Sekuat tenaga ia membendungnya tapi rasa sesak di dadanya semakin membuatnya sakit hingga ia tak bisa lagi menahan tangisnya.

"Karena dia cinta sama lo, sebisa mungkin dia menjauh dari lo. Dia orang pertama yang selalu memastikan lo aman." Sarah mengenyit. "Dan ketika lo nanya kenapa dia selalu menyelamatkan lo? Dia kembali terluka, Ra. Gue lihat itu."

Lepas sudah tangis Rara. Rara mencengkram dadanya sendiri. Ia menyakiti Wisnu dan itu menyakitinya. Ketidakpedulian yang selama ini di tunjukkan Wisnu justru merupakan kepeduliannya terhadap Rara. Wisnu mencintainya dengan cara yang seharusnya ia terima. Dan dengan bodoh Rara menuduhnya seperti itu. Yang menyakiti disini justru dirinya, bukan Wisnu.

Sarah kembali memeluk Rara dan menepuk pundaknya.

"Jadi gue mohon, Ra. Jangan nambah beban adik gue."


---o0o---


INDIGO'S LOVE [End]Where stories live. Discover now