EPILOG

1.8K 137 14
                                    


Jam dinding menunjukkan pukul sepuluh malam saat Wisnu selesai mandi. Hari ini ada acara di kantor yang membuatnya terlambat pulang ke rumah. Namun rasa lelahnya sirna ketika ia memandangi Gavin Aksa Pradipta yang terlelap menggemaskan di dalam baby box di samping tempat tidur mereka. Wajahnya begitu tampan, bentuk mata dan bibirnya persis seperti Rara. Wisnu tersenyum mengingat betapa paniknya ia ketika Rara mengalami kontraksi dan harus dilarikan ke rumah sakit bersalin enam bulan yang lalu. Tapi begitu terdengar suara tangisan bayi, ia diliputi kebahagiaan yang tidak bisa di bandingkan dengan apapun di dunia ini. Seolah ia rela mengangkat beban hidup demi mereka berdua. Rara dan Gavin, adalah hal terindah yang pernah ia miliki dalam hidupnya.

Perlahan ia mengecup puncak kepala Gavin, lalu berpindah ke atas tempat tidurnya. Disana Rara duduk bersila sembari tersenyum menatap album foto mini yang katanya baru saja ia temukan siang tadi di tumpukan novel usangnya. Album ini adalah hadiah pernikahan dari teman-temannya. Entah bagaimana mereka masih menyimpan foto-foto masa SMA mereka, padahal sudah lama berlalu.

Wisnu ikut melihat lembar per lembar kenangan itu. Foto saat mereka MOS, foto saat Rara dan Wisnu tampil di malam puncak, foto bersama anak-anak X MIPA 5 setelah pemberian hadiah juara futsal, dan foto Rara Wisnu tersenyum ke arah kamera ponsel milik Fadil kala sahabatnya itu memaksa mereka berfoto di taman sekolah. 

Memori itu seolah kembali berputar di benak mereka. Wisnu mendekatkan diri untuk memeluk Rara dari belakang. Mengecup pundak istrinya yang terbuka. 

"Kamu cantik disitu," Wisnu menunjuk wajah lelah Rara saat memakai atribut MOS.

"Tujuan kamu ini mau ngatain atau gimana sih?"

Wisnu terkekeh di telinga Rara. Bahkan wanita itu bisa merasakan napas segar suaminya. 

Tidak. Rara selalu cantik, sejak pertama kali ia bertemu, Rara sudah menarik perhatiannya. Memorinya berputar ketika pertama kali melihat Rara melalui kaca spion. Ia tersenyum mengingat kejadian itu.

"Kamu tahu? Aku masih punya hutang maaf sama kamu," bisiknya pelan. "Harusnya aku meminta maaf begitu kamu sampai di lobi sekolah. Tapi aku mengurungkan niat karena kamu nggak muncul-muncul."

Tubuh Rara menegap, ia lantas menjauhkan wajahnya agar bisa berbalik menatap suaminya. 

"Hutang maaf apa?" dahi Rara mengerut. 

Wisnu menarik pundak Rara agar sepenuhnya menghadap padanya. Tangan kurus Rara digenggamnya erat. Seperti orang mau menyebrang, kata Rara setiap Wisnu menggandengnya seperti ini. 

"Waktu itu hari pertama MOS...," mulainya.

Wisnu sudah merasa terlambat akibat jalanan macet yang disebabkan oleh genangan air yang menghambat laju kendaraan. Ketika memasuki komplek sekolah, jalanan terlihat lengang. Hal itu membuatnya berpikir bahwa ia sudah terlambat. Dan saat itu lah ia memutuskan untuk ngebut tanpa peduli air genangan terciprat kemana-mana.

Ia tidak tahu, bahwa ada gadis berjalan di trotoar dan terkena cipratan yang ia sebabkan. Teriakan gadis itu terdengar begitu kesal. Ia hanya melirik melalui kaca spion. Gadis itu menghentak-hentakkan kakinya dengan seragam yang berlumuran air kotor bercampur lumpur.

Ia tahu, kalau gadis itu juga merupakan murid baru saat melihat atribut MOS yang dibawanya sama seperti atribut MOS milik Wisnu. Ia memutuskan akan meminta maaf ketika sampai di sekolah. Tapi sepanjang ia berdiri di lobi, ia tidak melihat gadis itu datang hingga bel masuk berbunyi. Akhirnya ia mengurungkan niat untuk meminta maaf dan ikut berbaris di lapangan.

Di akhir upacara, ia melihat beberapa murid baru yang terlambat, berjalan memasuki lapangan upacara. Dan Fadil, dengan gaya tengilnya menjadi salah satu yang paling menonjol disana. Di samping Fadil, ia melihat gadis itu. Dengan pakaian kotor yang tampaknya sudah dibersihkan, entah dimana.

"Ada ibu-ibu yang menawarkan air keran di pancuran depan rumahnya buat ngebersihin seragam aku. Makanya telat."

"Kenapa nggak dibersihin di sekolah aja, sih?"

"Ya malu, lah! Masa baru masuk gerbang penampilanku udah menarik perhatian orang? Ya walaupun tetep aja nodanya susah hilang," gerutu Rara kesal mengingat kejadian itu.

Senyum miring Wisnu tersungging. Ia mencubit bibir cemberut istrinya dengan gemas sebelum melanjutkan cerita.

Setelah mengetahui gadis itu bernama Rara dan kebetulan satu kelompok dengannya, ia ingin mengucapkan kata maaf. Tapi diurungkannya lagi karena Fadil selalu menarik perhatian Rara waktu itu. Meskipun ia tahu, Fadil hanya bercanda, tapi ia kesal. Apalagi banyak anak cowok yang melirik Rara. Ia enggan mengajak gadis itu bicara karena takut di kira naksir, atau curi start atau apalah yang membuat teman-temannya berspekulasi yang tidak-tidak.

Akhirnya ia memilih diam.

"Aku minta maaf ya, meskipun kejadiannya sudah bertahun-tahun yang lalu, tapi aku yakin itu kekesalan yang nggak akan pernah kamu lupakan." Wisnu mengelus rambut istrinya. Ia ingat betapa kesalnya Rara ketika gadis itu ditanya Hina mengenai seragamnya yang kotor. Saat itu, sebenarnya Wisnu harap-harap cemas di balik topengnya yang dingin.

"Iya. Aku kesel banget waktu itu, beneran. Kalau tahu itu kamu, pasti aku udah ngomel sejak kita berkelompok. Apalagi aku dihukum sama kakak iparku sendiri, ya Tuhan. Mana disuruh bersihin toilet lagi, eugh!" Rara merinding mengingat kejadian itu.

Wisnu memeluk tubuh Rara, membawanya ke pangkuan. "Iya, aku tahu, makanya aku minta maaf. Tapi kenapa kamu nggak menduga kalau itu motor aku, kan aku sering boncengin kamu pulang sekolah?"

"Sayang, kamu kira yang punya motor ninja biru cuma kamu doang di sekolah? Udah terlalu kesel buat nandain motor kamu," geram Rara.

Oh, iya benar.

"Tapi itu pertama kalinya aku ingin minta maaf ke cewek. Biasanya kalau aku bikin salah trus dia ngomel-ngomel, aku bodo amat. Tapi nggak tahu, sejak lihat kamu dari kaca spion, rasanya aku harus minta maaf saat itu."

"Kenapa?"

Wisnu menjawab dengan mengendikkan bahunya.

"Kenapa ih... jawab..." Rara merengek memainkan pipi Wisnu.

"Nggak tahu, Ra." Wisnu menangkis serangan Rara yang kini sudah menindihnya.

"Bohong. Kamu kan gengsian, makanya nggak mau ngaku." Rara mencoba melepaskan cekalan tangan Wisnu yang menghadangnya menggelitik ketiak Wisnu dimana disana adalah titik kelemahan suaminya.

Wisnu yang merasa terintimidasi langsung menggulingkan tubuh Rara hingga istrinya berada di bawahnya. Mengungkung tubuh Rara dengan tubuhnya dan memegang erat kedua pergelangan isrinya disisi kepalanya.

Wisnu membalas serangan Rara dengan lumatan-lumatan di bibir. Hingga membuat Rara tak berkutik dan membalas ciuman Wisnu. "Mungkin waktu itu..." gumamnya di tengah ciuman. "Kamu keliatan menggemaskan di mata aku." Wisnu kembali membungkam mulut Rara yang hendak protes dengan bibirnya. Membuat istrinya kembali melenguh dan mendesah pelan kala tangan lelaki itu sudah berada di dalam gaun tidurnya.

"Ssstt... jangan kenceng-kenceng, ntar Gavin bangun," bisik Wisnu.

Rara tidak ingin protes lagi, ia terbuai oleh cumbuan Wisnu yang kini sudah menjelajahi kulitnya yang terbuka. Mereka berdua masih memiliki malam panjang untuk menikmati indahnya kebersaamaan.



-Tamat-


INDIGO'S LOVE [End]Where stories live. Discover now