8 : Pembantaian

654 167 95
                                    

Dengan ragu, Sukma menenggak botol air mineral yang Sukijan minum, ia sudah pasrah pada hidupnya, tetapi hingga dua puluh menit ke depan, tidak terjadi apa-apa.

"Air itu tidak beracun," ucap Edwin.

"Fakta bahwa ada salah seorang dari mereka yang bisa membunuh Sukijan yang dikawal seorang Dasamuka tak terbantahkan, jika anak kecil yang kau maksud adalah pembunuhnya, bagaimana cara dia membunuh Sukijan? Sementara air ini bukan racun," tanya Edwin.

Edwin menatap luka di tangannya yang ia dapatkan beberapa hari lalu.

"Atau--"

"Seseorang bisa melancarkan serangan tanpa terlihat."

.

.

.

Berita sore ini dikejutkan dengan tewasnya Sukijan Dewantara, Direktur utama PT Kobaran Api Membara. Anggota peti hitam, justru yang paling heran dengan berita itu. Bagaimana tidak? Mereka sendiri pun tak tahu bagaimana cara Sukijan bisa tewas, yang mereka tahu hanyalah Widyatama adalah dalang dibalik kematian Sukijan.

"Bocah Mantra itu punya kecepatan yang masuk akal untuk membunuh Sukijan, tapi tidak dengan Widyatama," ucap Wengi.

"Racun?" Wengi menyipitkan matanya sambil berpikir.

"Ya, bisa saja ia membunuh dengan racun yang ada di dalam minuman yang diminum oleh Sukijan," timpal Ronggeng.

"Meskipun tipis, aku bisa mencium bau darah, menurutku racun bukanlah penyebab kematiannya," lanjut Wengi.

***

Sementara itu di lain sisi, Edwin sedang duduk di kursi kantornya, ia berada dalam ruangan minimalis namun, terlihat estetik. Ed menatap foto jenazah Sukijan, ada hal yang mengganjalnya, yaitu sebuah luka yang sangat kecil di daerah pergelangan tangan Sukijan.

Seseorang memutus nadinya, batin Edwin.

Tok ... tok ... tok

Ketukan pintu membuyarkan lamunannya. "Masuk," ucap Edwin.

Sukma membuka pintu, lalu masuk ke dalam kantor Edwin dan duduk di kursi yang berada di hadapan Edwin, hanya sebuah meja satu-satunya pembatas di antara mereka. Sukma meletakkan beberapa foto di atas meja.

"Peti hitam," ucap Sukma.

Edwin mengambil foto-foto itu dan berhenti di salah satu foto.

"Dirga ...," ucapnya lirih melihat foto Dirga terpampang menjadi salah satu anggota dari organisasi gelap itu.

"Ada seorang Martawangsa lain, namanya Bayu," ucap Sukma.

"Dia memiliki topeng Bapang," lanjutnya.

"Bapang ya? Orang yang menyerangmu, kan?" tanya Ed, diiringi anggukan kepala Sukma.

Ed sempat melihat cara Bapang bertarung, dari tangannya yang berwarna merah, mengingatkannya pada kemampuan topengnya sendiri, yaitu Asmoro Bangun.

Memanipulasi tubuh, batin Ed.

"Dasamuka yang baru saja bergabung itu, udah masuk hari ini?" tanya Ed.

"Oh, wanita itu udah mulai latihan dari beberapa hari yang lalu," balas Sukma.

"Bawa anak itu bersamamu, juga Bramono dan Adrian. Kalian berempat, sudah cukup kan untuk menghabisi orang-orang ini?" tanya Ed.

"Lebih dari cukup, Pak!" jawab Sukma dengan tegas.

"Jangan sampai kasus ini membesar, aku yang akan bertanggung jawab pada atasan atas malasah kali ini. Kalian bereskan sisanya saja." Edwin memberikan kode pada Sukma untuk pergi dari ruangannya.

MartawangsaWhere stories live. Discover now