14 : Pertempuran

605 165 76
                                    

Secara diam-diam, Ed mengikuti Naya dengan jin berbentuk manekin miliknya. Ia memang tak mampu mendekati Naya, tetapi Ed mampu memantaunya dari jauh. Ia sempat melihat adegan di mana Naya, Dirga dan Mila bertemu. Sosok Mila adalah seseorang yang berharga untuk Dirga, terlihat jelas dari ekspresi Dirga waktu itu. Tentu saja tanpa pengawalan yang berarti dari Dharma, tak sepeti Naya, Ed mampu membawa Karmila dengan mudah.

"Malam ini juga, tumbalkan dia sebagai ganti tumbal yang hilang," ucap Gemma.

"Tepat di depan Dirga."

.

.

.

Mentari telah menyelesaikan tugasnya hari ini, kini giliran bulan yang akan menjadi pengawas bumi. Langit mendung dan gelagar petir juga mewarnai malam ini dengan warna yang paling kelam.

"Aroma hujan," ucap Gentar.

Gentar berjalan ke arah Bayu yang sedang duduk sambil melamun.

"Kau tidak apa-apa?" tanyanya yang mengkhawatirkan Bayu.

Bayu hanya membalasnya dengan anggukkan kepala.

"Kau sudah siap?" tanyanya lagi pada Bayu.

Kini Bayu berdiri dan mengenakan jubah hitamnya.

"Ayo kita habisi para Martawangsa keparat itu," jawabnya tegas pada Gentar.

"Ke mana Dirga?" tanya Widyatama.

"Dia akan menyusul--" jawab Gentar.

"Bocah itu pasti akan datang," lanjutnya.

Peti hitam yang tersisa mulai bergerak. Bayu hanya bisa percaya pada kedua rekan yang bersamanya.

"Ada kemungkinan, Dharma akan ikut campur--"

"Martawangsa cukup bagian kami berdua," potong Widyatama yang mengerti isi pikiran Gentar.

Gentar menatap Widyatama. "Ku percayakan Martawangsa pada kalian."

"Aku sendirian akan menahan Dharma."

Peti hitam mulai berpencar, Bayu dan Widyatama menuju markas besar Martawangsa. Sementara Gentar menahan Dharma.

"Pastikan kau tidak menjadi beban," ucap Bayu pada Widyatama.

"Oke," balas Widyatama singkat.

Mereka berjalan menyusuri jalanan yang pada malam hari ini tampak begitu sepi. Sebenarnya agak aneh rasanya, mengingat hanya tinggal jarak satu kilo meter mereka tiba di lokasi. Bayu secara tiba-tiba menghentikan langkahnya, ia juga menghentikan langkah Widyatama.

Tanpa kata, Bayu mengenakan topengnya. Pergelangan tangannya berubah menjadi berwarna merah dengan kuku-kuku yang tajam. Dari arah depan puluhan manekin melesat ke arah mereka. Bayu berlari dan menghancurkan boneka-boneka setan itu satu persatu.

Edwin sontak membuang rokok di mulitnya, ia melempar rokok itu ke tanah dan menginjaknya.

"Melihat ekspresimu, mereka pasti sudah tiba," ucap Broto yang duduk di kursi panasnya. Ia berniat hanya menonton saja malam hari ini.

"Mereka hanya berdua," ucap Edwin sambil membuang asap terakhirnya.

"Berdua? Mereka meremehkan kita?" tanya Gemma.

"Tidak--"

"Mereka menghabisi seluruh bidakku hanya dalam waktu yang singkat, mereka kuat," ucap Ed.

Sementara itu, Bayu hanya bisa terdiam seribu bahasa ketika ia melihat Widyatama beraksi. Hanya dalam waktu singkat, bocah itu mampu menghabisi seluruh manekin setan milik Edwin.

MartawangsaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang