3 : Guru dan Murid

783 213 45
                                    

"Apa kau salah satu anggota, Dasamuka?" tanya Bayu lagi.

Sontak membuat orang itu agak terkejut dari gelagatnya.

Orang ini bukan, Martawangsa! Dia berusaha membunuh, Kak Sari yang juga seorang, Martawangsa. batin Bayu.

Orang itu menendang Bayu hingga mundur beberapa langkah. Sambil ia tertawa terbahak-bahak.

"Aku itu, Bapang, Sang Pembantai!" teriaknya.

Bayu melirik ke arah kakaknya yang takut setengah mati. Kak Sari mendekap anaknya yang sedang menangis juga. Bayu hanya terdiam, lalu menoleh ke arah orang bertopeng itu dengan tatapan membunuhnya, ia mengeluarkan topeng dari balik jaket kimono birunya.

"Biar ku tunjukkan siapa itu, Bapang Jayasentika," ucapnya sambil mengenakan topeng Bapang.

***

Setelah memakai topengnya, tangan Bayu mulai berubah warna. Kedua pergelangan tangannya kini berwarna merah dan memiliki kuku-kuku yang tajam, seperti tangan iblis. Perubahan Bayu memberikan tekanan pada pria dihadapannya yang mengaku Bapang. Orang itu sempat terdiam beberapa saat, lalu ia mulai menari tarian tradisional jawa. Perlahan, ia mendekatin Bayu sambil perlahan tubuhnya menghilang hingga tak terlihat.

Kemampuan, Tumenggung? batin Bayu sambil memasang kuda-kuda bertahan.

Sebuah sabetan pisau mengarah ke wajahnya, beruntung Bayu sudah terbiasa melawan Tumenggung. Ia mampu menghindari sabetan itu, dan hanya mendapatkan sedikit goresan.

Ada sesuatu yang janggal. Ketika Tumenggung melepaskan serangan, ia muncul dengan wujudnya, tetapi orang yang mengaku sebagai Bapang ini tidak begitu. Ia bukannya dapat berteleportasi, melainkan hanya seperti tak kasat mata. Setelah melepaskan sabetannya, ia masih saja tak terlihat.

Orang ini lambat. Bayu kembali memasang kuda-kuda, tetapi kali ini ia bersiap untuk melakukan counter attack. Bayu menutup matanya dan membiarkan ke empat indra lainnya bekerja secara ekstra, ia mempertajam penciuman dan pendengarannya. Waktu terasa lambat untuknya, perlahan ia mendengar suara jangkrik, suara angin yang menerpa dedaunan malam, bahkan ia mendengar bisikan-bisikan penduduk di sekitarnya, begitu pula dengan suara langkah kaki yang tak bertubuh.

Bayu membuka matanya, ia berlari ke arah Kak Sari dan anaknya. Bayu melemaskan jari-jarinya dan meregangkan tangan kanannya, ia melesatkan tusukan ke arah sembarang.

"Aaaargh!"

Rupanya bukan sebuah tusukan sembarang, melainkan Bayu sudah membidik pria tak kasat mata itu dengan tangan iblis milik Bapang. Darah segar mengalir dari dada yang berlubang, tangan Bayu menusuk punggung pria itu hingga menembus dadanya, tangannya berada tepat di depan wajah Kak Sari. Bayu menarik tangannya, tubuh Bapang palsu itu tergeletak tak berdaya tepat di hadapan Kak Sari, wanita itu kini menatap Bayu dengan sejuta kengerian.

"Pergilah, kau aman," ucap Bayu dari balik topengnya.

"Dasar pembunuh!" ucap Sari sambil melempar batu pada Bayu.

Kini ia ingat, lubang-lubang pada tubuh Martawangsa yang menjadi korban peristiwa malam bulan merah. Rupanya orang yang berada di hadapannya adalah Bapang yang asli, yang telah membunuh keluarganya.

"Rupanya kau!" bentak Sari.

"Pembunuh biadab!"

"Bunuh aku sekarang!" Sari melempar Bayu dengan batu-batuan kecil yang ada disekitarnya.

Sebenarnya Bayu ingin menceritakan kebenaran pada kakaknya, tetapi sepertinya itu bukan waktu yang tepat. Ia melemparkan sesuatu pada kakaknya, lalu membuka topengnya sambil berjalan mundur menjauhi kakaknya.

MartawangsaWhere stories live. Discover now