4 : Manekin Iblis

765 195 43
                                    


Pagi ini Naya sudah selesai dengan segala urusan rumahnya, ia tinggal di sebuah kos-kosan yang tak begitu besar. Karena pekerjaan yang cukup jauh dari rumahnya, ia memutuskan untuk menyewa sebuah kos-kosan di daerah Jakarta Pusat.

Naya menerima pekerjaan sebagai staff finance di Martawangsa Corporation, sebuah perusahaan besar yang muncul dan menghabisi beberapa kompetitornya. Dalam kurun waktu kurang dari sepuluh tahun, Martawangsa Corp mampu menjadi salah satu perusahaan yang paling berdampak untuk mengisi berbagai jenis kebutuhan masyarakat kecil, hingga kebutuhan para konglomerat.

Setelah menghabiskan sarapannya, Naya pergi menuju kantor barunya dengan berjalan kaki. Jaraknya tak terlalu jauh, tetapi tak terlalu dekat juga. Kira-kira Naya membutuhkan waktu sekitar 10-20 menit untuk tiba di kantornya. Di perjalanan, ia berpapasan dengan seorang pria dengan jaket jeans berwarna biru, orang itu memiliki wajah yang suram. Ketika jarak mereka sudah dekat, pria itu tiba-tiba saja terjatuh, sontak membuat Naya menjadi kaget, ia menoleh ke segala arah untuk mencari bantuan, tetapi tak ada orang lain selain mereka.

Kruuuuk~

Perut orang itu berbunyi, sepertinya ia kelaparan, Naya mengeluarkan kotak makanan dari dalam tasnya dan memberikannya pada pria itu. Mencium aroma yang lezat, pria itu segera bangkit dan menatap kotak makanan milik Naya.

"Buat kamu," ucap Naya sambil tersenyum.

Orang itu hanya diam sambil menatap Naya.

"Jangan sungkan, silahkan dimakan."

Naya menyadari bahwa ia bisa saja terlambat, gadis itu memutuskan untuk meninggalkan kotak nasinya dan bergegas pergi meninggalkan pria itu sendirian.

Beruntung ia tiba tepat waktu, sesampainya ia di Martawangsa Corp, Naya segera disambut oleh staff HR yang mengenakan name tag bernama Martawangsa Edwin.

"Mari ikut saya," ucap Edwin pad Naya.

Naya diajak berkeliling Martawangsa Corp dan dikenalkan pada seluruh divisi. Setelah itu Ed menjelaskan tentang jobdesk Naya, setelah ia rasa cukup, Ed meninggalkan Naya di ruangannya. Naya tidak sendiri, di ruangan itu ada enam orang lainnya dan satu manekin yang agak menyeramkan, jujur saja mungkin Naya akan takut jika ditinggal hanya berduaan dengan manekin itu. Tapi Naya tak begitu memikirkannya, ia mulai mengerjakan pekerjaannya.

Di sisi lain, komisaris tertinggi Martawangsa Corp, yaitu Martawangsa Broto sedang menikmati secangkir teh di rumahnya. Ia memang datang sesuka hati, bahkan tak jarang ia bekerja dari rumah. Ia meletakkan tehnya dan bersandar pada kursi panasnya sambil mendengarkan musik klasik eropa, hari yang sangat tenang. Namun, ketenangan itu perlahan memudar, teh yang tadinya diam dan tenang, tiba-tiba bergelombang seperti ada sesuatu yang jatuh ke dalamnya, begitupun dengan musik klasik yang menjadi kusut, bagaikan mendengarkan musik dengan piringa hitam yang telah rusak.

"Jadi--" Broto mengambil cangkir tehnya.

"Apa yang membuatmu ke sini?"

"Deklarasi perang," ucap seseorang yang tiba-tiba saja duduk di sofa panjang yang terletak di pinggir ruangan, entah ia datang dari mana.

"Aku pernah bilang, bukan? Bahwa kelak, Martawangsa Corp akan hancur di tanganku? Jangan lupakan itu, Pak tua sialan. Bersiaplah, hari itu semakin dekat."

"Lupakanlah ... Ibumu telah menggantikan mu sebagai tumbal, semua sudah berakhir, tak perlu ada darah yang tumpah di keluarga kita lagi," balas Broto.

"Tidak--"

"Ini baru saja dimulai ...,"

Broto menoleh menoleh ke sofa itu, tak ada siapapun di sana, pria itu telah pergi tanpa Broto sadari. Broto segera beranjak dari duduknya, ia mengambil jas hitam miliknya dan memakainya, kemudian berjalan pergi. Sebelum pergi, Broto mencari dompet miliknya dan tak berhasil menemukannya, ia menyadari satu hal, menghilangnya sosok pria misterius tadi bisa saja menjadi penyebab hilangnya dompet itu.

MartawangsaWhere stories live. Discover now