10 : Keadilan Yang Semu

685 173 113
                                    

Katarsis mulai bergerak, muncul sebagai kekuatan keempat yang akan menghancurkan keseimbangan pertempuran yang melibatkan Keluarga Martawangsa, Peti Hitam dan Dharma.

.

.

.

Sebuah pesan masuk ke ponsel Dirga.

"Kesepakatan kita dimulai, kalo lu bisa lolos hari ini," tulis Uchul dalam pesan singkatnya.

Lolos? batin Dirga heran.

Dirga berjalan ke ujung rooftop dan melihat ke bawah, beberapa mobil polisi sudah terparkir di bawah.

Tentunya Dharma juga ga boleh mencurigai gua kan? Selamat melarikan diri, sobat! Kekeke, batin Uchul sambil menatap Dirga dari bawah.

"Setan licik!" Dirga menatap ke arah pintu rooftop.

Tak butuh waktu lama, pintu terbuka dengan kasar, seorang polisi menendang pintu dengan keras dan menodongkan pistolnya ke arah depan.

"Polisi! Jangan bergerak!"

Tetapi sudah tak ada siapa-siapa di atas rooftop.

Dirga berhasil lolos dengan kemampuan Tumenggung, ia berpindah ke tempat yang tak terlalu jauh dari gedung sebelumnya. Dirga membuka topengnya, kemudian menutup matanya dan mengambil napas.

"Ciao," ucap seseorang yang rupanya berada di sana tanpa Dirga sadari.

Dirga menatap orang itu, "Tirta," panggilnya lirih.

"Tanpa kemampuan prekognision kayak yang lu punya, ternyata tajam juga kemampuan gua buat memprediksi masa depan ya," ucap Tirta sambil berjalan ke arah Dirga.

"Nebak ke mana lu bakal berpindah tempat, bukan hal yang sulit," sambung Tirta sambil memainkan pulpen di tangan kanannya.

"Jangan lupa, lu berhutang penjelasan!" Tirta menatap Dirga dengan tatapan yang tajam.

***

Sementara itu Sukma, Adrian, Bramono dan Sari sedang berhadapan dengan dua orang misterius.

Tak ada siapapun, hanya mereka berdua, batin Sukma yang melihat keadaan sekitar dari view mata elangnya.

"Sepertinya manusia burung itu merepotkan, kita mulai dari orang itu," ucap pria yang bersama dengan Devira.

"Oke," jawab Devira singkat.

Devira mengarahkan tangan kanannya ke arah Sukma yang sedang melayang di udara, ia seolah-olah melakukan gerakan mencengkeram dan membanting ke arah tanah.

Tiba-tiba saja Sukma merasa seperti ada yang mencengkeram kakinya dan menariknya ke bawah.

"Sial!" pekik Sukma yang tiba-tiba saja melesat ke bawah dengan sangat cepat.

"Cakra langit," ucap pria yang berasama dengan Devira. Tiba-tiba saja muncul bulir-bulir air aneh yang muncul secara misterius dan membentuk sebuah tombak.

Cakra langit, salah satu dari tujuh tombak Nyi-Roro Kidul--keluarga Maheswara, batin Sukma.

"Matilah dengan tenang--Martawangsa." Maheswara itu melempar tombaknya ke arah Sukma.

"Gunung Sari!" teriak Sukma.

Bramono dengan topeng Gunung Sari nya melesat ke arah tombak Cakra Langit dan melindungi Sukma. Kemampuan topeng Gunung Sari adalah membuat tubuh si pengguna menjadi sekeras batu, sehingga membuat tombak Cakra Langit terpental.

Di sisi lain, Adrian membuat melayang batu-batuan yang ada di sekitarnya, ia mengarahkannya pada si pengguna tombak.

Telekinesis? batin Devira.

MartawangsaWhere stories live. Discover now