03: Three

2.8K 385 28
                                    

Chapter Three.

Draco mencuci tanganya sampai bersih. Dasar Weasley bodoh. Ia baru menyelesaikan surat balasan untuk Narcissa dan dia menghancurkanya begitu saja. Sekarang Ia benar-benar marah dan harus mengumpulkan niatnya untuk menulis lagi dan tentunya Ia yakin akan membuat Narcissa khawatir. Draco menatap wajahnya di cermin dan mendapat matanya semakin gelap dan Ia tampak benar-benar pucat dan lelah. Baiklah, mungkin Ia hanya butuh cokelat.

Draco keluar dari kamar mandi umum putra dan masih mengenakan jersey Quidditch-nya. Ia sengaja tidak mandi terlebih dahulu di asrama karena Ia tahu, Ia tidak mungkin bisa dengan tenang menyelesaikan suratnya. Sepertinya Ia butuh beberapa cokelat panas supaya pikiranya bisa lebih rileks.

Draco kemudian memutuskan untuk mampir terlebih dahulu ke dapur untuk meminta segelas cokelat panas. Ia baru saja menuruni tangga dan mendapati Astoria berdiri disana. Ia baru saja akan menyapa Astoria sampai seseorang berlari kecil mendekatinya, Adrian? Astoria tampak senang saat Adrian mendekat dan memberikan sebuah bingkisan cokelat dengan pita yang tampak sangat manis.

Draco menatapnya tanpa ekspresi meskipun Ia yakin hatinya mulai terasa perih. Adrian tampak dengan senang mengusap rambut Astoria dan berbisik sampai membuat Astoria tertawa dan memukul lengan Adrian, lalu keduanya tertawa dan berlalu.

My first love broke my heart for the first time.

*

Hermione berusaha menatap Draco yang tampak malas mendengarkan Professor Mcgonagall menjelaskan. Ia hanya mencatat beberapa kali dan melamun sering sekali. Hermione merutuki kebodohanya karena menyetujui permainanya dengan Ginny. Tapi, dalam hatinya Ia sudah mulai muak dengan perilaku Draco yang semakin tidak menunjukkan ada hati di dalamnya.

Draco memutar kepalanya untuk meregangkan lehernya dan mendapati Hermione sedang menatapnya. Draco membalas dengan sinis dan memutar matanya. Hermione menancapkan pena ke dalam kertasnya dan menyipitkan mata.

Tunggu saja, Malfoy.

*
"Aku tidak mau makan di aula besar."

Blaise menatap Draco dengan heran, Theo yang baru saja melipat sweater rajutnya ikut mengangkat alis.

"Kau kenapa? Mau makan cokelat saja disini?"

Draco mengangkat bahu dan mengangguk. Ia menunggu Crabbe dan Goyle keluar dari kamar dan menyisakan Ia, Blaise, dan Theo.

"Sudah aman. Kau kenapa, Mate?"

Draco menghela nafasnya dan mengacak-acak rambutnya dengan kesal, "Entahlah. Aku merasa kesal sekali."

Theo duduk di sebelah Draco dan memelankan suaranya, "Kau sudah dengar soal Adrian dan Astoria ya?"

Draco mengangguk sementara Blaise melotot dengan kesal. "That bastard."

"It's okay, Mate. Lagipula aku memang tidak memberi tahu siapapun soal ini kecuali kalian."

Blaise memutar matanya dan ikut mengerutkan alis terlihat kesal. Theo tampak berfikir, "Tapi bagaimana dia denganmu? Aku kira dia juga menyukaimu. Maksudku, dia tidak mungkin memberikanmu rajutan buatanya sendiri natal kemarin. Memberikan cokelat kesukaanmu. It's too obvious. Why?"

Draco mengangkat bahu. "Entahlah."

"Drake, kau jangan menunjukkan kekalahanmu. Jangan pernah."

Draco mengangguk, "Never, Mate. Never."

"Ibuku memberi surat kemarin. Sepertinya Ia akan menikah lagi."

Theo meringis mendengar penjelasan Blaise, ini sudah ke yang entah berapa kali dan Ia yakin Blaise sudah mulai muak. "Kau akan pulang Natal ini?"

Terrible Lie.Where stories live. Discover now