27: Twenty Seven

1.9K 230 18
                                    

Chapter Twenty Seven

Hermione berusaha diam-diam memandangi Draco. Draco terlihat lebih kurus, Ia mengamati punggung Draco yang biasanya Ia gunakan untuk bersandar ketika memandangi pemandangan di Menara Astronomi. Hermione memandangi pundak Draco tempatnya menangis atau tertidur setelah mereka lelah belajar. Hermione berusaha untuk tidak mengeluarkan air matanya, Ia menggigit bibirnya dan mengepalkan tanganya kuat-kuat. Draco terasa sangat dekat, tapi juga jauh sekaligus.

Hermione benar-benar ingin memeluk Draco saat ini juga.

*
Draco masih dengan tanpa ekspresi berusaha memahami perkataan Dumbledore, Theo dan Blaise lebih dulu dipanggil dan mereka tetap diperbolehkan untuk mengikuti NEWT.

Selain itu, selama mereka absen dan tidak mengikuti pelajaran di kelas mereka masih mengumpulkan tugas-tugas yang diberikan Professor melalui burung hantu.

Dumbledore menghela nafas panjang melihat Draco yang pucat serta tidak memiliki gairah apapun. Dia tidak menjawab apapun yang Dumbledore tanyakan. Sesederhana kenapa kancingmu tidak dipakai saja Draco tidak menjawab.

Dumbledore tau, Draco sangat rumit. Melebihi rumit apapun yang Ia tahu. Tapi, Dumbledore tidak pernah menyerah terhadap sesuatu yang dianggapnya rumit.

"Ayahmu sudah mengatakan kau berada di Swiss untuk menjalani pengobatan. Apakah gangguan kecemasanmu sudah membaik?" Tanya Dumbledore pelan. Ia sudah kehabisan cara untuk menginterogasi murid favorit satu ini yang tidak kunjung membuka suara.

"Sudah." Jawab Draco akhirnya.

Dumbledore mengangguk dan mengelus janggutnya yang lebat serta panjang. "Ayahmu juga bilang setelah ini kau akan menjalani studi Healer, serta beberapa spesialis Muggle dan Sihir soal kejiwaan. Apa kau sudah mendapatkan Universitas yang bagus?"

"Sudah." Jawab Draco lagi. Dumbledore baru akan menanyai Draco lagi sebelum Draco menyelanya.

"Apa aku boleh duduk?" Tanya Draco menunjuk kursi di hadapan Dumbledore.

"Tentu saja, Malfoy. Silahkan." Dumbledore mempersilahkan dengan lembut.

"Harvard. Aku akan kesana setelah NEWT. Aku sudah menjalani rangkaian tes dan berhasil masuk. Setelah itu mungkin aku akan ke St. Mungo terlebih dahulu, dunia sihir sepertinya kekurangan Healer yang memahami soal kejiwaan, psikologi, dan lainya. Bagaimana menurutmu, Professor?" Jelas Draco, Ia bahkan meminta pendapat Dumbledore.

"Well, itu adalah ide yang mulia. Mengingat kau adalah salah satu siswa yang berbakat disini, aku sangat mengapresiasi ide dan usahamu. Apa ini berkaitan dengan gangguan kecemasanmu?" Sahut Dumbledore hati-hati. Draco mau menjawabnya dengan banyak kalimat bahkan mau meminta pendapatnya, ini baik dan buruk sekaligus. Dumbledore sangat berhati-hati.

Draco mengangguk, "Iya."

Dumbledore mengelus janggutnya lagi. Dia kembali sangat pasif. "Malfoy, bagaimana hubunganmu dengan Granger? Aku pernah melihat kalian beberapa kali menghabiskan waktu di Menara Astronomi."

Draco tidak segera menjawab. Pandanganya kembali lurus dan tampak kosong. "Aku tidak mau membicarakanya."

Dumbledore terdiam, terakhir yang Ia tahu, Draco dan Hermione sangat mesra. Tetapi, menjadi pertanyaan untuk Dumbledore juga kenapa Draco lebih memilih ditemani Blaise dan Theo daripada Hermione?

"Apa aku sudah boleh pergi?" Tanya Draco akhirnya.

Dumbledore terdiam beberapa saat sebelum mengangguk, "Tentu saja. Dan kau bisa meminta bantuanku apabila kau membutuhkan sesuatu."

Draco mengangguk dan membungkukkan badanya, "Terimakasih, Professor."

*
Lavender memandangi Hermione yang tampak semakin murung, Ia bahkan tidak mengatakan sepatah kata apapun setelah melihat Draco muncul di aula besar.

Terrible Lie.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang