4 | Leucism

10.9K 2.6K 252
                                    

Ini menyebalkan. Dy mengentak-entak papan ketik di laptopnya sebelum kemudian menyerah, menekan tombol ctrl plus A bersamaan dan menghapus semua tulisan. Sudah hampir satu minggu dan tidak ada ide apapun yang muncul di kepalanya.

"Kadian, makan..." suara panggilan itu terdengar samar sebelum lima belas detik kemudian pintu kamar Dy diketuk dan langsung dibuka. "Kadian, makan..."

"Mama masak apa?" tanya Dy sembari melepas kacamata anti radiasinya.

"Delivery order, katanya kamu pengin jajangmyeon dan Korean dumplings."

"Oh iya, Papa udah pulang?" Dy mematikan laptopnya lalu beranjak ke pintu.

"Papa ada meeting lanjutan untuk rencana keberangkatan ke Swedia." Lina merangkul pundak putrinya dengan lembut. "Ikut yuk, sudah lama kita nggak liburan juga."

Dy menggeleng, seminggu lagi orangtuanya memang akan pergi ke Swedia, itu sehubungan dengan trilogy buku sang ayah yang akan difilmkan. Film pertamanya sudah menyelesaikan proses syuting di Indonesia dan lokasi berikutnya adalah Swedia.

Diberi judul TERROR, cerita misteri yang ditulis ayah Dy dimulai dengan kelompok mahasiswa dari Swedia yang ingin menghabiskan liburan musim dingin dengan menjelajah Asia. Tiga orang dalam kelompok tersebut merupakan mistery blogger yang cukup terkenal dan untuk bahan unggahan di Youtube, mereka berencana membuat liputan tentang kepercayaan kuno. Ketiganya melakukan riset dan akhirnya menemukan pulau Jawa yang tidak hanya menyimpan keindahan budaya namun juga ritual-ritual pemujaan untuk leluhur. Seperti kisah horor pada umumnya, tulisan ayah Dy juga menggunakan formula kebodohan yang membawa petaka, dimana ada satu tokoh yang bersikap ceroboh menganggu satu ritual dan berakhir mendapatkan terror.

"Kita bisa main ski," kata Lina, berusaha membujuk.

Dy tetap menggeleng, "Menjelang akhir tahun seperti ini, Swedia kesulitan matahari dan aku lemah tanpa matahari, aku summer power."

Lina tertawa, itu adalah julukan dari ayah Dy karena putri mereka memang lahir pada musim panas. "Karena kamu summer power, bersamamu bisa menghadirkan kehangatan untuk menghadapi musim dingin di sana."

Jujur saja, Dy selalu merasa bakatnya menulis cerita romantis karena sejak kecil kerap mendengar kata-kata manis dari sang ibu. "It's sweet, tapi Dy mau di rumah saja, Papa dan Mama bisa saling menghangatkan berdua, itu akan jauh lebih romantis."

Lina menanggapi dengan mencubit pelan pipi sang putri, "Kalau nggak mau ikut, nanti di rumah sendirian, kami pergi selama dua minggu lho."

"Dy bukan anak tiga belas tahun, Ma." Dy mengingatkan sembari mengambil tempat duduk di kursi makan. "Dua puluh tiga tahun, dan sibuk riset untuk tulisan berikutnya."

Lina selalu menyadari bahwa putri tunggalnya sejak dulu memang memiliki minat yang sama dengan suaminya, berkarir di dunia kepenulisan. Di rumah dua lantai ini lebih sering terdengar suara ketikan dibanding obrolan.

"Dy pasti kangen kok, Ma... dan setelah urusan pekerjaan Papa selesai ya, kita staycation, family time," usul Dy ketika ibunya tiba-tiba terdiam.

Lina tersenyum lebar dan mengangguk, menggeser mangkuk berisi mie dengan pasta kedelai hitam khas Korea. "Makan yang banyak ya, Mama ambilkan minumnya."

***

Ini benar-benar gila.

Sudah hampir dua minggu sejak menerima daftar ide dari Lissa dan Dy belum bisa menuliskan kalimat apapun untuk memulai cerita. Bahkan judul dan nama tokohnya juga belum terasa pas. Dy geleng-geleng kepala, ini buruk.

0.99% MATCH (PUBLISHED by Karos Publisher)Where stories live. Discover now