5 | Tips and warning

10.4K 2.3K 329
                                    

Ini tidak akan berhasil, pikir Ray saat sudah seminggu berlalu dan perkenalannya dengan Asha Fabian tidak banyak perubahan dari sekadar obrolan basa-basi. Bahkan, Ray yakin perempuan ramah itu sengaja menghindarinya selama dua hari ini. Tidak heran juga sebenarnya, Ray sendiri merasa ia terlalu terburu-buru. Tidak mudah meyakinkan seseorang untuk menjalin hubungan secepat ini, kemudian mengajaknya pergi ke luar kota untuk menemaninya di acara pernikahan mantan. Bukan sekadar mantan, Ray mengingatkan diri, mantan istri.

"Bos, bisakah hari ini kita mencoba café yang di seberang itu?" tanya Jae-in sembari mengendikkan dagu ke arah luar jendela apartemen.

Ray mengangguk, "Tentu."

"Ara masih marah padamu?"

"Masih, ketika jauh, kemarahannya bertahan lebih lama."

Jae-in tertawa lalu meraih ponselnya sendiri dari meja, "Kita jalan kaki saja kan?"

"Ya, aku ambil dompet sebentar." Ray memasuki kamarnya untuk mengambil dompet dan kemudian bersama-sama dengan Jae-in berjalan pergi menuju café.

Grill and chill café, Ray mengamati nama café yang terlihat artistik. Bukan neon box atau huruf timbul yang menyala, namun dilukis mural pada dinding bagian depan. Ketika memasuki café, dua orang petugas di balik meja bar langsung mengangguk ramah. Salah satunya beranjak dan segera mengarahkan pilihan tempat duduk, karena hanya berdua Ray memilih meja sudut dekat jendela.

"Apakah ini termasuk mahal untuk ukuran makanan Indonesia?" tanya Jae-in menggeser buku menu pada Ray.

Ray memperhatikan nama menu dan harga yang tertera, "Tidak."

"Aku agak trauma setelah tertipu minuman cendol itu," kata Jae-in membuat Ray tertawa.

Dua hari yang lalu, sepulang dari berburu foto, Jae-in penasaran dengan minuman cendol. Karena Ray sedang fokus memeriksa kamera, ia tidak menyimak percakapan penjual. Jae-in membeli segelas minuman itu seharga seratus ribu rupiah.

"Tapi katamu minuman itu enak."

Jae-in mengangguk, "Memang, tapi tetap saja, seharusnya aku dapat sepuluh gelas."

Ray tertawa lagi sebelum beralih sama-sama memesan steak. Untuk minuman Jae-in memesan bir dingin dan Ray memilih es teh lemon. Ketika pesanan datang, mereka menikmatinya sembari mengamati suasana café yang mulai ramai. Sekelompok anak muda terlihat cukup riuh di meja tengah café, berpesta dengan potongan daging panggang.

"Seru sekali ya," kata Jae-in memperhatikan suasana itu.

"Aku tidak membaca ada menu itu tadi," kata Ray, sebenarnya merasa itu seru juga.

"Aku baca, tapi melakukannya hanya berdua terasa tidak seru, lagipula kau sibuk melihat ponsel sejak tadi."

Ray meringis, ia sedang berpikir-pikir untuk menyudahi saja komunikasinya dengan Asha Fabian. Sembari mengunyah ia memutuskan untuk menghubungi Asha.

Raykarian Haris: Hi, aku harap tidak mengganggu, tapi terima kasih untuk beberapa hari ini, kau baik sekali menanggapiku dan maafkan aku jika situasi yang berlanjut tidak sesuai dengan apa yang kau harapkan.

Ray mengirimkannya dan balasan ia terima dalam beberapa menit.

Asha Fabian: Hi, Ray... tentu, aku juga merasa bahwa kau pria baik, tapi mungkin aku yang tidak terlalu cocok dengan jenis hubungan yang terlalu tergesa. Aku harap kau segera menemukan seseorang yang tepat.

Asha Fabian: dan untuk kau tahu saja, aku merasa kau keren. Jadi, percaya dirilah.

Ray memandangi balasan tersebut dan tersenyum dalam hati. Percaya diri ya, Ray pikir dirinya kemarin sudah cukup percaya diri. Walaupun rasanya amat kaku mencoba menjalin hubungan kembali. Tidak semua perempuan Indonesia mudah didekati.

0.99% MATCH (PUBLISHED by Karos Publisher)Where stories live. Discover now